Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin memainkannya. Sementara terikat pada benang panjang, ia tak boleh diam -- menggeleng ke kiri ke kanan, menukik, menyambar, atau menghindar dari layang-layang lain (penggalan puisi "Layang-layang" Sapardi Djoko Damono)
Anak-anak usia sekolah dasar pada tahun 1970-an tentu akrab dengan permainan layangan, petak umpet, sepak bola plastik, kelereng (gundi), gobaksodor (asinan), egrang (tengkak), gasing, maklum saat itu teknologi belum berkembang seperti saat ini.
Kami yang menetap di pedalaman, kampung nelayan Kuala Tungkal, Jambi, hidup dalam keterbatasan. Belum ada televisi berwarna. Listrik dinyalakan secara bergantian. Ke mana-mana jalan kaki, naik perahu, atau naik becak karena tidak ada motor.
Jika musim layangan tiba, kami beramai-ramai mencari bambu, membeli kertas minyak, membuat lem kanji untuk membuat layangan. Sebagian layangan kami simpan untuk diterbangkan/dimainkan sendiri. Sebagian lainnya dititipkan ke warung tetangga untuk dijual.
Musim layangan merupakan kesenangan tersendiri karena merupakan musim pertarungan ketangkasan mengadu layangan di udara, kecepatan lari di darat untuk mendapatkan layangan putus, di samping beradu kecerdikan membuat "ramuan" agar benang gelasan menjadi paling tajam. Dulu, benang gelasan harus membuat sendiri.
Ketajaman benang gelasan merupakan salah satu upaya dalam memenangkan adu layangan, di samping teknik bermain layangan dengan mempertimbangkan kecepatan angin, kekencangan benang, dan pengendalian layangan.Â
Tumbukan kaca halus, amril, putih telur, kesumba, air, lem kayu, merupakan bahan utama membuat ramuan gelasan. Semua dijadikan satu di dalam wadah kaleng dan direbus sebentar.Â
Waktu terbaik menggelas benang saat panas sinar matahari menyengat. Menggelas benang dilakukan di tempat terbuka agar bisa menjemur benang basah yang direntangkan mengelilingi dua pancang tiang.Â
Satu atau dua kelos benang (cap kuda terbang yang dianggap terbaik) dimasukkan ke kaleng berrisi ramuan gelasan. Ukuran kaleng agak besar agar tangan bisa menjangkau remukan kaca dan diletakkan dalam genggaman.
Menggelas dimulai dengan mengikatkan ujung benang ke sebuah tiang. Kelosan benang dimasukkan ke dalam kaleng dan benang diulur sambil berjalan mundur mencapai tiang pancang di seberang yang berjarak tiga sampai lima meteran.
Gelasan baru selesai jika benang sudah habis mengelilingi dua tiang rentangan. Benang dibiarkan sampai semua kering dan digulung ke kaleng susu atau kaleng besar lainnya.
Layangan yang diterbangkan dengan benang gelasan tabu mendekati atau menyerang layangan dendang---layangan besar dengan badan dilengkapi karet kolor tipis---dan mengeluarkan suara dengungan di udara.Â
Layangan ini biasanya dinaikkan/ditarik menggunakan benang besar, senar pancing, atau benang nilon. Di penghujung tali teraju (tali goci) ada yang dibuat semacam benang simpul cukup besar, berfungsi menahan jepitan tumpukan sobekan kertas kecil-kecil yang dikirim dari pemain layangan.Â
Sesampainya "jepitan" di simpul benang, otomatis sobekan kertas akan terlepas dan terbang menghiasi udara.
Larangan lainnya bagi layangan benang gelasan adalah menyerang layangan hias---layangan biasa diberi hiasan buntut panjang dan rubai semacam anting-anting di sisi kanan dan kiri layangan.Â
Kehadiran layangan dendang maupun layangan hias sebagai pertanda bahwa musim layangan akan berakhir. Biasanya, pemain layangan benang gelasan juga akan meramaikan akhir musim layangan dengan beralih memainkan layangan hias.
Sebenarnya tidak ada peraturan tertulis mengenai larangan menyerang layangan dendang maupun layangan hias. Tetapi semua pemain layangan gelasan akan menjauhi dan milih bermain di tempat lain tanpa mengganggu ketenangan layangan dendang/hias yang tengah terbang tenang di udara.Â
Biasanya layangan hias diterbangkan orang dewasa untuk menghibur anak-anak mereka. Atau mengajari anak-anak bermain layangan.
Bagaimana, sudah siap tarik ulur benang menerbangkan layangan? (Herry Mardianto)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H