2. Saya tertarik dengan kebuntuan mindset guru yang diutarakan oleh bu Delima, dan setuju dengan pendapatnya. Bahwa, guru-guru yang mengajar di kelas peminatan jangan 'memaksakan' egonya agar siswa memahamai sebuah materi dari subjek yang tidak diminatinya. Misal, ketika siswa duduk di peminatan IA, lalu ia mendapatkan nilai buruk di mata pelajaran ekonomi, guru tidak serta merta memaksa siswa untuk mentuntaskan pelajaran tersebut, atau dipaksa tuntas dengan beragam kegiatan remedial.
Apalagi sampai keluar justifikasi 'bodoh' dan bahasa merendahkan lainnya. Pemaksaan agar siswa benar-benar paham dan berpresetasi di bidang yang tidak diminati siswa dapat dikategorikan sebuah kekerasan simbolik di ruang pembelajaran. Apalagi kalau sampai dipaksa untuk pamam dan berprestasi di 15 pelajaran sekaligus, begitu tersiksanya siswa-siswa kita. Untuk itu, saya berpesan, Pak Guru, pahamilah minat belajar anak-anak kami!
3. Tentang penambahan pelajaran-pelajaran yang diluar konteks peminatan, saya merasa miris ketika melihat jumlah jam pembelajaran bahasa Inggris yang justru tergerus. Padahal, mata pelajaran bahasa Inggris ini sangat penting, bukan sebagai mata pelajaran alternatif, tetapi bekal kemampuan (skill) siswa dimasa yang akan datang.
Sekolah merupakan tempat agar minat anak-anak kita diarahkan dan dikembangkan, bukan justru diganggu dengan hal-hal lain yang diluar ketertarikan mereka. Mari kita dukung minta-minta mereka.
Â
Salam Pendidikan,