Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengalaman Mistis

10 November 2023   15:46 Diperbarui: 10 November 2023   15:50 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Ganjil-cat minyak Wara Anindyah/Foto: Hermard

Ada satu perkara yang harus kita sepakati bersama bahwa pengalaman mistis seringkali sulit dijelaskan secara rasional dan bisa mencakup perasaan kedekatan dengan alam semesta, momen spiritual mendalam, atau persepsi di luar kenyataan sehari-hari. Pengalaman mistis banyak macamnya dan sangat subjektif, tergantung pada keyakinan dan pandangan masing-masing individu.

Ada juga yang berkeyakinan bahwa pengalaman mistis merupakan pengalaman pribadi, melibatkan perasaan kontak langsung dengan yang ilahi, spiritual, atau transenden. Perlu juga diingat bahwa setiap orang memiliki pengalaman mistis sendiri-sendiri yang mungkin saja hanya disimpan dan tidak pernah diceritakan kepada orang lain.

Sejak duduk di bangku sekolah dasar di Kuala Tungkal, Jambi, saya sudah akrab dengan dunia di luar nalar. Di tempat saya tinggal, pada tahun 1970-an, ada larangan jika saat masuk waktu magrib, tidak boleh ada yang berkeliaran di luar rumah, kecuali bagi mereka yang hendak ke surau atau masjid. Juga tidak boleh melamun, pikiran kosong, dan tidak merapik -- ngomong yang tidak-tidak. 

Muncul anggapan bahwa waktu sepanjang magrib merupakan saat jin plesit dan makhluk halus bergentayangan.  Maka setiap waktu magrib, jalan menjadi sepi, pintu rumah tertutup rapat. Suatu ketika selepas magrib, pintu depan diketuk dari luar. Ibu segera membuka pintu.

"Maaf Bu, apakah Bapak ada di rumah? Isteri Pak Pabean kemasukan. Tolong Bapak segera ke rumah."

Setelah selesai salat magrib, ayah langsung ke rumah besar di seberang jalan. Saya mengikuti ayah. Dari dalam kamar terdengar seorang perempuan merepet, berteriak tidak jelas. Ayah meminta  Bu Pabean dibawa keluar dan dibaringkan di ruang tamu. Empat orang memegangi erat-erat karena Bu Pabean selalu berontak. Ayah duduk mendekat. Mulutnya komat-kamit. Saya paham, pasti ayah tengah membaca rapal.

"Ayo mau keluar tidak? Jangan datang dan mengganggu lagi!" teriak ayah sambil memandang tajam ke arah Bu Pabean yang terbaring.

Mulut ayah komat-kamit lagi. Mata Bu Pabean mendelik. Tubuhnya berontak. Mulutnya berteriak tak jelas. Sebentar kemudian matanya terpejam dan tubuhnya lemas. Ayah tetap membaca rapal. Di genggaman tangannya, saya sempat melihat ada bawang putih bulat. 

Setelah mata Bu Pabean terbuka, ayah berhenti membaca rapal,  langsung memberikan segelas air putih kepada Bu Pabean. Begitulah, ayah kerap dimintai tolong tetangga yang kemasukan makhluk halus. Setahu saya, ayah bukanlah dukun. Ia hanya selalu membuka-buka buku tulis bersampul kertas kopi. 

Karena penasaran,  suatu kali saya sempat mencuri-curi membuka buku itu. Ada berbagai rapal dengan bacaan campuran Islam kejawen. Juga aturan (nglakoni) saat rapal itu mau digunakan. Karena masih kanak-kanak, saya tidak memahami dengan sungguh-sungguh tulisan yang ada di dalam buku itu.

Di waktu lain, seusai magrib, setelah capek bermain asinan (gobak sodor), kami anak-anak berkumpul bersama teman-teman sebaya memperhatikan langit.

"Tetaplah lihat ke atas, sebentar lagi pasti ada tuju  lewat," pinta Zulkipli.

Kami berenam duduk di bangku panjang di halaman rumah keluarga Zulkipli sambil menjaga kedai yang dikelola ayah Kipli.

Benar saja, tak begitu lama kemudian ada benda menyerupai rantai berapi melesat membelah langit. Tanpa dikomando, beramai-ramai kami menunjuk benda yang melaju di angkasa sambil berteriak hampir bersamaan, "Tuju...!" 

Sekejap kemudian benda berapi menyerupai bola rantai itu ambyar dan apinya padam. Hampir setiap hari ada saja tuju yang melintas di angkasa.

Tuju dalam kepercayaan masyarakat tradisional tempat saya tinggal merupakan  teluh atau santet yang dikirimkan seseorang melalui dukun atau orang pintar, merupakan  praktik supranatutal. Tujuannya untuk menyakiti/merugikan orang lain atau menyebabkan kesengsaraan pada seseorang dengan cara menggunakan  ilmu hitam (black magic). 

Konon santet berkaitan erat dengan kepercayaan pada kekuatan mistis dan roh jahat. Tuju umumnya berupa bungkusan kecil dari kain mori yang diikat menyerupai pocong. Isinya bisa berupa paku, kawat, jarum, benda logam lainnya, rambut, benang, dan lainnya. Katanya, tuju tidak mempan terhadap orang yang tidur di atas jam dua belas malam atau orang yang tidur di lantai.

Rasa penasaran terhadap hal-hal yang di luar nalar semakin menguat setelah masuk SMA di Yogyakarta. Saya terkagum-kagum dengan perguruan pencak silat yang bisa mengendalikan orang lain dari jauh, menggunakan tenaga dalam untuk menghantam es balok atau per mobil. 

Suatu ketika saya ikut mencari benda pusaka, diajak teman ke sebuah sungai di timur Yogya pada malam hari. Setelah teman berdiri tegak, hening (mungkin ia melakukan ritual), tak lama kemudian dari arah barat ada sinar terang melintas di udara menuju ke arah kami.  Sinar itu menghilang di semak sekitar kami. Teman bergegas menghampiri semak itu, dalam sekejap sebuah keris ada di genggaman tangannya. 

Pengalaman lainnya saat diajak orang pintar ke kompleks pemakaman desa Srandakan, Bantul, bersama lima orang lainnya untuk mencari pusaka. Orang pintar itu kedua matanya tak bisa melihat. Ia minta dituntun ke tengah makam setelah jam dua belas malam. Ia duduk bersila, mulutnya komat kamit. Lima orang mengelilingi dua nisan.

"Lor, wetan, kidul...utara, timur, selatan," ujar si orang pintar.

Para pandereknya (pengikut) serentak mengarahkan pandangan mata mereka sesuai dengan arah yang diucapkan orang pintar. Tangan mereka pun  meraba-raba seputar nisan. Kain putih yang menutupi batu nisan pun tak luput dari rabaan. Setelah sekian lama mencari, tiba-tiba ada yang berteriak pelan,

"Menika Mbah, wonten wesi kados keris alit-ini Mbah ada besi menyerupai keris kecil."

Lalu ia menyerahkan benda itu kepada si orang pintar. Merabanya, kemudian membungkusnya dengan kain putih dan menyerahkannya kepada si penemu sambil menyebutkan nama pusaka dan berpesan jangan lupa merumatnya dengan memberi sesaji.

Peristiwa lebih "horor" terjadi ketika saya kuliah di semester awal, saat di Yogya sedang ramai-ramainya dengan peristiwa operasi pemberantasan kejahatan terhadap para preman atau gali lewat petrus (penembak misterius). 

Korban penembakan  dibiarkan tergeletak di tengah jalan atau di bawah jembatan sehingga publik dapat menyaksikan  kekejaman peristiwa tersebut. Selain itu ada juga korban yang disembunyikan dan hingga kini tidak diketahui nasibnya. 

Meskipun begitu, beredar cerita secara sembunyi-sembunyi tentang kehebatan gali yang tak mempan senjata tajam dan peluru. Meskipun ditembak beberapa kali, mereka tetap selamat. 

Beredar isu kalau mereka diisi guru sakti mandraguna dari  Bantul, namanya Mbah S. Entah mengapa saya percaya begitu saja dengan cerita itu, termasuk kisah mengenai Slamet Gaplek-gali papan atas di Yogya- yang beberapa kali lolos dari incaran aparat. 

Diam-diam saya dan empat orang teman mencari sosok Mbah S, ingin membuktikan cerita mengenai kekebalan gali yang tak mempan peluru dan tebasan parang, serta samurai. Cerita mengenai Mbah S ternyata bukan hisapan jempol belaka.

"Sudah ketemu, rumahnya di daerah Bantul. Syaratnya harus mengadakan selamatan ketika mudun pisan. Kita tinggal setor uang, umba rampe-nya nanti disiapkan Mbah S. Syaratnya kita harus mantap berguru dan mencicipi semua hidangan yang disiapkan," jelas Joko bersemangat di tengah pertemuan lima orang yang penasaran.

Tiga hari kemudian kami berlima bertandang ke rumah Mbah S setelah isya. Kami duduk melingkar di antara Mbah S. Ia menanyai nama kami satu per satu. Kemudian beberapa piring hidangan selamatan tersaji di depan kami, jumlahnya belasan piring. Setelah didoakan, kami dipersilakan menikmati seluruh hidangan.

"Sampun ngantos onten sing mboten didhahar-jangan sampai ada makanan yang terlewatkan, semua harus dicicipi," pinta Mbah S.

Kami berlima saling berpandangan dan kemudian menikmati semua yang tersaji dengan mencomotnya sedikit-sedikit. Usai makan, Mbah S memberi kami waktu untuk istirahat. Ia masuk ke ruang dalam dan keluar membawa buku serta benda tajam berupa pedang, parang, samurai, keris, pisau, dan tombak kecil di dalam wadah nampan kayu besar.

"Sakmenika  mangga kita hening, nyuwun keselametan dateng  Gusti Allah. Sak bibare, kula badhe maos rapal, mangga sedaya nirokake-sekarang mari kita mohon keselamat dari Allah. Setelah itu saya akan membaca rapal dan semua menirukan," ujar Mbah S.

Sekejap kemudian rapal mengalir dari mulut kami. Setelah berulang tiga kali, Mbah S mengingatkan jika hendak dilukai musuh dengan pedang atau parang, ingatlah bahwa benda-benda itu terbuat dari besi, dan besi terbuat dari pasir. Pusatkan pikiran pada pasir, niscaya pedang jika mengenai badan tidak akan melukai karena yang terasa seperti sentuhan pasir ke badan. 

Setelah itu kami diminta merentangkan tangan. Lelaki sakti itu kemudian mengambil pedang dan langsung menebaskankannya ke tangan kami. Jaket levis Joko robek, tetapi tidak terlihat darah menetes. Begitu juga saat samurai dan parang mengenai kulit, tidak satu pun dari kami menjerit. Terakhir Mbah S mengambil sebilah keris dan ditusuk-tusukan ke lengan kami beberapa kali. Tak ada darah, hanya ada bentol membiru bekas tusukan keris. 

Gila, semua tak masuk akal, tetapi itulah yang kami alami pada saat mudun pisan (turun sekali) bertemu Mbah S. Konon setelah mudun kepitu, sang murid akan kebal terhadap berbagai senjata, termasuk peluru.

Kesaksian Angin-cat minyak Wara Anindyah/Foto: Hermard
Kesaksian Angin-cat minyak Wara Anindyah/Foto: Hermard
Pengalaman lainnya adalah saat  mengikuti lenggahan, acara kesepuhan yang melibatkan seorang pintar dan asisten (semacam pawang) yang mengendalikan tubuh orang pintar saat kemasukan roh lain (Eyang Polan, Eyang Anu, Eyang Siapa). Pengikut lenggahan bukan hanya rakyat biasa  yang ingin mendapat petunjuk, keberuntungan, dan perlindungan. 

Sesekali dalam lenggahan itu ada peserta yang ingin mengeluarkan teluh/santet dari dalam tubuh mereka. Jarum, kawat, besi, rambut dikeluarkan dari bahu, perut, lengan dengan cara tidak biasa...

Begitulah, pengalaman mistis seringkali sulit dijelaskan secara rasional dan bisa mencakup perasaan kedekatan dengan alam semesta, momen spiritual mendalam, atau persepsi di luar kenyataan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun