Sebagai bagian dari PPRK, Mataramse Vereniging voor Radio Omroep (embrio berdirinya RRI Nusantara II) yang berpusat di Yogyakarta mengemban misi di atas dengan menyiarkan pelajaran tari serimpi dan pelajaran wayang orang dari keraton pada setiap hari Jumat.Â
Pengedepanan kesenian dari keraton tersebut dapat dipahami karena sejarah perkembangan MAVRO tidak terlepas dari keterlibatan para bangsawan Yogyakarta, baik dari Kasultanan maupun Pakualaman. Meskipun didukung kelompok eksekutif, MAVRO Â tetap berorientasi kebangsaan.Â
Melalui siaran-siarannya MAVRO menggelorakan semangat ketimuran yang diwujudkan dalam program siaran melalui siaran-siaran kebudayaan Jawa. Di Jawa Tengah pun, para bangsawan memegang peranan penting dalam pendirian pemancar radio dan perencanaan siaran radio.Â
Sebelum NIROM memulai siarannya secara resmi, di Surakarta muncul pemancar radio ketimuran, yaitu PK 2 MN. Pemancar ini diusahakan oleh perkumpulan "Javaanse Kunstkring Mardi Raras Mangkunegaran", merupakan hadiah dari Mangkunegara VII yang dikenal sebagai ahli dan penggemar seni budaya Jawa serta sangat fanatik dengan "Javaanse Kunstkring Mardi Raras Mangkunegaran". Oleh karena itu, siaran pemancar PK 2 MN didominasi oleh siaran gamelan Jawa dari perkumpulan "Javaanse Kunstkring", di samping kethoprak dan wayang kulit dari Taman Balekambang Manahan (Partini-tuin).
/2/
Setelah berubah wujud dari MAVRO menjadi RRI Nusantara II Yogyakarta, siaran kesenian dengan menggunakan bahasa daerah (Jawa) terus dilakukan. Bahkan ketika media massa lainnya terseret ke dalam arus industrialisasi, RRI Yogyakarta tetap konsisten dengan sejumlah program siaran yang bersifat pelestarian dan pengembangan seni dan budaya Jawa.
Sandiwara radio berbahasa daerah (Jawa) [SRD] di RRI Nusantara II mulai disiarkan tahun l965 dengan frekuensi 2 (dua) minggu sekali. Pada tahun 1966 frekuensinya menjadi seminggu sekali. Sejak pertama kali mengudara, SRD di RRI Nusantara II Yogyakarta sudah menggunakan nama grup "Keluarga Yogya".
Acara sandiwara daerah berbahasa Jawa disiarkan juga oleh Radio Retjo Buntung (RB), naskah yang disiarkan merupakan hasil adaptasi dari buku-buku cerita berbahasa Jawa. Selama masa penyiaran cerita yang berupa hasil adaptasi, cerita berjudul "Ngulandara" (yang juga sukses di acara pembacaan buku) merupakan lakon yang paling banyak diminati pendengar. Selain itu jenis cerita mistik pun banyak mendapat tanggapan.Â
Sejak awal penyelenggaraannya, durasi siaran sandiwara bahasa Jawa di radio RB adalah 40 menit dan  setiap cerita disiarkan dua kali dalam seminggu, yaitu hari Kamis pukul 19.15--19.55 WIB dan diulang pada hari Sabtu pukul 14.15--14.55.Â
Dari aspek pernaskahan mulai ada perubahan drastis sejak diberlakukannya Undang-Undang Hak Cipta tahun l982. Pihak manajemen menggariskan bahwa untuk menghindari adanya tuntutan hak cipta dari penulis cerita asli (buku) maka cerita yang ditampilkan dalam sandiwara bahasa Jawa harus cerita asli; pengadaptasian dari buku tidak diperkenankan lagi.Â
Beberapa naskah karya Bondan Nusantara yang sempat ditayangkan adalah "Rajapati" (5 seri), "Wewadine Angka 12" (6 seri--terilhami oleh Pembunuhan di Kereta Api Biru karya Agatha Christie), "Lurah" (1 seri), dan "Kusir Dokar".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H