Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Permainan Layang-Layang Masa Lalu

1 Maret 2023   22:14 Diperbarui: 4 Maret 2023   00:11 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak ada layang-layang di ranting senja/Foto: Hermard

Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin memainkannya. Sementara terikat pada benang panjang, ia tak boleh diam -- menggeleng ke kiri ke kanan, menukik, menyambar, atau menghindar dari layang-layang lain (penggalan puisi "Layang-layang" Sapardi Djoko Damono)

Anak-anak usia sekolah dasar pada tahun 1970-an tentu akrab dengan permainan layangan, petak umpet, sepak bola plastik, kelereng (gundi), gobaksodor (asinan), egrang (tengkak), gasing, maklum saat itu teknologi belum berkembang seperti saat ini.

Tak ada layang-layang di ranting senja/Foto: Hermard
Tak ada layang-layang di ranting senja/Foto: Hermard

Kami yang menetap di pedalaman, kampung nelayan Kuala Tungkal, Jambi, hidup dalam keterbatasan. Belum ada televisi berwarna. Listrik dinyalakan secara bergantian. Ke mana-mana jalan kaki, naik perahu, atau naik becak karena tidak ada motor.

Jika musim layangan tiba, kami beramai-ramai mencari bambu, membeli kertas minyak, membuat lem kanji untuk membuat layangan. Sebagian layangan kami simpan untuk diterbangkan/dimainkan sendiri. Sebagian lainnya dititipkan ke warung tetangga untuk dijual.

Masa kanak-kanak selalu menyenangkan/Foto: Hermard
Masa kanak-kanak selalu menyenangkan/Foto: Hermard

Musim layangan merupakan kesenangan tersendiri karena merupakan musim pertarungan ketangkasan mengadu layangan di udara, kecepatan lari di darat untuk mendapatkan layangan putus, di samping beradu kecerdikan membuat "ramuan" agar benang gelasan menjadi paling tajam. Dulu, benang gelasan harus membuat sendiri.

Ketajaman benang gelasan merupakan salah satu upaya dalam memenangkan adu layangan, di samping teknik bermain layangan dengan mempertimbangkan kecepatan angin, kekencangan benang, dan pengendalian layangan. 

Tumbukan kaca halus, amril, putih telur, kesumba, air, lem kayu, merupakan bahan utama membuat ramuan gelasan. Semua dijadikan satu di dalam wadah kaleng dan direbus sebentar. 

Waktu terbaik menggelas benang saat panas sinar matahari menyengat. Menggelas benang dilakukan di tempat terbuka agar bisa menjemur benang basah yang direntangkan mengelilingi dua pancang tiang. 

Anak-anak gunung/Foto: Hermard
Anak-anak gunung/Foto: Hermard

Satu atau dua kelos benang (cap kuda terbang yang dianggap terbaik) dimasukkan ke kaleng berrisi ramuan gelasan. Ukuran kaleng agak besar agar tangan bisa menjangkau remukan kaca dan diletakkan dalam genggaman.

Menggelas dimulai dengan mengikatkan ujung benang ke sebuah tiang. Kelosan benang dimasukkan ke dalam kaleng dan benang diulur sambil berjalan mundur mencapai tiang pancang di seberang yang berjarak tiga sampai lima meteran.

Gelasan baru selesai jika benang sudah habis mengelilingi dua tiang rentangan. Benang dibiarkan sampai semua kering dan digulung ke kaleng susu atau kaleng besar lainnya.

Tak ada layangan di sini/Foto: Hermard
Tak ada layangan di sini/Foto: Hermard

Anak-anak Candi tanpa layangan/Foto: Hermard
Anak-anak Candi tanpa layangan/Foto: Hermard

Layangan yang diterbangkan dengan benang gelasan tabu mendekati atau menyerang layangan dendang---layangan besar dengan badan dilengkapi karet kolor tipis---dan mengeluarkan suara dengungan di udara. 

Layangan ini biasanya dinaikkan/ditarik menggunakan benang besar, senar pancing, atau benang nilon. Di penghujung tali teraju (tali goci) ada yang dibuat semacam benang simpul cukup besar, berfungsi menahan jepitan tumpukan sobekan kertas kecil-kecil yang dikirim dari pemain layangan. 

Sesampainya "jepitan" di simpul benang, otomatis sobekan kertas akan terlepas dan terbang menghiasi udara.

Larangan lainnya bagi layangan benang gelasan adalah menyerang layangan hias---layangan biasa diberi hiasan buntut panjang dan rubai semacam anting-anting di sisi kanan dan kiri layangan. 

Kehadiran layangan dendang maupun layangan hias sebagai pertanda bahwa musim layangan akan berakhir. Biasanya, pemain layangan benang gelasan juga akan meramaikan akhir musim layangan dengan beralih memainkan layangan hias.

Sebenarnya tidak ada peraturan tertulis mengenai larangan menyerang layangan dendang maupun layangan hias. Tetapi semua pemain layangan gelasan akan menjauhi dan milih bermain di tempat lain tanpa mengganggu ketenangan layangan dendang/hias yang tengah terbang tenang di udara. 

Biasanya layangan hias diterbangkan orang dewasa untuk menghibur anak-anak mereka. Atau mengajari anak-anak bermain layangan.

Bagaimana, sudah siap tarik ulur benang menerbangkan layangan? (Herry Mardianto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun