Mohon tunggu...
Herry Dim
Herry Dim Mohon Tunggu... Seniman - Pekerja seni, penulis seni/kebudayaan, dan lingkungan hidup

Pekerja seni, lukis, drama, tata panggung teater, menciptakan wayang motekar. Pernah menulis di berbagai media serta berupa buku, aktif juga dalam gerakan-gerakan lingkungan hidup dan pertanian. Kini menjadi bagian dari organisasi Odesa Indonesia, dan sedang belajar lagi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sajak tentang Sejumlah Nama

22 Desember 2021   09:46 Diperbarui: 22 Desember 2021   10:54 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

komputerku lantang berulang-ulang

menyuarakan nyanyian mukti-mukti tentang rasinah

mengembara menjadi laut lantun syair sonny soeng

pola copy-paste memunculkan wajah dedi koral

berhamburan bersama aksara

yang mengeja ahda, matdon, soni farid, alwy, acep,

godi, agus sarjon, juniarso, ridlo, jamal

bang hamid bangkit dari kuburnya

melihat bahwa jalan indonesia

masih pula berlika-liku

harry roesli menepuk bahu dan berbisik

"janganlah menangis indonesiaku"

sebuah bakiak tertidur lelap di bantal putih

kepala manusia-manusia berubah jadi semangka

afrizal membuka jendela sambil tersenyum

indonesia seperti hilang dari peta

dari abad ke abad

terkubur nyanyian-nyanyian lara

kata-kata yang disusun ahda, matdon,

soni farid, alwy, acep, godi, agus sarjon,

juniarso, ridlo, jamal

pun berubah jadi hujan air mata

"berapa kuping yang harus dimiliki manusia

agar ia bisa mendengar jerit tangis," urai dylan

"mas," kata hatiku di pusara harry roesli,

"bagaimana tidak menangis?"

anak-anak yang terpaksa hidup di jalanan

kian banyak dan beredar di seluruh kota

perih, luka, nanah ketidakadilan masih

jadi perbendaharaan kata teman-teman kita

(Giri Mekar, 2006)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun