Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gudeg Djuminten, Pionir Gudeg Yogya

21 Januari 2023   15:27 Diperbarui: 21 Januari 2023   15:35 1742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gudeg B. Djuminten/Foto: Hermard

Menurut salah seorang pengelola, waktu memasak gudeg sangat lama, sehingga  proses memasak gudeg  Djuminten dilakukan tiga hari sekali dalam gentong besar berkapasitas satu kuintal dengan memasukkan dua puluh ekor ayam sekaligus.

Suasana nyaman nan klasik/Foto: Hermard
Suasana nyaman nan klasik/Foto: Hermard

"Ini jelajah kuliner yang sangat berkesan. Menikmati gudeg enak di tempat klasik, unik, nyaman, diakhiri dengan minuman es beras kencur," tutur Sofia.

Gudeg Jogja sebenarnya memiliki dua varian berbeda, yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Masing-masing memiliki penggemarnya sendiri-sendiri. 

Gudeg basah penyajiannya dilengkapi dengan sayur, daun singkong, dan sambal krecek pedas, sedangkan gudeg kering disajikan dengan dilengkapi sambal goreng krecek  tidak berkuah, areh, dan cabe rawit rebus.

Bagi yang tidak tahu dari mana perjalanan gudeg Yogya dimulai hingga mengepung di setiap penjuru kota Yogyakarta, maka perlu dijelaskan bahwa perkembangan gudeg di Yogja dimulai dari kampung Karangasem,  wilayah perkampungan yang terletak di sebelah utara gedung pusat UGM, tepatnya di utara Selokan Mataram. 

Pendapat tersebut didukung  kenyataan bahwa pada tahun 1960-an di wilayah tersebut terdapat banyak pohon gori (nangka) yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gudeg. 

Bukti lainnya adalah masih banyaknya pedagang gudeg di wilayah itu, setidaknya banyak di antara mereka berasal dari Karangasem, Barek. Sebut saja misalnya Gudeg Bu Achmad, Yu Djum, Ginuk, Bu Narni, Bu Marto, dan Bu Sri.  Kampung ini kemudian mulai berkembang di penghujung tahun 1970, banyak rumah baru didirikan, sehingga pohon-pohon banyak ditebangi, termasuk pohon nangka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun