"Maaf, Pak Pirous, boleh kan saya mengatakan bahwa ada yang lebih dari sekadar biasa-biasa saja? Nah, apakah itu Pak Pirous?" Kejar saya.
Pak Pirous tercenung, lantas senyum dan menjawab: "Biasanya jika ada yang tanya seperti itu atau mendekati itu cukup saya jawab bahwa itu rahasia."
(sesungguhnya di antara ini masih ada obrolan 'malapah gedang,' namun di sini loncat saja)
"Mohon maaf Pak Pirous, izinkan saya sok tahu atau tepatnya berpendapat atas impresi karya-karya Pak Pirous, bahwa yang disebut rahasia oleh Pak Pirous itu taklain hadirnya atau adanya campur tangan ilahiah," kata saya.
Tampak Pak Pirous tercenung, kemudian menepuk atau tepatnya merangkul pundak saya. Sedikit beringsut mundur, mengangkat bingkai kacamata dengan tangan kiri, dan telunjuk serta jari tengahnya menyusut kelopak dan bagian mata.
Sayangnya, di pucuk perbincangan ini muncul serombongan anak muda, diantara mereka ada juga yang memanggul kamera. Mereka 'mengejar' hendak mewawancara Pak Pirous. Tapi, interupsi ini pun menguntungkan, mengingat saya sendiri kemudian menyadari bahwa tidak/belum siap atas penyataan saya sendiri tentang 'campur tangan ilahiah.'
**
SESUNGGUHNYA, saya ingin sekali melanjutkan obrolan yang terputus di atas. Yang paling saya inginkan adalah mendengar langsung uraian Pak Pirous atas impresi saya yang sok tahu itu, sekaligus demi menemukan apakah benar/tidak akan adanya campur tangan ilahiah.
Tapi, kiranya, semuanya berjalan di luar keinginan. Waktu terus berjalan. Singkat kisah, tibalah pada program lain Serambi Pirous yaitu pameran bersama "Bara Semula" yang pembukaannya berlangsung 26 Maret 2022. Artinya ada jarak waktu sekira 90 hari dari pertemuan 21 Desember 2021.
Ini pun semua berjalan tanpa rencana, tanpa ada keinginan menghubung-hubungkan dengan obrolan dan keingin tahuan di atas.
Singkat cerita, di tengah keramaian suasana pembukaan dan setelah berkeliling melihat karya-karya yang dipamerkan, saya 'amprok' dengan Pak Pirous dalam suasana yang sedikit memungkinkan untuk ngobrol. Saat itu saya ceritakan kejadian sebenarnya tentang bagaimana istri saya, Ine Arini, terpaku berlama-lama di depan karya sulaman buah tangan sang ibunda Pak Pirous.Â