***
Bisakah musik keroncong berjaya kembali di Indonesia seperti sejak era pra-kemerdekaan hingga tahun 1990-an? Banyak tantangan untuk itu, namun juga ada harapan.
Mengenai tantangan, musik keroncong terlanjur dicap sebagai musik untuk orang tua-tua, karena iramanya 'slow', membuat ngantuk, kuno/tradisional, atau tidak modern. Maka musik keroncong dianggap tidak cocok bagi generasi muda, dan cenderung di'emohi'. Misalnya saja anak saya selalu protes kalau saya menyetel lagu keroncong saat naik mobil.
Saya heran, musik yang indah di telinga saya itu dianggap tidak cocok untuk diperdengarkan. Biasanya saya mengalah dengan memilih lagu pop Indonesia atau barat yang saya bisa menikmatinya juga. Tetapi itu dulu. Sekarang anak-anak saya sudah maklum kalau bapaknya suka musik keroncong.
Di pihak lain, ada yang menganggap bahwa musik keroncong berasal dari Portugis, sehingga tidak bisa disebut musik asli Indonesia. Saya keberatan dengan anggapan ini karena musik keroncong seperti yang dikenal sekarang ini sama sekali tidak mirip dengan musik Portugis sekarang.
Bahwa lagu keroncong jaman dulu mirip dengan lagu Portugis jaman dulu, bisa saja terjadi, mengingat Portugis pernah membangun hubungan dagang dengan daerah-daerah di Indonesia pada abad 15.
Hubungan dagang itu kemudian melebar ke hubungan budaya. Dan budaya-budaya itu saling memengaruhi satu sama lain. Namun untuk mengatakan bahwa keroncong adalah musik Portugis sehingga bukan asli Indonesia, saya rasa itu merendahkan kemampuan musisi Indonesia dalam menciptakan musik sendiri yang bermutu dan berbeda.
***
Adapun yang menggembirakan, disamping ada acara "Musik Keroncong" setiap Kamis malam di TVRI, di berbagai kota seperti yang saya lihat di Youtube, muncul grup-grup keroncong yang anggotanya anak-anak muda.
Grup-grup keroncong anak muda ini menampilkan musik keroncong dengan gaya kekinian, baik dalam instrumen, penampilan, maupun kreativitas. Contohnya, lagu-lagu pop lokal dan barat diaransemen ulang dengan memasukkan irama keroncong.
Lagu-lagu ini juga enak didengar, walau saya lebih menyukai lagu-lagu keroncong versi asli, seperti yang diciptakan oleh Gesang, Ismail Marzuki, Budiman BJ, dll; Â atau yang biasa dinyanyikan oleh Sundari Soekotjo, Mus Mulyadi, Toto Salmon, dll.
Â
Walaupun musik keroncong sudah bertambah banyak penggemarnya di kalangan anak muda, namun masih belum dapat disebut menjadi musik kebanggaan nasional, seperti musik Enka di Jepang.
Saya berharap pertunjukan musik keroncong mendapat tempat di acara-acara kenegaraan mengingat musik keroncong terbukti memiliki peran besar dalam membangkitkan semangat juang bagi para pejuang kemerdekaan sekitar tahun 1945. Beberapa contohnya adalah: Sepasang Mata Bola (lagu favorit Presiden BJ Habibie), Jembatan Merah, Kopral Jono, dll.
Setidaknya setahun sekali perlu diadakan Pagelaran Musik Keroncong tingkat Nasional, yang dihadiri Presiden dan pejabat negara lain, yang menampilkan penyanyi-penyanyi keroncong papan atas dan para juara lomba cipta dan nyanyi lagu keroncong.