pembacaan puisi merupakan seni pengucapan (spreekunzt).
Mencipta dan membaca puisi merupakan dua hal berdekatan karena  sama-sama berolah seni. Mencipta puisi merupakan seni memilih kata (diksi), sedangkanSebelum melakukan pembacaan yang baik, puisi harus diapresiasi agar tidak terjadi kesalahan dalam pemaknaan kata dan pembacaan keseluruhan puisi.Â
Pembacaan puisi dilakukan dengan cara berbeda-beda. Dalam perlombaan, pembacaan puisi dilakukan dengan mematuhi rentetan peraturan, antara lain pembacaan tidak boleh menggunakan pelantang, tidak boleh diiringi musik, sound effect.
Hal ini bertolak belakang dari pembacaan puisi di atas panggung, dilakukan dengan pemanfaatan pelantang/sound system agar bisa didengar audience. Untuk mendapatkan efek tertentu, pembacaan boleh memanfaatkan iringan musik, sound effect, lighting, kostum, tata panggung, dan make up. Hal ini terjadi karena pembaca di atas panggung menjelma menjadi seorang aktor, harus menguasi sisi keaktoran.
sastra) lewat pencitraan melalui dimensi audio. Hal ini berbeda dengan seting dan lighting yang memberi dukungan  pencitraan melalui dimensi visual.
Dalam pembacaan puisi di atas panggung, maka musik dan bunyi (sound effect)  diupayakan dapat memperkuat ekspresi pembacaan (menghidupkan teksTata rias (makeup) berfungsi  untuk mengimbagi efek lighting, di samping memberi dukungan terhadap penciptaan suasana pembacaan. Sedangkan pakaian (kostum)  yang dikenakan pembaca diarahkan mampu menciptakan suasana dan mendukung  terciptakan interaksi emosi dan batin pembaca dengan audience.
Di sisi lain, setting panggung dipahami sebagai area atau panggung (stage) tempat pelaksanaan pembacaan (ekspresif) dilakukan. Arena pembacaan tersebut  ditangani dengan serius agar upaya "menghidupkan" teks sastra dapat berjalan dengan baik.Â
Dengan demikian, seting yang baik diwujudkan dengan terlebih dahulu mengadakan apresiasi terhadap karya sastra yang akan dipentaskan. Apa yang ada di dalam teks harus mampu diterjemahkan ke dalam bentuk visual berupa penataan panggung.
Pembacaan di studio radio umumnya dengan menggunakan pelantang dan iringan musik/sound effect. Hal ini dilakukan agar pendengar tergugah dengan puisi yang dibacakan. Pembacaan puisi lewat radio memiliki tantangan tersendiri karena pendengar tidak melihat pembacanya. Pendengar hanya menghayati pengucapan dan bunyi-bunyi yang diperdengarkan.
Baik pembacaan puisi untuk lomba, Â di atas panggung, maupun di studio radio; semuanya harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan unsur vokalisasi.Â
Vokal bukan sekadar suara atau bunyi-bunyi yang kita dengar sehari-hari. Vokal berkaitan dengan suara sebagai perangkat ekspresi seorang pembaca. Ia menjadi "alat" penyampaian ide atau gagasan pengarang yang dapat "dibentuk" dan "dimainkan" agar tercapai harmonisasi pembacaan karya sastra.Â