Banyak persoalan yang muncul di sekitar kegiatan pembacaan puisi. Ada istilah dramatisasi/teaterikalisasi puisi, deklamasi, dan pembacaan puisi itu sendiri. Lalu apa yang membedakan ketiganya? Simak penjelasan berikut ini.
Apa pengertian dramatisasi?
Dramatisasi/teaterikalisasi merupakan upaya membuat  suatu peristiwa (dalam puisi)  menjadi mengharukan atau mengesankan. Dalam KBBI dijelaskan juga dramatisasi adalah penyesuaian cerita untuk pendramaan, atau pembacaan puisi atau prosa secara drama.
Benarkah semua puisi bisa didramatisasikan?
Tidak semua puisi bisa didramatisasikan. Pada umumnya pembacaan secara dramatisasi dilekatkan pada puisi-puisi naratif atau puisi balada. Puisi-puisi bercerita. Ada tokoh yang harus dilakonkan, memiliki alur, mempunyai latar tempat/waktu, dan ada tragedi.
Bagaimana cara mudah menandai  puisi-puisi yang bisa didramatisasikan?
Ciri termudah, Â puisi umumnya terdiri atas beberapa halaman (puisi panjang), biasanya dua sampai lima halaman, sehingga tidak mungkin dibacakan seorang diri. Sebagai contoh misalnya puisi "Balada Sumilah", "Nyanyian Angsa", "Rick dari Corona" (Rendra), "Pada Suatu Malam" (Sapardi Djoko Damono), dan "Jante Arkidam" (Ajip Rosidi).
Apakah dengan demikian puisi pendek tidak dapat didramatisasikan?
Bisa jadi puisi pendek pun dapat didramatisasikan. Syaratnya, puisi tersebut memiliki tokoh dan pembacaannya didukung dengan penguatan latar, sound effect, musik, Â dan unsur dramatik lainnya.Â
Sebagai contoh puisi "Aku" (Chairil Anwar). Meskipun puisi itu hanya satu halaman, tetap bisa didramatisasikan karena memiliki tokoh (aku naratif).Â
Mungkin saja di atas panggung tokoh aku digambarkan sedang  berjuang menyelamatkan diri dari peperangan, merangkak menghindari peluru musuh. Sound effect dan musik serta lighting dimanfaatkan untuk menggambarkan situasi sengitnya peperangan yang berakhir pada kemenangan tokoh aku. Perlu dicatat, jarang sekali puisi pendek  didramatisasikan dengan baik.