Pengantar
Satu tradisi (jika belum sampai disebut budaya) di dalam komunitas jemaat-jemaat lokal (GMIT) di pedesaan yakni lelang. Lelang diadakan dengan cara menunjukkan sesuatu barang, lalu ada nilai/harga dasar, dilanjutkan dengan penambahan(nilai) harga yang diakumulasikan hingga mencapai (nilai) tertinggi di mana orang lain tidak lagi memberi tambahan, maka orang terakhirlah yang berkenan atas barang tersebut.Â
Orang terakhir itu disebut penerima lelang, dialah yang dianggap paling mampu menerima (membeli dan membayar) harga atas nilai tertinggi atas barang yang dilelang.
Hal ini nyaris selalu terjadi di jemaat-jemaat pedesaan Timor (mungkin juga di luar Timor dalam lingkungan Gereja Masehi Injili di Timor).
Memperhatikan secara gamblang saja, kiranya tulisan ini hendak mendeskripsikan pendekatan lelang dan dampaknya pada penyedia dan penerima lelang; dan sekelumit nilai keibadahan dari penyedia dan penerima lelang.
Nah, menurut KBBI, lelang adalah penjualan (sesuatu barang/jasa) di hadapan orang banyak dengan atas mengatasi dan dipimpin oleh pejabat lelang.Â
Dalam hal yang demikian, lelang di akhir suatu ibadah (gereja/jemaat lokal) lelang dipimpin oleh seorang petugas lelang atau oleh pemimpin ibadah (dalam jumlah peserta ibadah terbatas)
Kapan dan Bagaimana Prosedur Lelang di Jemaat (GMIT) Lokal
Kapan ada lelang di dalam lembaga keagamaan lokal (gereja/jemaat) Â di pedesaan?Â
Jawabannya, pada dasarnya jemaat-jemaat lokal dapat membawa "persembahan" dalam wujud nyata dari hasil bertani, beternak, kerajinan tangan, yang terlihat dan tidak dapat dimasukkan ke dalam kantong persembahan. Semua itu akan dilelang (diuangkan) agar memudahkan dalam pengelolaan keuangan jemaat.
Anggota jemaat akan membawa persembahan lelang sewaktu-waktu pada:
- ibadah Minggu
- ibadah khusus yang sifatnya istimewa. Misalnya pernyataan rasa syukur pada Hari Ulang Tahun Pernikahan, HUT Jemaat, atau ibadah lainnya yang sifatnya istimewa
- ibadah khusus Panen (menurut siklus budaya bertani & beternak)