Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Cerita dari Menoreh: Kotak Nogo sampai Lengger Kalirejo

9 Agustus 2023   09:43 Diperbarui: 9 Agustus 2023   19:01 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Story Telling/Foto: Hermard


Buku ini kaya informasi. Itu disampaikan melalui kolaborasi antara kata, foto, gambar, ilustrasi grafis, peta, warna dan tata letak, serta kiat-kiat lain yang dirancang dengan elok sehingga komunikatif, menyejukkan hati. 

Paparan tentang potensi kultural, kepariwisataan dan ekonomi sebagian dari pegunungan Menoreh sisi utara terhidangkan secara hidup. Penulis mendasarkan karya mereka pada pengalaman pribadi dan pengamatan nyata di lapangan. Maka pembaca pun seperti dibujuk  ikut mengalami, datang sendiri, berinteraksi langsung dengan lingkungan alam, budaya, dan insan setempat yang ramah, hangat, ulet, serta kaya daya cipta, hikayat dan cerita. (Landung Simatupang)

Buku "Kisah-kisah dari Pegunungan Menoreh Utara" dikerjakan oleh Welut Art Projects, melibatkan Aisyah Hilal (Pimpinan Project), Transpiosa Riomandha (Peneliti, Penulis), Muhammad Abe (Peneliti, Penulis), Dwi Oblo (Fotografer), Taufiq Nur Rachman (Editor), Prihatmoko 'Moki' Catur (Ilustrator), Anang Saptoto (Desain dan Tata Letak), Kurnia Fahmy Ilmawan (Kartografer)  dan  diterbitkan Badan Otorita Borobudur (2022).

Karya ini  merupakan hasil dari serangkaian perjalanan, perjumpaan, dan pengalaman tim penulis  mengeksplorasi wilayah pegunungan Menoreh sisi utara. Berisi kumpulan kisah dari lima desa di provinsi Jawa Tengah:   desa Kalirejo, Ngadirejo, Ngargoretno (Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang), desa Ngadiharjo (Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang), dan desa Jati (Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo). 

Story telling rakyat dari kelima desa itu berkaitan dengan cerita menarik mengenai  petilasan, kesenian, tradisi, daya hidup, dan kisah  Pangeran Diponegoro. Mitos dan legenda kelima desa tersebut masih terpelihara serta disampaikan turun-temurun.

Tampaknya, Welut Art Project meyakini  bahwa tradisi lisan merupakan sumber ilmu pengetahuan, dapat dijadikan  tonggak awal dalam penelusuran atau merekonstruksi peristiwa sejarah. 

Dalam tradisi lisan, maka penyampaian cerita dilakukan dari mulut ke mulut, terdapat beberapa versi cerita, tidak diketahui sumber aslinya; dan semua ini disadari oleh para penulis. 

Sebagai bentuk pertanggungjawaban  penulis buku  terhadap "kesahihan" cerita, selalu disebutkan narasumber dari mana cerita diperoleh. Jika menjelaskan  asal-usul suatu tempat,   disertakan bukti berupa foto benda atau ilustrasi  artefak.  

Pembaca dibawa larut ke sendang Asmoro dan mata air lain yang berada di desa Ngadiharjo, yaitu sendang Beji, tepatnya di dusun Karang Kalangan. Mbah Paimo menyebut sumber ini sebagai sendang dengan tuah kawijayan. Airnya diyakini dapat membuat seseorang digdaya dan menambah kekuatan lahir batin, serta meningkatkan kewibawaan.

Air sendang Beji sering digunakan memandikan merpati atau ayam jago yang akan diadu.

Di wilayah Ngadiharjo terbentang area persawahan  berkelok-kelok seperti tubuh naga. Masyarakat setempat mengenal kawasan  ini dengan sebutan Kotak Nogo. Letaknya di sebelah utara dusun Kedok hingga dusun Saji,  berdekatan dengan Sungai Sileng. Lokasi ini kerap disebut juga dengan nama Jembangan, merujuk pada jambangan, yakni peralatan dapur terbuat dari gerabah untuk menyimpan air.

Kotak Nogo Diponegoro/Foto: Hermard (sumber buku KKDPMU
Kotak Nogo Diponegoro/Foto: Hermard (sumber buku KKDPMU
Kotak Nogo mempunyai keterkaitan dengan cerita tutur mengenai Pangeran Diponegoro. Mbah Paimo-sesepuh Desa Ngadiharjo berkisah, Kotak Nogo menjadi lokasi unjuk kesaktian Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah Belanda yang mengejar pangeran dan pasukannya ketika mendekati pegunungan Menoreh.

"Teng Kotak Nogo niku, Londo do masang sentiling, bom! Kagem njebak pasukane Diponegoro-di kotak Nogo tersebut, Belanda  memasang ranjau bom yang siap melukai dan menewaskan pasukan Diponegoro- yang hendak melintasi Sungai Sileng menuju arah Magelang," papar Mbah Paimo.

Cerita lain didapatkan dari Mbah Jamal, juru kunci makam Raden Aji/Mbah Raden Raji. Kebetulan makam itu terletak di bukit di belakang rumah Mbah Jamal. Raden Raji diyakini sebagai leluhur wilayah Kalipucung Kulon. Menurut cerita Mbah Jamal, Raden Raji adalah salah satu punggawa Keraton Yogyakarta, yang juga pengikut Pangeran Diponegoro.

Lengger Kalirejo/Foto: Hermard (sumber buku KKDPMU)
Lengger Kalirejo/Foto: Hermard (sumber buku KKDPMU)
Mbah Jamal merupakan tetua desa sekaligus penggerak kesenian Lengger. Ia menunjukkan beberapa topeng dan instrumen musik yang digunakan dalam pementasan. 

Diperoleh cerita, meskipun lengger dimainkan oleh lelaki, rata-rata bekerja sebagai petani atau peladang di desanya, peran perempuan tetap dimainkan secara alus sehingga tampak meyakinkan.

Pada tahun 1990-an seni lengger  surut dan sempat hilang. Mbah Jamal memunculkannya kembali dalam beberapa tahun terakhir. 

Pada masa mudanya Mbah Jamal turut bermain lengger. Surutnya kesenian Lengger di Kalirejo disebabkan  banyaknya topeng lengger yang dijual ke kolektor. Rata-rata topeng kayu tersebut berusia lebih dari 100 tahun dan sudah turun-temurun digunakan. Ketika set topeng lengger terjual, maka kesenian Lengger  surut karena tidak ada topeng pengganti.

Dalam mewujudkan buku berisi story telling masyarakat pegunungan Menoreh, tentu memerlukan nyali-seperti diceritakan tim penyusun. Pertama, sumber cerita berasal dari penuturan tetua yang diasumsikan menguasai cerita turun-temurun. Kedua, tempat kediaman beberapa tetua berada di lokasi menantang: di pucuk gunung dengan medan curam, naik turun, dan tak bisa dilalui motor. 

Meskipun begitu, buku tiga ratus halaman lebih yang terbagi dalam enam bagian ini berhasil diwujudkan. Keenam bagian itu: (1) Kisah Pangeran Diponegoro di Pegunungan Menoreh, (2)  Desa Ngadiharjo: Gerbang Menoreh di Sebelah  Barat Kawasan Cagar Budaya Nasional, (3) Desa Ngadirejo:  Tempat Para Wali Bersemayam, (4) Desa Kalirejo: Cerminan Kerja Keras dan Kemandirian Hidup, (5) Desa Ngargoretno: Gunung Emas di Sisi Utara Pegunungan Menoreh, dan (6) Desa Jati: Desa yang Tumbuh dari Hutan di Kaki Menoreh. Masing-masing bagian memiliki keunikan cerita rakyat/legenda yang kemudian dinarasikan ulang menjadi cerita menarik oleh tim penulis.

Upaya "merekonstruksi"  tradisi lisan ke media tulis, bukanlah pekerjaan mudah. Hal ini terjadi karena tulisan berfungsi mendaur ulang pengetahuan yang ada di dunia lisan. 

Mengalihwahanakan tradisi lisan ke tulisan bisa menjadi tidak mudah karena banyak aspek budaya, ekspresi, dan nuansa yang mungkin hilang dalam proses tersebut. Diperlukan kerja keras memilih kata-kata yang tepat guna menjaga keaslian cerita saat mentransfernya ke tulisan. 

Artinya, saat mengalihwahanakan dari tradisi lisan ke tulisan, penting untuk mempertimbangkan elemen-elemen budaya, emosi, dan nuansa yang terkandung dalam cerita. Memilih kata-kata dengan hati-hati, menjaga kekhasan gaya bahasa, dan mungkin menyertakan penjelasan tambahan, dilakukan untuk membantu pembaca yang tidak akrab dengan budaya tersebut demi menjaga keaslian cerita ke dalam bentuk tulisan.

Meskipun tidak mungkin menghindari sepenuhnya kehilangan beberapa aspek, usaha ekstra ini dapat membantu melestarikan esensi tradisi lisan. 

Dalam buku "Kisah-kisah dari Pegunungan Menoreh Utara", upaya ini setidaknya dapat dicermati dengan adanya penyertaan daftar istilah, ilustrasi pendukung, peta wilayah, dan foto dengan harapan elemen-elemen budaya, emosi, dan nuansa yang terkandung dalam tradisi lisan dapat "diterjemahkan"  sebaik mungkin kedalam tulisan. 

Seandainya pun apa yang tersaji dalam buku ini agak melenceng dari harapan pembaca,  Tim Welut Art Project  menyiasatinya dengan memberi tanda apostrof ganda pada judul buku; menandai bahwa dalam konteks tertentu buku itu bisa dimaknai sebagai sebuah obrolan-percakapan ringan dan santai, rerasan ngalor-ngidul-bukan kajian ilmiah.

Apa pun alasannya, tradisi lisan yang berhasil didokumentasikan dalam "Kisah-kisah dari Pegunungan Menoreh Utara"  merupakan upaya menuliskan sejarah.  Dalam Metodologi Sejarah (2023), Kuntowijoyo menjelaskan bahwa sama dengan dokumen dalam masyarakat yang sudah mengenal tulisan, tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Tradisi lisan, menjadi sumber penulisan bagi antropolog dan sejarawan, meskipun dalam ilmu sejarah penggunaan tradisi lisan  merupakan hal baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun