Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Ide dan Bahasa: Titik Pijak Menciptakan Tulisan

28 November 2022   20:13 Diperbarui: 4 Desember 2022   15:30 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gagasan dalam tulisan. (sumber: pixabay.com/Alexas_Fotos)

Jika kita selesai membaca sebuah artikel, cerita pendek, naskah drama, sandiwara radio, sesungguhnya apa yang ada di balik tulisan-tulisan itu? Apa yang diungkapkan dalam artikel, cerita pendek, naskah drama, sandiwara radio tersebut?

Berangkat dari manakah seseorang dapat menuliskan suatu hal atau peristiwa tertentu?

Jawaban rentetan pertanyaan itu bisa sangat sederhana karena setiap tulisan, apa pun bentuknya, entah itu tulisan yang berangkat dari fakta (factual writing) maupun khayalan/imajinasi (imaginative writing) dengan panjang berpuluh-puluh halaman maupun tulisan hanya beberapa halaman saja selalu berangkat dari ide/buah pikiran atau gagasan.

Jadi, urusan pertama kali saat akan membuat tulisan adalah dengan ide atau buah pikiran.

Kenyataannya tidak ada satu tulisan pun yang tidak berangkat dari ide. Ide bisa didapatkan dari berbagai kemungkinan: pembacaan, pengamatan, pengalaman, pemikiran, gejolak kalbu, dan sebagainya. 

Perlu digarisbawahi bahwa seseorang yang ingin menjadi penulis harus rajin membaca "teks kehidupan", baik yang bisa dilihat maupun didengarkan. 

Bagaimana mungkin seseorang akan dapat menjadi penulis jika tidak pernah membaca referensi, menyaksikan televisi, mendengarkan radio, atau mengamati keadaan sekeliling? 

Tentu saja ketika seseorang sudah rajin "membaca teks kehidupan" tidak secara otomatis akan menjadi penulis karena kegiatan menulis memerlukan kesungguhan, motivasi, dan latihan secara terus-menerus. 

Di samping itu, seorang penulis harus memiliki daya kreatif, daya imajinatif, dan memiliki kekayaan perbendaraan kosakata. Menulis selalu memerlukan ide-ide baru, menciptakan hal-hal baru (daya kreatif) dengan membayangkan atau mengangankan bahwa kita (sebagai penulis) mampu menyelesaikan apa yang (akan) dituliskan (daya imajinatif). 

Pemaparan ide dituangkan menggunakan kosakata yang beragam sehingga pilihan kata (diksi) tidak membosankan dan tepat dalam penggunaannya. 

Salah satu cara memperkaya kosa kata adalah dengan banyak membaca tulisan orang lain dan rajin membuka kamus, baik Kamus Besar Bahasa Indonesia maupun Kamus Sinonim.

Jadi, kegiatan menulis/mengarang merupakan kegiatan menuangkan ide/gagasan lewat bahasa tulis, lewat lambang-lambang kebahasaan agar tulisan kita dapat dimengerti dan dipahami orang lain. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan menulis berkaitan dengan persoalan kebahasaan (sebagai sarana pengungkapan gagasan). Pemahaman terhadap makna kata, bagaimana memilih sebuah kata dengan benar, meletakan tanda baca pada tempatnya, merupakan persoalan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh seorang penulis.

Sebagus apa pun ide yang kita punyai akan menjadi tidak berarti jika pengungungkapnya tidak bisa dipahami karena disampaikan dengan bahasa yang amburadul.

Sudah dijelaskan di bagian awal bahwa tulisan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu factual writing dan imaginative writing. 

Tulisan (artikel) dalam media massa merupakan salah satu tulisan yang berangkat dari fakta dengan tujuan memberikan informasi kepada pembaca (audience). Berbeda dengan ragam tulisan khayali yang bertujuan memberikan hiburan kepada pembaca. 

Dalam tulisan faktawi, penggunaan bahasa bersifat objektif, refrensial, dan bermakna denotatif. Sebaliknya, tulisan khayali bersifat subjektif, menembus batas referensial, dan bermakna konotatif. 

Penggunaan bahasa dalam media massa harus sederhana dan teratur/tertib, dapat dibaca dan dimengerti oleh professor dan lulusan kursus buta huruf, menarik, jelas, dan ringkas.

Secara umum ada empat tahapan yang harus dilewati dalam menciptakan sebuah tulisan, yaitu persiapan, pematangan (inkubasi), penulisan (iluminasi), dan verifikasi (editing). Tahap persiapan adalah tahap menemukan ide. Tahapan ini memerlukan suasana khusus. 

Masing-masig penulis memiliki cara yang berbeda-beda dalam menemukan ide. Ada yang baru bisa menulis (menemukan ide) saat keadaan sekeliling sunyi. Si Polan baru bisa menemukan ide kalau sudah berada di depan laptop sambil mendengarkan musik. 

Sementara orang lain mungkin bisa menemukan ide saat ia tengah berada di kamar mandi. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak cara yang dapat ditempuh untuk menemukan ide. 

Hal yang perlu dicatat adalah bahwa ide harus dicari dan ide tidak akan datang menghampiri kita. Setelah ide ditemukan maka proses berikutnya adalah mengendapkannya dalam pikiran kita.

Setelah ide ditemukan maka proses berikutnya adalah mengendapkannya dalam pikiran kita. Inilah yang dimaksudkan dengan tahap pematangan (inkubasi). Pada tahap ini ide dipadukan dengan pengetahuan dan pengalaman penulis. 

Tentu saja seorang penulis dituntut mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas. Ide terus dikembangkan dengan berbagai macam referensi maupun diskusi. 

Jika proses "pematangan" dianggap cukup dan penulis dapat menentukan topik yang dijadikan fokus pembicaraan, maka tahapan berikutnya adalah tahap penulisan (iluminasi). 

Hal yang harus diperhatikan penulis dalam tahapan ini berkaitan dengan persoalan kebahasaan dan pemahaman terhadap media yang akan dituju untuk pemuatan tulisan. 

Pemahaman terhadap media pemuatan mencakupi selera redaksi, idealisme media, segmentasi pembaca, dan rubrikasi. Tahapan terakhir dalam menulis adalah tahapan penambahan dan pengurangan terhadap tulisan yang sudah jadi. 

Tulisan perlu kita baca ulang beberapa kali sambil membenarkan ejaan, tanda baca, kata, kalimat, atau barangkali ada paragraf yang perlu dibenahi agar ide yang kita sampaikan menjadi mudah dipahami pembaca. 

Acapkali kita sebagai penulis merasa malas melakukan proses verifikasi (editing) karena sudah merasa lelah, merasa malu dengan tulisan sendiri, merasa "benar" dengan apa yang sudah dituliskan atau terdesak waktu dan malas membaca ulang (semoga ini bukan alasan). 

Jika alasan terakhir iini yang dipilih maka bersiaplah menghadapi kenyataan pahit bahwa tulisan kita yang sesungguhnya tidak akan "pernah jadi" dan tidak akan ada media yang mempedulikan tulisan yang kita kirim. 

Empat tahapan tersebut dilalui dengan mempertimbangkan ide dan topik yang hendak disampaikan, memilah dan memilih bentuk pengungkapan (discourse), dan menaruh perhatian kepada tatanan (organization). 

Dua hal terakhir patut diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar tulisan bisa dipahami dan diletakkan dalam jenis tulisan yang tepat.


Herry Mardianto

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun