Diperlukan hubungan "mesra" antara penerbit, pengarang, dan pembaca agar keberlangsungan penerbitan surat kabar/majalah dapat berjalan dengan baik.
Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern menyatakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk  melek huruf  bisa ditandai dari oplah surat kabar  yang meningkat.Â
Tahun 1950 tercatat 500.000 eksemplar  oplah surat kabar di Indonesia. Pada tahun 1956 menjadi di atas 933.000 eksemplar. Artinya ada kenaikan hampir dua kali lipat. Sementara oplah majalah meningkat tiga kali lipat menjadi di atas 3,3 juta eksemplar dalam kurun waktu yang sama.
Tulisan ini bermaksud mengetahui keberadaan majalah-majalah  atau surat kabar yang terbit di Yogyakarta pada tahun 1950-an, siapa pengarang dan pembaca yang terlibat dalam mempertahankan keberadaan majalah atau surat kabar  dan bagaimana pengarang dapat hadir dalam majalah atau surat kabar.
Pengamatan  ini berpijak dari gagasan bahwa karya sastra hadir karena adanya jaringan yang melibatkan pengarang (pencipta karya sastra), penerbit (sebagai pengayom dan berfungsi menyebarluaskan karya sastra lewat koran/majalah), serta pembaca (penanggap).
Seperti diketahui, pada awal tahun 1950-an di Yogyakarta mulai bermunculan surat kabar/majalah, yaitu majalah Budaya, Seriosa, Basis, Suara Muhammadijah, Pusara, dan  Gadjah Mada; meskipun tidak semuanya memuat karya sastra.
Hal ini terjadi karena sejak awal kemerdekaan, Yogyakarta berupaya mengembangkan diri menjadi salah satu kota budaya karena memiliki tradisi budaya kerajaan yang  kuat. Â
Di samping itu bermunculan perguruan tinggi yang mendukung pengembangan sastra dan budaya.
Beberapa perguruan tinggi tersebut menerbitkan media komunikasi, antara lain Universitas Gadjah Mada menerbitkan majalah Gadjah Mada (GAMA) dan Tamansiswa menerbitkan majalah Pusara.Â
Kehadiran berbagai majalah dan surat kabar mampu memberi sumbangan  cukup besar bagi perkembangan sastra di Yogyakarta. Â
Dari segi kualitas, beberapa pengarang cerpen yang berproses kreatif di Yogyakarta menunjukkan kelebihan sebagai sosok  mumpuni. Â