komputerku lantang berulang-ulang
menyuarakan nyanyian mukti-mukti tentang rasinah
mengembara menjadi laut lantun syair sonny soeng
pola copy-paste memunculkan wajah dedi koral
berhamburan bersama aksara
yang mengeja ahda, matdon, soni farid, alwy, acep,
godi, agus sarjon, juniarso, ridlo, jamal
bang hamid bangkit dari kuburnya
melihat bahwa jalan indonesia
masih pula berlika-liku
harry roesli menepuk bahu dan berbisik
"janganlah menangis indonesiaku"
sebuah bakiak tertidur lelap di bantal putih
kepala manusia-manusia berubah jadi semangka
afrizal membuka jendela sambil tersenyum
indonesia seperti hilang dari peta
dari abad ke abad
terkubur nyanyian-nyanyian lara
kata-kata yang disusun ahda, matdon,
soni farid, alwy, acep, godi, agus sarjon,
juniarso, ridlo, jamal
pun berubah jadi hujan air mata
"berapa kuping yang harus dimiliki manusia
agar ia bisa mendengar jerit tangis," urai dylan
"mas," kata hatiku di pusara harry roesli,
"bagaimana tidak menangis?"
anak-anak yang terpaksa hidup di jalanan
kian banyak dan beredar di seluruh kota
perih, luka, nanah ketidakadilan masih
jadi perbendaharaan kata teman-teman kita
(Giri Mekar, 2006)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H