Mohon tunggu...
Herry Dim
Herry Dim Mohon Tunggu... Seniman - Pekerja seni, penulis seni/kebudayaan, dan lingkungan hidup

Pekerja seni, lukis, drama, tata panggung teater, menciptakan wayang motekar. Pernah menulis di berbagai media serta berupa buku, aktif juga dalam gerakan-gerakan lingkungan hidup dan pertanian. Kini menjadi bagian dari organisasi Odesa Indonesia, dan sedang belajar lagi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nyanyian Tarian Terakhir

19 Desember 2021   10:01 Diperbarui: 19 Desember 2021   10:12 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
INE Arini dalam drama "Tarian Terakhir," Bentara Budaya Jakarta, 2009, bersama Actors Unlimited. [FOTO: Agus Bebeng]

purnama bulan ke tujuh

angin barat, timur, utara, selatan

bersatulah dalam diri untuk menyapa semesta

kenanga di puncak Wilis

melati di puncak Galunggung

bertemu harum mawar di Astana Gede

barat tetap dengan baratnya

timur senantiasa timur

utara dan selatan takmengubah diri

karena itu maka ada pertemuan

jumpa satu dengan lainnya yang berbeda

wangi kenanga pun takberganti melati

takberebut udara dengan mawar

. . . . . . .

purnama bulan ke tujuh

kakiku telanjang menapak bumi

takberalas tidak juga tilam

dinginnya tanah coklat

gelitik kerikil di telapak kaki

sapaan semesta sang pemberi hidup

. . . . . . .

wahai purnama

wahai pemilik semesta alam

darimu aku bermula

ke sana pula aku berpulang

. . . . . . .

di atas kaki telanjang

ini aku bersaksi

tubuh ini takpunya daya apapun

selain atas ruh dan tenaga kesemestaanmu

beri tubuh ini kekuatan untuk berdiri

beri tubuh ini kekuatan untuk bergerak

bergerak

bergerak, dan terus bergerak

untuk bersatu denganmu

bergerak

bergerak, dan terus bergerak

untuk semata-mata menghamba padamu

bergerak

bergerak, dan terus bergerak

agar tetap bisa merasakan nadi

bergerak

bergerak, dan terus bergerak

untuk merasakan bahwa punya nafas

bergerak

bergerak, dan terus bergerak

hingga pori terbuka

memberi jalan bagi keringat

bergerak

bergerak, dan terus bergerak

hingga taklagi memiliki gerak

. . . . . . .

luruh, sujud, di atas tanah coklat yang telanjang

-o0o-

. . . . . . .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun