Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Me + Madura

30 September 2023   11:07 Diperbarui: 7 Oktober 2023   20:10 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Madura 24 jam/Foto: Hermard

Seingat saya pada tahun 1970-an di kampung tempat saya menghabiskan masa remaja, Jetisharjo, Yogyakarta, sudah ada pedagang sate keliling. Yu Sarinah, perempuan asal Madura, setiap sore menjajakan satenya dari rumah ke rumah. 

Jika dagangannya tidak habis terjual, dapat dipastikan, esok paginya ia terlihat berjualan sate di antara los-los pasar tradisional Kranggan, berjarak tiga kilometer arah selatan dari kampung Jetisharjo.

Ya, tidak dapat disangsikan lagi bahwa keberadaan orang Madura dapat ditandai dengan sate. Konon penjual sate berasal dari Sampang dan Bangkalan, Madura. Meskipun begitu, pekerjaan yang dilakukan orang Madura di Yogyakarta cukup beragam. Selain menjadi penjual sate, ada juga yang berprofesi sebagai tukang cukur, pengumpul besi/barang bekas, pedagang, dan lainnya.

Ada anggapan bahwa beberapa pekerjaan atau profesi tersebut dianggap remeh temeh, namun bagi orang Madura yang penting terus bekerja: se atane atana-siapa yang bertani pasti bertanak- dan se adhaghang adhaghing-yang berdagang pasti berdaging. Dua ungkapan tersebut mencerminkan bahwa orang Madura tak henti bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Diperkirakan Mufallikhah, pengamat sosial, pada tahun 2015 jumlah pedagang sate Madura di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai dua puluh ribu orang. Tidak mengherankan jika kemudian hampir di setiap tempat keramaian dan pelosok DIY penjual sate Madura dapat ditemui. 

Ada yang berkeliling kampung, sate dan perlengkapannya plus pemanggang berarang menyala diletakkan di baki kayu dan ditaruh di atas kepala (disunggi) beralaskan kain yang dibentuk bulat sesuai ukuran kepala, sementara tangan menjinjing tas berisi lontong, kipas khas Madura, dan bangku kecil. Cara lain, menggunakan gerobak, maupun menetap di kios atau lapak pinggir jalan.

"Saya kerap membeli sate Madura di depan Hotel Tentrem. Rasa gurih bumbu kacangnya sangat terasa, lontongnya padat kenyal," jelas Mbak Esti, teman ibu negara Omah Ampiran.

Pedagang sate di depan hotel bergengsi itu selalu ramai oleh pecinta sate. Menempati kios kecil dipenuhi beberapa meja dan bangku. Di bagian teras ada gerobak berbentuk perahu tempat menaruh sate, bumbu, dan perlengkapan lainnya. 

Namanya warung Sate H. Ahmad Amiruddin, terletak di Jalan AM Sangaji, taste satenya dijamin Madura banget. Selain sate daging, tersedia sate ceker dan sate kepala.

Pedagang sate Madura paling unik, bisa ditemui di depan Pasar Beringharjo hingga Benteng Vredeburg yang buka sore hingga malam hari. Puluhan ibu-ibu pedagang sate duduk rapi berderet di trotoar menunggu pembeli. Aroma asap sate berkeliaran hingga Titik Nol Kilometer.

Selain sebagai penjual sate, orang Madura membuka usaha jasa potong rambut. Dulu di Jawa Timur begitu populernya tukang cukur Madura. Di mana-mana berdiri kios tukang cukur Madura hingga ke kota- kota perbatasan seperti Madiun, Ngawi, Cepu, dan beberapa menyelinap sampai Yogyakarta.

Pada tahun 1960 sampai 1970-an, di Yogyakarta bermunculan tukang cukur tradisional. Menurut Imam Budhi Santosa dalam buku Profesi Wong Cilik: Spiritualisme Pekerja Tradisional di Jawa, tukang-cukur gaya lama memiliki ciri mengandalkan alat cukur model Jerman, ditambah pisau lipat Solingen yang juga terkenal ampuh buat merapikan kumis dan jenggot laki-laki. Tak ketinggalan bedak ala kadarnya digunakan membubuhi rambut sebelum maupun sesudah dicukur.

Tukang cukur tradisional/Foto: Rahma Ayu Nabila-Mojok.co
Tukang cukur tradisional/Foto: Rahma Ayu Nabila-Mojok.co
Tukang cukur tradisional sempat merajai kota-kota besar sampai kota-kota kecamatan di pedalaman. Tempatnya bisa berupa kios kecil, kaki lima, di bawah pohon waru atau beringin alun-alun.

Akan tetapi memasuki tahun 1980-an, keberadaan tukang cukur tradisional memudar dengan munculnya puluhan salon. Salon-salon yang awalnya hanya mengurusi kecantikan kaum hawa, lambat laun mengembangkan sayapnya ke dunia pria, menjarah langganan tukang-tukang cukur tradisional yang model potongannya semakin ketinggalan zaman.

Imam Budhi Santosa meyakini, salon dengan berbagai sarana yang dimiliki, secara pasti menggeser posisi tukang cukur ke pinggiran, mereka harus menerima kekalahan pahit sebagai pihak yang tersisih. 

Mereka tak bisa menikmati rezeki dari pertambahan jumlah penduduk. Tak bisa menikmati berlimpahnya pertumbuhan ekonomi dan peredaran uang di zaman pembangunan.

Meskipun begitu pada tahun 2000-an tukang potong rambut tradisional bermunculan lagi, termasuk tukang potong rambut Madura. Mereka menempati kios di pinggir jalan dengan alat potong lebih modern, menggunakan hair clipper (bergas) listrik yang mampu mempercepat kerja dalam mewujudkan model rambut sesuai keinginan pelanggan. 

Pertumbuhan potong rambut Madura bagai cendawan di musim hujan, baik di perkotaan maupun di desa, karena harga berani bersaing dengan potong rambut lainnya.

"Potong rambut di sini nyaman, modelnya sesuai keinginan saya, bahkan bisa menampilkan gradasi dan galer," ujar Bambang, mahasiswa yang tinggal di Sleman, usai pangkas di potong rambut Madura, timur perempatan pasar Cebongan.

Duo Baber Shop: Laki harus rapi/Foto: Hermard
Duo Baber Shop: Laki harus rapi/Foto: Hermard
Sayangnya, sekitar dua tahun kemudian muncul baber shop-antara lain Twin Monkey Barber & Men Stuff, Brother Barbershop, Arfa Barbershop Palagan, BarberKing Barbershop Jogja -- yang menandingi keberadaan potong rambut Madura. 

Barber shop menempati ruangan cukup luas, dilengkapi pendingin udara, free Wifi, interior menarik, hair clipper cordless (tanpa kabel) plus peralatan potong canggih lainnya, sehingga dapat mengerjakan berbagai model sesuai keinginan pelanggan: undercut, low fade, buzz cut, mohawk, dan lainnya.

Warung Madura 24 jam/Foto: Hermard
Warung Madura 24 jam/Foto: Hermard
Belakangan ini keberadaan orang Madura dapat ditandai dengan warung kelontong yang buka dua puluh empat jam. Biasanya di bagian depan ada tulisan nama toko disertai keterangan warung Madura, buka 24 jam. 

Di sekitar tempat tinggal saya ada tiga warung Madura. Ketiga warung itu menjual keperluan sehari-hari, dari minuman galon, mie instan, beras, minyak, rokok, snack, sampai bensin eceran.

"Warung Madura sangat membantu, terlebih kalau memerlukan apa-apa malam hari. Beda dengan warung modern, palingan jam sembilanan sudah tutup. Meskipun tak semua warung Madura harganya lebih murah dibandingkan warung biasa," ungkap Margi, warga Randugowang, Ngaglik, Sleman.

Teman lain bercerita soal keunikan warung Madura. Biasanya yang buka warung Madura berasal dari Sumenep. Penjaganya kerap bertelepon ria saat melayani pembeli. 

Terkadang mereka hanya melihat sepintas wajah pembeli, kemudian melayani sambil terus berbicara, entah dengan siapa di seberang sana, "Dek remah kaber tretan? La tedung kabbi lah? Moge e berrik sehat bik Pengeran Gusti Allah... "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun