Seorang aktor seharusnya memberi tafsir kreatif dari bahan baku berupa teks skenario sehingga ada identitas personal yang sesungguhnya merupakan hasil pencarian panjang dari tugas-tugas keaktoran. Kalau proses kreatif ini distigma sebagai "stereotip," ya tetap saya syukuri atau dalam terminologi Pak Jokowi, "Aku rapopo" (Kompas, 23 Juni 2015).
Pada tahun 2011, bersama Agus Noor dan Djaduk Ferianto, Butet menggagas program Indonesia Kita, sebuah forum pergelaran seni untuk meyakini kembali proses keindonesiaan melalui jalan kesenian dan kebudayaan. Program ini dirancang untuk menjadi sebuah forum di mana isu-isu kreatif seperti status Yogya dan pluralisme Indonesia dapat diperdebatkan melalui karya seni.Â
Beberapa judul pertunjukan dalam serial Indonesia Kita, di antaranya "Laskar Dagelan" (Maret 2011), "Beta Maluku" (Mei 2011), "Kartolo Mbalelo" (Juli 2011), "Mak Jogi" (Juli 2011), dan "Kutukan Kudungga" (Oktober 2011).
Mendapat penghargaan sebagai Tokoh Seni dari PWI Yogya dan Penghargaan Seni dari Pemda DIY. Pada tahun 1996, Butet mendirikan Galang Communication, sebuah institusi periklanan dan studio grafis, yang kemudian diikuti dengan mendirikan Yayasan Galang yang bergerak dalam pelayanan kampanye publik untuk masalah-masalah kesehatan reproduksi berperspektif gender.Â
Butet dipercaya sebagai Ketua Yayasan Bagong Kussudiardja. Ia bertempat tinggal di Jalan Bibis Raya, Gang Nusa Indah 189, Padepokan Seni Bagong K., Desa Kembaran Tamantirto, Kasihan Bantul, Yogyakarta 55183. Â (Herry Mardianto & Latief S. Nugraha)
Rujukan: Orang-orang Panggung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H