Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jembatan Kretek II dan Detak Laku Urip kang Utama

12 Februari 2023   12:19 Diperbarui: 12 Februari 2023   12:40 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati suasana/Foto: dokpri Hermard

Mengapa Yogyakarta selalu hadir sebagai magnet kerinduan? Apakah benar karena angkringan, bakmi jawa, soto, gudeg, wedang ronde, atau hal lain yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan falsafah hidup yang mudah kita temui hingga di sudut-sudut kota?

"Mas, sudah pernah melihat jembatan baru di Bantul?" tanya Mas Hadi Pratama di seberang telepon.

Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi.

"Sudah Mas. Tapi lewat Instagram. Jembatan Kretek Dua kan? Mau ke sana?" tanya saya singkat.

Tak berapa lama kemudian kami pun bersama Ibu Negara Omah Ampiran, dan Mbak Dwi Susetyowati sudah berada dalam satu mobil menuju ke arah Jembatan Kretek II. Kami sempatkan mampir ke rumah Mas Handoyo, salah satu tokoh masyarakat  di daerah Srandakan.

Jembatan Kretek II dengan panjang keseluruhan dua kilometer lebih, dibangun sebagai salah satu program strategis nasional di sisi selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Merupakan bagian dari Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). 

Jembatan itu menghubungkan dua ruas jalan Kretek-Samas dan Poncosari-Greges, membentang di atas  kali Opak, Kecamatan Kretek, Bantul, Yogyakarta. Pembangunannya menelan biaya 364 miliar rupiah. Jembatan terdiri atas empat lajur dan dua lajur.

Di atas kali Opak/Foto: Hermard
Di atas kali Opak/Foto: Hermard
"Kalau kita terus lurus, akan sampai Parangtritis. Sedangkan kalau nanti berbelok ke kanan akan menuju pantai Depok. Itu bangunan yang terihat dari sini adalah warung-warung di Depok," jelas Mas Handoyo dari atas jembatan sesaat setelah turun dari mobil. Sesekali tangannya menunjuk ke arah tertentu.

Lokasi pembangunan jembatan tersebut secara teknis memiliki keunikan tersendiri karena berada di wilayah rawan gempa. Selain itu,  estetikanya dipenuhi baluran nilai-nilai budaya Jawa.  

Konon, nilai seni yang dilekatkan pada infrastruktur publik akan menarik perhatian masyarakat luas, sehingga mereka  mempunyai rasa handarbeni (memiliki),  ikut menjaga dan memanfaatkan dengan baik.

Swafoto di jalur pendestrian/Foto: Hermard
Swafoto di jalur pendestrian/Foto: Hermard

Jembatan dengan jalur sepeda/Foto: Hermard
Jembatan dengan jalur sepeda/Foto: Hermard
"Wah jembatannya sangat bagus. Ada jalur  khusus bagi pejalan kaki berupa jalur pedestrian yang dilengkapi  barrier. Tiang listriknya sangat unik," ujar Mbak Dwi saat berjalan di atas jembatan. Beberapa kali ia berswafoto di sisi kiri jembatan.

Tugu Luku/Foto: Hermard
Tugu Luku/Foto: Hermard
Konsep perencanaan desain Jembatan Kretek II melibatkan budayawan Yogyakarta dalam mencetuskan   filosofi among tani dagang layar, mencerminkan  pengembangan wilayah pantai selatan. Ornamen jembatan disesuaikan dengan filosofi tersebut, seperti keberadaan Tugu Luku, desain lampu penerangan jalan,  railing parapet hingga art lighting yang mempercantik tampilan jembatan saat malam hari.

Desain Tugu Luku (dengan material galvalum dan kuningan)  diharapkan mampu menjadi landmark  Jembatan Kretek II sebagai ungkapan selamat datang  ke Yogyakarta dari jalur jalan lintas selatan. Luku merupakan alat bajak sawah, lambang masyarakat agraris dan budaya Jawa masyarakat Yogyakarta. 

Laku urip kang utama/Foto: Hermard
Laku urip kang utama/Foto: Hermard
Di sisi lain, kata luku merupakan singkatan dari laku urip kang utama yang bermakna proses dan jalan hidup (yang) utama". Makna  ini  sesuai dengan fungsi  Jembatan  Kretek  II yang menghubungkan dua kawasan yang sebelumnya terpisah oleh sungai Opak, yaitu wilayah Tirtohanggo dengan Parangtritis. 

Artinya, keberadaan jembatan tersebut membuat proses kehidupan dapat berlangsung lebih lancar dan nyaman.

Menikmati suasana/Foto: dokpri Hermard
Menikmati suasana/Foto: dokpri Hermard
Estetika simbolis Jembatan Kretek II juga terlihat pada penerangan jalan umum, didesain menyerupai tanaman padi siap panen, mengedepankan filosofi bagaikan padi,semakin masak  semakin  merunduk--mencerminkan makna agar manusia tidak bersikap angkuh. Manusia sebaiknya rendah hati, seperti padi yang semakin berisi semakin merunduk.  

Burung Kuntul/Foto: Hermard
Burung Kuntul/Foto: Hermard
Desain railing parapet Jembatan Kretek II berupa ornamen burung Kuntul,  stilisasi  penggambaran sawah beserta burung Kuntul. Ornamen  ini merupakan kesatuan simbolisasi  budaya agraris sebagaimana simbol luku  pada tiang jembatan.

Di beberapa bagian jembatan ditambahkan desain art light dengan pemanfaatan   lampu   LED   sehingga pada malam hari, tampilan jembatan menjadi lebih menawan sebagai ikon baru kota Bantul.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun