Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Syawalan Rica-rica, Rumah, dan Kenthongan

2 Mei 2023   11:13 Diperbarui: 2 Mei 2023   11:28 2447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ngobrol ngalor-ngidul/Foto: Hermard

ada ketepel dan tiga kelereng peluru
yang membutakan burung derkuku

juga sarung berdebu yang kulempar
saat mangkir ke surau
milih berburu jangkrik

atau sembunyi di bilik
di pohon jambu masih tersimpan jejak kaki
agar terbebas dari tatapan pak kyai

Agaknya,  rumah (omah) memiliki arti tersendiri dalam kehidupannya. Hal ini setidaknya terbukti dari kegigihannya mempertahankan rumah tabon yang terlihat jadul di antara rumah-rumah lainnya di Pakunden.

Rumah Tabon/Foto: Hermard
Rumah Tabon/Foto: Hermard
Krishna Mihardja,saat sampai di rumah Dedet, tak dapat menyembunyikan kekagumannya.

"Dari dulu saya membayangkan  bahwa yang namanya rumah ya seperti ini. Njawani. Ada jejak regol, pendapa, senthong, dan longkangan," ujar Krishna.

Ucapan Krishna itu bukan tanpa alasan. Pada tahun 2021 ia menulis dan menerbitkan novel Jawa berjudul Omah dengan ketebalan seribu halaman lebih-sepengetahuan saya, ini merupakan rekor ketebalan novel Jawa. Jadi ia tahu persis mengenai rumah Jawa yang sesungguhnya.

Omah Krishna Mihardja/Foto: dokpri Hermard
Omah Krishna Mihardja/Foto: dokpri Hermard
Dedet Setiadi kemudian menjelaskan jika rumah yang ditempatinya merupakan rumah tabon (peninggalan orang  tua). Dulunya sekaligus difungsikan sebagai kantor kelurahan. Maklum ayahnya adalah seorang lurah  di Pakunden pada tahun 1940-an. 

Jadi di halaman depan aslinya ada pendapa berupa joglo terbuka, digunakan jika  ada rapat, pertemuan, dan latihan kesenian. Tetapi karena joglo termakan usia dan ayahnya tidak lagi menjabat sebagai lurah, maka akhirnya joglo tidak mampu dipertahankan.

Lawasan di dalem/Foto: Hermard
Lawasan di dalem/Foto: Hermard
"Semula niat saya memakai dalem (bagian rumah jawa setelah pringgitan) dan senthong untuk tempat tinggal. Tapi kok batin tidak kuat. Ada perasaan kurang nyaman yang terus menghantui. Akhirnya saya memutuskan membangun rumah di bagian belakang (pawon) dan dalem ini  hanya digunakan untuk menerima tamu seperti sekarang ini," jelas Dedet.

Saat membongkar beberapa bagian tembok dalem,  Dedet menemukan keris, tombak, dan benda lainnya. Mungkin ini cara orang tua dulu menyimpan pusaka,  memasukannya ke dalam tembok rumah, biar aman dan tak terjamah, kenang Dedet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun