Pembaca puisi yang baik selayaknya memiliki bekal berupa proses latihan mendasar yang meliputi latihan vokal, pernapasan, dan konsentrasi. Latihan ini menjadi penting agar penciptaan dinamika pembacaan dapat dilakukan dengan baik.Â
Sayangnya, proses tersebut sering dilupakan dan jarang dilakukan oleh pembaca puisi, terutama pembaca puisi lomba di kalangan  siswa sekolah dasar sampai menengah atas. Hal tersebut terjadi karena guru pembimbing dan siswa sama-sama tidak memahami latihan mendasar ini. Mereka lebih fokus pada apresiasi dan gaya pembacaan.
/3/
Merealisasikan kembali perwujudan bunyi dalam karya sastra berarti  menciptakan sebuah karya sastra  "baru".  Artinya, pembacaan yang kita lakukan belum tentu sama dengan niatan pengarang ketika menciptakan karya tersebut. Untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam pembacaan, maka prioritas utama yang dilakukan pembaca adalah melakukan interpretasi atau apresiasi terhadap karya sastra yang akan dibacakan.Â
Apresiasi dilakukan untuk memahami isi, nada, dan tone sebuah karya sastra sehingga pembaca  akan menemukan dinamika sesuai dengan tuntutan karya yang dibacakan. Tanpa adanya apresiasi yang baik, niscaya pembacaan akan terasa ampang. Agar pembacaan terasa ekspresif, seorang pembaca diharapkan mengenali naskah dengan baik dengan membacanya berulang kali, kemudian mempertimbangkan vokalisasi, interpretasi, dan ekspresi.
Vokal atau vokalisasi berkaitan dengan power (keras/lembutnya pengucapan), nada (tinggi/rendah pengucapan), speed (cepat lambatnya pembacaan), artikulasi (kejelasan pengucapan), dan timbre (warna suara). Dalam perlombaan baca puisi, vokalisasi mendapat perhatian pertama dan utama bagi dewan juri karena langsung bisa dirasakan dan didengarkan.Â
Hal ini berbeda dengan interpretasi yang  terasa abstrak.  Pengertian vokal dalam konteks pembicaraan ini lebih berkaitan dengan suara sebagai perangkat ekspresi seorang aktor. Sebagai perangkat dalam dunia keaktoran,  suara menjadi alat penyampaian ide atau gagasan pengarang yang dapat "dibentuk" dan "dimainkan" untuk mencapai harmonisasi pembacaan karya sastra.Â
Menurut Hari Sunaryo (2005), vokal bukan semata-mata sebagai  perangkat  memproyeksikan tokoh/pembaca, melainkan dapat juga sebagai perangkat  memproyeksikan (posisi/eksistensi) penikmat (audience).Â
Melalui vokal, kharisma pembaca dibangun, perhatian dan emosi audince dipikat, dan imajinasi penonton diarahkan serta dihipnotis. Untuk itu, vokal harus terjaga dengan baik agar tidak merusak bangunan estetik yang  diciptakan.
Ekspresi atau mimik berkaitan dengan penghayatan pembaca terhadap teks puisi yang dibacakannya.
/4/
Beberapa pembaca dalam lomba baca puisi sering melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Sering kita menyaksikan pembaca ingin segera "selesai" dan meninggalkan panggung, artinya ia tidak menikmati pembacaan yang dilakukan. Hal ini mau tidak mau berpengaruh kepada ekspresi, pembangunan klimaks, dan harmonisasi pembacaan secara menyeluruh.
Ada juga pembaca yang meninggalkan teks puisinya karena sebelum lomba ia sudah menghafal puisi yang akan dibacakan. Meskipun ia membaca dengan apresiasi, vokal, dan ekspresi yang mengagumkan, tetapi ia akan tersingkir. Mengapa? Ingat bahwa yang diikuti adalah lomba membaca puisi, artinya harus ada sesuatu/teks yang dibaca (bukan dihafal!); terlebih menghafal puisi merupakan "rumah" bagi lomba deklamasi.Â