Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sebutannya Babia' tapi Publik Menyebutnya Negeri di Atas Awan

9 Juli 2024   20:51 Diperbarui: 9 Juli 2024   21:20 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen tanpa Informasi di Simpang Lima Oinlasi TTS, foto: Roni Bani

Anda sudah tiba di Babbia' Amanatun Selatan? Bagi kebanyakan masyarakat Timor Tengah Selatan, mungkin sudah. Pada para travelers, mungkin sudah pernah. Bagi mereka yang kepo mungkin mulai berpikir dan merencanakan akan ke sana. Atau, jika Anda tidak sempat, catatan ringan ini anggaplah sebagai pendekatannya. hehe..  

Jumat (5/7/24), rombongan Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang berangkat dari kota Kupang menuju Nunkolo. Rombongan menuju kota So'e, ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kendaraan yang ditumpangi di antaranya, 2 unit bis, 1 unit minibis, dan 2 unit mobil avansa yang menggantikan satu unit bus yang mengalami gangguan di perjalanan menuju So'e. Ada pula yang menggunkan motor dan mobil pribadi.

Rombongan tiba di ibukota Kecamatan Amanatun Selatan. Di sana Jemaat Syalom Oinlasi B menanti dengan suguhan hidangan yang menyegarkan badan sebelum melanjutkan perjalanan. Tentu, rombongan sangat berterima kasih pada jemaat ini. Mereka menyediakannya dengan sukacita dan kasih persaudaraan. 

Oinlasi sebagai bekas ibukota Ke-usif-an Amanatun, kini menjadi ibukota Kecamatan Amanatun Selatan. Amanatun Selatan sendiri telah dimekarkan dengan salah satu kecamatan baru yakni Kecamatan Nunkolo, ibukotanya Nunkolo. 

 

Satu keunikan saya dapati di Oinlasi. Satu Monumen. Monumen ini berdiri di tengah-tengah kota Oinlasi yang lumayan kesibukannya. Monumen itu yakni seseorang yang sedang menunggang kuda.  Unik, karena tidak ada informasi apa pun tentang monumen itu. Informasi mengenai, siapa, bagaimana dan apa jasanya atau informasi lainnya.

Monumen tanpa Informasi di Simpang Lima Oinlasi TTS, foto: Roni Bani
Monumen tanpa Informasi di Simpang Lima Oinlasi TTS, foto: Roni Bani

 Sesudah rombongan secara bersama-sama menikmati hidangan yang disediakan oleh Jemaat Syalom Oinlasi B, perjalanan dilanjutkan. Kali ini jalanan menurun dengan kelokan-kelokan tajam. 

Menurut informasi yang diperoleh, jarak tempuh dari Oinlasi menuju Nunkolo kurang lebih 22 km. Apakah menempuhnya akan kurang dari satu jam sebagaimana informasi yang disampaikan gugel? Maaf, tidak dapat dipastikan demikian. Mengapa?

Jalanan yang sudah beraspal bagus (butas/hot mix) sungguh sangat menolong para pengguna jalan. Andaikan saja belum ada pengaspalan (peningkatan mutu jalan), tentulah akan lebih dari satu jam untuk mencapainya bila perjalanan dimulai dari Oinlasi. 

Kelokan bukan saja pada menurun yang berkelok, menanjak pun berkelok bahkan mengular. Ini suatu pengalaman menarik bagi mereka yang untuk pertama kalinya berkendaraan darat menuju pedalaman Timor Barat.

Ketika beristirahat di Oinlasi, seorang anggota rombongan (anggota dari Tim Hawu/Sabu) menanyakan tentang negeri di atas awan yang sudah viral di medsos. Wah, bukit Babia sudah terkenal rupanya. Sejak kapan? Sejak orang mengenal media sosial dan terlebih ketika jaringan internet dan akses jalan makin baik. 

Makin banyak orang menuju ke Oinlasi, Nunkolo dan mengarah ke jalur Selatan menuju Kolbano, maka dipastikan akan tiba di Bukit Babia, Amanatun Selatan. Dari atas bukit itu, orang dapat memandang sejauh-jauhnya keindahan panorama Amanatun dan Amanuban, bahkan Samudera Hindia (Indonesia) terlihat dari puncak Bukit Babia. 

Puncak Bukit Babia inilah yang disebut-sebut sebagai negeri di atas awan oleh mereka yang suka memberi nama "baptis" baru. 

Perlu dicatat di sini agar para pengguna jalan lintas Oinlasi - Nunkolo berhati-hati. Bukit Babia, negeri di atas awan ini tidak ada tempat parkir kendaraan untuk berlama-lama. Lebar jalan tidak cukup untuk menjadi area parkir. Lagi pula, pembatas bahu jalan pun tidak ada (atau mungkin belum sempat), sehingga ada resiko bila kurang berhati-hati. Orang dapat saja tergelincir dan jatuh ke jurang. 

Sungguh suatu panorama indah, namun resiko yang harus ditanggung pun mahal harganya. Berhati-hatilah bila akan memotret di tempat ini. Mintalah teman untuk membuat foto, jangan sekali-kali swafoto bila berdiri di bibir jalan.

Rombongan tiba di Nunkolo. Umat/Jemaat telah bersiap-siap untuk mengikuti ibadah dalam rangka peluncuran Injil Markus dan Siit Knino' dalam Bahasa Amanatun. Penyambutan yang meriah ala masyarakat Atoin' Meto'

Penyambutan di halaman gedung gereja Efata Nunkolo; kolase: Roni Bani
Penyambutan di halaman gedung gereja Efata Nunkolo; kolase: Roni Bani

Demikian sepenggal catatan perjalanan rombongan UBB GMIT Kupang ke Nunkolo, Amanatun.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 9 Juli 2024

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun