Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Agar Generasi Milenial Semakin Siap Kerja

24 Februari 2019   12:58 Diperbarui: 24 Februari 2019   13:45 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Antaranews.com

Tidak bisa dipungkiri bahwa sulitnya mendapatkan pekerjaan merupakan masalah besar bagi generasi milenial. Diperkirakan saat ini ada 4 juta lebih anak muda, usia 15-24 tahun, yang ingin bekerja namun belum mendapatkan pekerjaan.

Di pihak lain, permintaan tenaga kerja juga tidak sedikit. Iklan lowongan kerja ada di mana-mana, dari media cetak, media digital, spanduk, hingga tulisan di dinding kaca toko-toko.

Mencari tukang bangunan untuk memperbaiki genteng yang bocor pun di tempat tinggal saya tidak bisa langsung dapat. Baru dapat tukang setelah beberapa hari, melalui bantuan tetangga dan woro-woro di grup WA, itupun setelah negosiasi upah yang cukup alot. Berburu tukang yang trampil ternyata cukup sulit.

Saya juga kesulitan mencari tukang sepatu untuk memperbaiki sepatu saya yang lapisan bawahnya lepas. Padahal dulu saya sering melihat tukang sepatu berkeliling di perumahan-perumahan. Begitu juga dengan penjahit baju. Ibu-ibu di komplek perumahan saya harus menunggu beberapa hari untuk dapat giliran bajunya divermak.

Lalu mengapa banyak anak muda yang menganggur? Jawabnya ya itu tadi: kurang keahlian. Atau keahlian yang dimiliki tidak sama dengan keahlian yang sedang dibutuhkan pasar. Ada juga kemungkinan keahlian pencari kerja baru berada dibawah standar keahlian yang dibutuhkan, sehingga perusahaan lebih memilih tenaga kerja yang ada kemudian diberi sedikit pelatihan daripada mempekerjakan pencari kerja baru. Pasalnya biaya untuk melatih tenaga kerja baru bisa lebih besar daripada biaya untuk melatih karyawan lama.

Kebijakan upah kerja minimum juga dapat menyebabkan perusahaan enggan mencari tenaga kerja yang baru lulus sekolah/universitas. Kalau saja upah pekerja baru boleh diturunkan dibawah ketentuan upah kerja minimum dan selisihnya digunakan untuk pelatihan, maka daya serap pasar terhadap pencari kerja baru dapat lebih tinggi.

Milenial zaman now kalau punya keahlian tentu mudah mendapatkan pekerjaan atau bisa membuka usaha sendiri. Namun punya keahlian atau keterampilan pun belum 100 persen menjamin seseorang segera mendapat pekerjaan.

Sangat mungkin karena ia tidak punya informasi tentang adanya perusahaan yang sedang mencari karyawan baru. Informasi kesempatan kerja yang terputus inilah yang menyebabkan terjadinya kegagalan pasar. Bila tidak ada keterbatasan informasi, maka permintaan dan penawaran tenaga kerja akan lebih seimbang,

Pengangguran muda juga bisa terjadi bukan karena tidak adanya pekerjaan, melainkan karena banyak anak muda yang sedang mencari pekerjaan yang sesuai dengan tingkat dan bidang pendidikannya. Ini sebabnya maka ada lebih banyak sarjana yang menganggur dibandingkan lulusan SMA yang menganggur. Mereka umumnya berasal dari keluarga yang cukup mampu, sehingga tidak ada tekanan untuk segera mencari pekerjaan.

Di banyak negara lain, kewajiban orang tua untuk menyiapkan pendidikan anak hanya sampai tingkat SMA. Setelah lulus, si anak harus mencari penghasilan sendiri, walau masih tinggal bersama orang tua. Ia akan merasa malu untuk minta uang ke orang tua guna membeli pulsa, atau untuk nonton film.

Jika ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana, si anak harus mencari biaya sendiri. Misalnya dengan mencari bea siswa ikatan dinas, menjadi guru les, bekerja paruh waktu di restoran, atau bekerja penuh waktu pada saat liburan semester, dan sebagainya. Perbedaan budaya kerja ini seringkali tidak dipertimbangkan saat membandingkan pengangguran usia muda di Indonesia (yang lebih tinggi) dengan di negara-negara lain (yang lebih rendah).

BLK

Adalah menjadi tugas negara untuk memberikan pendidikan kepada warganya agar siap memasuki lapangan kerja. Maka yang dilakukan pemerintah adalah mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK) selain pendidikan reguler dari PAUD hingga perguruan tinggi.

BLK sebenarnya sudah banyak dibangun sejak era Presiden Soeharto. Namun sejak otonomi daerah diberlakukan, BLK agak mundur. Ini karena pemerintah daerah kurang memberi perhatian pada BLK, sementara pemerintah pusat sudah tidak berkewajiban lagi menyelenggarakan BLK.

Kini kebijakan pemerintah berubah. Pemerintah pusat menganggap BLK merupakan sarana tepat untuk mengurangi pengangguran. Maka pemerintah mulai serius mengembangkan BLK dengan merevitalisasi BLK lama dan membangun BLK baru untuk menyiapkan generasi milenial memasuki lapangan kerja.

Saat ini ada 301 BLK di berbagai daerah. 17 BLK diantaranya merupakan milik pemerintah pusat atau disebut BLK Unit Pelaksanaan Teknis Pusat (UPTP). Sisanya merupakan BLK milik pemerintah daerah atau disebut BLK Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Semua BLK ini terbuka bagi siapa saja, tanpa batas usia. Setiap orang bisa mendaftar jurusan apa pun di BLK di seluruh Indonesia.

Kurikulum BLK disesuaikan dengan permintaan pasar di setiap daerah guna mengisi kebutuhan tenaga kerja setempat. Beberapa jurusan baru yang dibuka antara lain animasi dan game, fashion, tata boga, dan masih banyak lagi. Jurusan lama yang lulusannya laris di bursa tenaga kerja tentunya tetap dipertahankan.

BLK Komunitas

Salah satu terobosan baru pemerintah Jokowi-JK adalah mendirikan BLK di banyak pesantren. Tujuannya sama dengan pendirian BLK biasa, yaitu memberi ketrampilan bagi santriwan-santriwati, agar siap memiliki ketrampilan riil disamping mumpuni dalam ilmu keagamaan.

Semangat pendidikan pesantren yang mandiri, kerja keras, mengutamakan amal, serta waktu pembelajaran yang lebih panjang karena para santri tinggal di pondok pesantren membuat para santri dapat memanfaatkan fasilitas BLK lebih intensif. Setiap pesantren bebas menentukan jurusan keterampilan yang didirikan, agar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja setempat.

Melanjutkan program pendirian BLK pesantren pada tahun 2017 dan 2018, tahun ini pemerintah akan membangun 1.000 BLK di pesantren-pesantren. Tahun depan dinaikkan menjadi minimal 3.000 BLK, dan bertambah terus setiap tahunnya. Ini karena jumlah pesantren di seantero negeri mencapai 29.000.

Dengan percepatan  pembangunan BLK komunitas pesantren itu, maka setiap pesantren diproyeksikan akan memiliki BLK sendiri. Perlu dicatat bahwa pendirian BLK pesantren ini atas dasar kesepakatan antara Kementerian Ketenagakerjaan dengan masing-masing pesantren, jadi tidak ada  keharusan atau pemaksaan. Selain pendidikan keterampilan non gelar melalui BLK, pemerintah juga menyediakan  pendidikan politeknik bagi lululusan SMA dan SMK. Di sini, konsep dan teori mendapat porsi lebih besar daripada di BLK. Tujuannya agar lulusan politeknik dapat memahami proses dan prosedur bekerjanya peralatan dan dapat mengoperasikan serta memodifikasi mesin untuk keperluan spesifik suatu proses pengolahan di suatu industri.

Pilihan pendidikan vokasi cukup banyak. Jumlah institusi pendidikan vokasi berbentuk politeknik mencapai 258 sekolah (negeri dan swasta). Saat ini seluruh politeknik itu dapat menampung mahasiswa program Diploma III sebanyak 650 ribu orang dan program Diploma IV atau sarjana terapan sebanyak 100 ribu mahasiswa. Ke depan, pendidikan vokasi tingkat diploma ini tentunya juga akan diperbanyak, baik jumlah, jurusan, maupun persebarannya.

Bagi generasi milenial yang masih menganggur, beberapa peluang meningkatkan ketrampilan yang disediakan pemerintah itu tentunya perlu disambut dengan sebaik-baiknya, agar bisa segera bekerja, terbebas dari masalah finansial, meningkatkan status diri, dan mengurangi beban orang tua.

Bogor, 24/2/2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun