Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Angka, Mitos, dan Nasib Paslon

16 November 2023   15:07 Diperbarui: 18 November 2023   20:00 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kotak suara Pemilu 2024. (Sumber: KOMPAS.com)

Dalam masyarakat Jawa, angka-angka juga berkaitan dengan pawukon dan sengkalan. Pawukon berkaitan  dengan berbagai aktivitas daur hidup manusia dari kelahiran, pernikahan, pendirian rumah, perayaan hari-hari besar, upacara adat, upacara keagamaan, sampai upacara kematian.

Perhitungan pawukon  dipengaruhi oleh perubahan rotasi dalam setiap tujuh hari (sapta wara)- dimulai dari hari redite (Minggu) sampai hari tumpak (Sabtu). Di samping itu,  dikenal juga istilah pancawara dalam menentukan siklus pasaran yang terdiri dari  Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi.

Sengkalan merupakan penanda tahun dalam bentuk rangkaian kata atau gambar. Setiap kata dalam sengkalan mewakili watak sebuah bilangan. 

Cara mengartikan kata-katanya dengan dibaca dari belakang. Jadi, kata pertama mewakili angka satuan tahun, kata kedua mewakili angka puluhan, angka ketiga mewakili angka ratusan dan angka keempat mewakili angka ribuan. 

Misalnya sengkalan yang tertera dalam Serat Kandha tidak sekadar berupa rangkaian kata-Sirna ilang kertaning bumi- melainkan memiliki makna yang melambangkan tahun 1400 Saka karena sirna=0, ilang=0, kerta=4, dan bumi=1. Kalimat tersebut mempunyai arti 'musnah, hilang, kemakmuran dunia', menggambarkan kehancuran kerajaan Majapahit.

Bratakesawa (1980) menyebut pentingnya sengkalan sebagai kalimat karena agar mudah diingat dan tidak ada yang hilang atau tertukar. Dijelaskan lebih jauh bahwa tidak ada rumus baku dalam pencantuman nilai atas suatu kata. 

Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa sesuatu yang hanya berjumlah satu di dunia, maka kata yang menyatakannya akan bernilai satu. 

Sebagai contoh adalah kata bumi yang hanya ada satu. Raja juga bernilai satu karena mestinya hanya ada satu, memiliki posisi tertinggi (di kerajaan). 

Ia membuat daftar berdasar sumber-sumber yang lebih tua dan menjelaskan (tepatnya menebak) alasan suatu kata memiliki nilai angka tertentu. 

Dalam konteks ini, permasalahan bisa muncul karena nilai kata akan tergantung kepada "tafsir" pembuat maupun pembacanya. Jadi nilai suatu kata bisa saja tidak sama.

Dari Weton Lahir sampai Weton Jodoh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun