Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Syawalan Rica-rica, Rumah, dan Kenthongan

2 Mei 2023   11:13 Diperbarui: 2 Mei 2023   11:28 2447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Omah Krishna Mihardja/Foto: dokpri Hermard

Ons Utoro, komandan Sastra Bulan Purnama, selalu tidak kehilangan cara  dan akal mengumpulkan para praktisi seni-sastra guna bersilaturahmi, ngobrol ngalor-ngidul.

Lewat pesan WhatsApp, lelaki humble ini mengirimkan pesan ke Bey Saptomo (praktisi kethoprak, penulis), Krishna Mihardja (sastrawan Jawa), Yuli Purwati (kreator digital), Dhanu Priyo Prabowo (pengamat sastra Jawa),  Agus Suprihono (ketua karawitan Arumsari), dan Hendro (fotografer).

"Hari ini, Minggu (30/4/2023), jam 16.30 diajak syawalan rica-rica di rumah Dedet Setiadi. Ketemu di sana ya."

Dedet Setiadi yang dimaksud adalah penyair (sastrawan) kelahiran Magelang, 12 Juli 1963, lulusan Universitas Sebelas Maret yang telah malang-melintang berkesastraan  di Jawa Tengah.  

Antologi yang memuat puisinya antara lain Puisi Indonesia 87 (DKJ), Konstruksi Roh ( UNS 1984), Vibrasi Tiga Penyair ( Tiwikrama, 1996 ), Jentera Terkasa (Forum Sastera Surakarta-TBJT,1998), Rekontruksi Jejak (TBJT,2011 ), Equator ( Yayasan Cempaka Kencana Yogyakarta, 2011), Requim bagi Rocker ( Taman Budaya Jawa Tengah --Forum Sastera Surakarta, 2012 ), Antologi Penyair Indonesia dari Negeri Poci 4 Negeri Abal-Abal (2013), dan Apokalipsa Kata (2021).

Suasana desa Candi-Pakunden/Foto: Hermard
Suasana desa Candi-Pakunden/Foto: Hermard
Rumahnya terletak di desa Candi, Pakunden, Ngluwar-daerah perbatasan  Magelang (Jawa Tengah) dan Sleman (Yogyakarta). Pengalaman hidup di desa, dengan lingkungan masyarakat agraris Jawa, selalu terabstraksikan dalam puisi-puisinya.

Rumah Ibu

Rumah Ibu
tiangnya tak pernah kropos
tegak menyangga kenangan

centong kayu, centhing bambu
tabah menunggu matang beras di tungku

teko dan cangkir di meja kayu
menatapku setajam aroma teh pahit ibu

dari jendela separuh pintu
ke sumur belakang aku mencari-cari wajahku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun