Awal bulan Oktober 2016 ini, Bank Dunia merilis publikasi terbaru mengenai kemudahan berusaha 190 negara/ekonomi di dunia. Pada laporan Ease of Doing Business 2017 ini, Indonesia berada pada peringkat ke-91, cukup jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga, kecuali Filipina (ke-99). Adapun negara tetangga yang lain, posisinya jauh lebih baik daripada Indonesia. Singapura, seperti biasa, Â menempati peringkat terbaik di ASEAN, dan ke-2 terbaik dunia. Negara serumpun Malaysia berada pada urutan ke-23. Vietnam tetap berada di depan Indonesia kendati tidak terlalu jauh, tidak heran jika lebih banyak perusahaan internasional yang menanam modal di sana, daripada di sini.
Setahun yang lalu, ketertinggalan Indonesia yang parah dalam hal kemudahan berusaha membuat Presiden Jokowi gusar, dan kemudian memerintahkan para menterinya untuk berusaha meningkatkan peringkat Indonesia hingga sampai ke tingkat 40-an. Upaya itu cukup berhasil pada tahun ini, karena peringkat Indonesia naik 15 tingkat, dari posisi ke-106 pada tahun lalu.
***
Kemudahan berusaha memang terkait erat dengan kemajuan ekonomi suatu negara. Kemudahan berusaha yang baik akan memungkinkan penduduk memulai kegiatan usaha baru atau mengembangkan usaha yang sudah berjalan. Akibatnya perekonomian akan bergerak lebih kencang, tenaga kerja baru terserap, pengangguran berkurang, penghasilan penduduk meningkat, penerimaan pajak bertambah, pemerintah semakin banyak membangun infrastruktur, dan layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan semakin berkualitas.
Dengan pola pikir demikian, Bank Dunia rutin mengukur tingkat kemudahan berusaha hampir semua negara di dunia, termasuk negara yang jumlah penduduknya hanya beberapa ratus ribu orang. Dengan menyajikan informasi ini Bank Dunia berharap agar setiap negara memperbaiki praktek dan kebijakan yang selama ini berpengaruh pada terhambatnya aktivitas dunia usaha. Tujuan itu cukup berhasil, terlihat dari semakin banyaknya negara yang melakukan reformasi dalam pemberian perijinan dan pelayanan kepada penduduknya.
***
Mendalami peringkat kemudahan berusaha tahun ini, terlihat bahwa Indonesia masih menghadapi permasalahan dalam beberapa aspek. Dari sepuluh indikator yang dijadikan pegangan dalam mengukur peringkat kemudahan berusaha, hanya urusan penyambungan listrik yang termasuk dalam kelompok 50 negara terbaik dunia, itupun peringkat yang ke-49. Tiga indikator lain berada pada peringkat 50-100, dan enam indikator sisanya berada pada kelompok di atas 100. Indikator terburuk adalah penegakan kontrak (ke-166 dunia).
Adapun gambaran umum tentang perubahan kemudahan berusaha dari tahun lalu adalah sebagai berikut. Urusan pendirian usaha menunjukkan perbaikan yang terbesar (naik 16 tingkat), disusul penyambungan listrik (12 tingkat), dan pembayaran pajak (11 tingkat). Pengajuan kredit juga mengalami peningkatan cukup baik. Selamat kepada para pimpinan lembaga/BUMN yang bertanggungjawab pada urusan-urusan tersebut. Namun urusan lain hanya sedikit mengalami perbaikan peringkat, seperti perlindungan investor minoritas, penyelesaian kepailitan, dan pengurusan IMB. Masalah pengurusan sertifikat tanah juga hanya sedikit mengalami peningkatan peringkat. Perlu dicatat bahwa pengelolaan suatu urusan yang lebih baik di suatu negara belum tentu menyebabkan peringkatnya naik untuk urusan itu, bahkan bisa menurun, jika ada negara lain yang menunjukkan perbaikan yang lebih besar.
Selain menyusun peringkat pencapaian setiap negara berdasarkan nilai absolut indikator, Bank Dunia dalam laporan tersebut juga menyusun capaian relatif setiap negara dibandingkan dengan capaian terbaik dunia untuk semua indikator. Perbedaan capaian tersebut (disebut distance to frontier - DTF) berskala 0 (terburuk) hingga 100 (terbaik). Sebagai contoh, jarak capaian kemudahan berusaha Indonesia dari capaian terbaik dunia secara gabungan (agregat) adalah 61,52. Pada laporan tahun lalu, jarak tersebut lebih kecil, yaitu 58,51. Sehingga terlihat ada peningkatan dalam kemudahan berusaha Indonesia pada tahun ini. Dari data Bank Dunia, terlihat bahwa urusan penegakan kontrak dan penyelesaian kepailitan di Indonesia masih jauh jaraknya ke capaian terbaik dunia. Capaian terbaik dunia untuk  urusan penegakan kontrak adalah Singapura dalam hal waktu dan Bhutan dalam hal biaya. Sedangkan untuk urusan penyelesaian kepailitan, capaian terbaik dunia adalah  Norwegia.
***
Masalah kemudahan berusaha di Indonesia semakin terlihat dengan membandingkan waktu yang diperlukan untuk memproses perijinan di sini dengan di negara lain. Untuk mengurus IMB, menurut penelitian Bank Dunia tersebut, diperlukan waktu selama 200 hari hingga selesai. Sementara di Malaysia, urusan yang sama hanya memerlukan waktu 79 hari. Urusan yang lain juga demikian. Penyambungan listrik memerlukan waktu 58 hari di sini, sedangkan di Malaysia hanya 31 hari. Urusan sertifikat tanah tercatat di sini 27 hari, di Malaysia 13 hari. Yang juga kontras adalah urusan ekspor dan impor, waktu yang diperlukan di Indonesia lebih lama daripada di Malaysia. Lamanya waktu mengurus perijinan tersebut tentu berkorelasi erat dengan biaya yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
***
Laporan Bank Dunia menyebabkan dunia semakin transparan, apa yang terjadi di suatu negara menyangkut aktivitas bisnis, terpotret secara jelas dan terpublikasikan ke seluruh dunia. Perubahan kebijakan setiap pemerintah dianalisis dan diperbandingkan satu sama lain. Setiap pemerintahan, bahkan kementerian, tidak bisa lagi mengelola perekonomian negaranya dengan santai, karena gerak-geriknya diperhatikan dunia. Jika tidak ada perbaikan dalam mengelola suatu urusan bisnis, maka peringkatnya akan merosot, dan akan dijadikan contoh negara yang gagal mengelola perekonomian.
Determinasi Presiden Jokowi sudah jelas, semua urusan berusaha di negeri ini harus semakin mudah, cepat dan murah. Kini tinggal birokrat dan anggota parlemen, khususnya di daerah, yang perlu bergerak mengganti peraturan perijinan dan penyelesaian urusan bisnis yang rumit menjadi mudah. Digitalisasi semua urusan bisnis sudah selayaknya dilakukan, karena masyarakat dan dunia usaha sudah siap dengan komputer dan telepon cerdas, dan komputer canggih didukung jaringan internet sudah hampir merata adanya di kantor-kantor pemerintah daerah sekalipun.
Paket-paket kebijakan ekonomi yang dicanangkan beberapa waktu yang lalu sudah sedikit berdampak positif pada indeks kemudahan berusaha Indonesia, namun perubahan lebih besar masih harus dilakukan agar Indonesia tidak berada di papan bawah sekelas dengan negara-negara berkembang yang baru mulai membangun. Tujuannya tentu tidak untuk menaikkan peringkat semata, melainkan agar penduduk Indonesia dapat lebih mudah lagi mengembangkan atau membuka usaha baru untuk kehidupan ekonomi yang lebih baik. Antrian bursa kerja tidak lagi sangat panjang.
--o0o--
Sumber: World bank, Doing Business 2017, Equal Opportunity for All, 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H