Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berhati-hati dengan Tarif Impor

20 Maret 2019   14:17 Diperbarui: 20 Maret 2019   14:31 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pengenaan tarif impor bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor. Tanpa adanya hambatan berupa tarif impor, maka produk dalam negeri dikhawatirkan akan tergilas oleh produk impor. Namun pengenaan hambatan tarif dan non-tarif terhadap produk impor harus dilakukan secara berhati-hati karena justru dapat menurunkan daya saing produk dalam negeri.

Tulisan berikut ini meringkas kajian Bank Dunia yang dirangkum dalam Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia: Memperkuat daya saing, edisi Desember 2018.

***

Dalam sepuluh tahun terakhir, hambatan impor barang yang meliputi tarif dan hambatan non-tarif (NTM) telah meningkat. Hal ini menyebabkan kenaikan harga barang-barang. Harga pangan tahun 2015 rata-rata 33 persen lebih tinggi daripada harga tanpa hambatan perdagangan pada tahun 2008.

Kenaikan harga akibat naiknya hambatan impor juga terjadi di sektor-sektor yang digunakan sebagai produk antara dalam proses produksi, seperti tanaman pangan, ternak, peralatan modal dan logam. Akibatnya biaya produksi yang harus ditanggung oleh produsen dan rumah tangga juga meningkat.

Tarif impor

Sejak tahun 2000, tarif impor rata-rata naik sebesar 1,3 persen dan tarif impor atas produk antara naik sebesar 0,3 persen. Kenaikan tarif itu bertolak belakang dengan penurunan tarif impor yang dilakukan banyak negara Asia Timur lain.

Kenaikan tarif impor yang besar dapat mengurangi produktivitas dan output perusahaan di sektor-sektor yang dilindungi karena persaingan impor yang lebih rendah akan mengurangi insentif untuk berinvestasi dan meningkatkan efisiensi. Hal ini terbukti berlaku bagi Indonesia di mana kenaikan tarif telah melemahkan daya saing sektor-sektor hilir, dengan bertambahnya biaya dan/atau menurunnya kualitas input produksi.

Hambatan non-tarif 

Hambatan non-tarif terdiri dari perizinan dan pemeriksaan impor yang bertujuan untuk memastikan bahwa barang yang diimpor aman bagi konsumen dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat atau lingkungan, seperti penyakit yang dibawa oleh tumbuhan dan hewan yang diimpor, atau bahaya keselamatan dari barang-barang yang digunakan oleh anak-anak.

Meskipun bisa dibenarkan, namun penerapan hambatan non-tarif dapat menambah biaya impor yang tidak perlu. Hasil analisis Bank Dunia memperlihatkan bahwa kebijakan monopoli impor oleh badan usaha milik negara (BUMN) secara signifikan telah memperbesar biaya impor. Penghapusan izin impor di 8 kategori produk manufaktur besar pada akhir tahun 2015 menyebabkan penurunan biaya impor secara signifikan.

Impor jasa

Sejak lama pemerintah telah menerapkan hambatan di sektor impor jasa. Misalnya, di sektor hukum terdapat larangan pengacara asing untuk mendirikan kantor hukum atau berpraktek hukum di Indonesia. Di sektor jasa distribusi, investasi asing tidak diizinkan untuk dilakukan pada sebagian besar distribusi retail, termasuk pasar swalayan dan minimarket.

Sedang di sektor transportasi laut, perusahaan-perusahaan asing tidak dapat mengangkut barang antar pelabuhan di Indonesia sehingga sangat membatasi persaingan di sektor transportasi utama.

Menurut OECD, tingkat hambatan perdagangan di 22 sektor jasa di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata tingkat hambatan perdagangan jasa di 44 negara berpenghasilan tinggi dan menengah yang disurvei. Hambatan tersebut antara lain menyangkut transfer pekerja intra perusahaan lintas negara, besaran modal asing, dan persyaratan modal minimum.

Indonesia tercatat menerapkan hambatan yang paling ketat dibandingkan dengan semua negara lain yang disurvei di semua sektor yang menyediakan input jasa utama bagi produsen, seperti telekomunikasi, distribusi, angkutan darat, angkutan laut dan konstruksi.

Berbagai hambatan impor jasa berpotensi menurunkan daya saing industri manufaktur yang menggunakan jasa tersebut.

Batasan investasi asing

Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan regulasi yang paling restriktif terhadap modal asing diantara 68 negara berpenghasilan menengah dan menengah ke bawah yang disurvei oleh OECD.

Beberapa restriksi itu antara lain: batas kepemilikan asing, peruntukan sektor tertentu bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), izin khusus dan persyaratan tingkat kandungan dalam negeri.

Daftar Negatif Investasi (DNI) membatasi penyertaan modal asing hingga 15 persen di semua sektor, yang dalam beberapa kasus bahkan melarang investasi asing sama sekali, seperti untuk instalasi produksi hulu migas di darat, pembangkit listrik di bawah 1MW, usaha retail mobil, sepeda motor dan kendaraan komersial, serta pasar swalayan dengan luas kurang dari 1.200 m.

Selain itu, puluhan sektor pertanian, industri dan jasa hanya diperuntukkan bagi UMKM, sehingga menutup kesempatan untuk investor asing karena mereka tidak dapat beroperasi sebagai UMKM. Banyak sektor yang terbuka bagi PMA namun harus bermitra dengan UMKM.

Mencadangkan suatu sektor hanya bagi UMKM juga akan mengurangi jumlah proyek PMA. Mewajibkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dalam produksi---misalnya produk elektronik, peralatan IT, telepon seluler dan agribisnis---memberikan dampak negatif kepada PMA maupun PMDN.

Kajian Bank Dunia menyimpulkan bahwa dengan menaikkan batas maksimum kepemilikan asing yang diizinkan di salah satu sektor maka jumlah proyek PMA maupun PMDN akan meningkat secara substansial.

***

Karena pengenaan berbagai hambatan impor dapat menyebabkan kenaikan harga banyak barang, termasuk bahan baku dan barang antara untuk keperluan industri, maka pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan pedagangan luar negerinya.

Berkaca pada praktek negara-negara tetangga merupakan langkah yang perlu dilakukan, agar Indonesia termasuk dalam rangkaian gerbong negara-negara yang bertumbuh cepat di tahun-tahun mendatang.~

(20 Maret 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun