Sudah cukupkah perbaikan itu? Tentulah sudah cukup bagi masyarakat Amfoang Raya, sekalipun di tengah jembatan ada bagian yang sedang amblas, sehingga ditambal secara darurat.
Masyarakat tetap menerima itu dengan rasa syukur, sambil terus berharap akan pembangunan jembatan yang lebih kuat bertahan terhadap terjangan badai dan banjir.
Kegemasan dan kecemasan belum akan berakhir sekali pun Jembatan Termanu sudah diperbaiki. Masyarakat masih gemas dan cemas pada Jembatan Kapsali. Putus dan bahkan telah merenggut nyawa.Â
Sekali lagi, saya pastikan bahwa Pemerintah tidak mungkin sedang ongkang kaki. Prioritas ada untuk maksud pembangunan kembali jembatan Kapsali, menunggu waktu yang pasti kiranya untuk dapat mewujudkan program itu.
Masyarakat menanti tanpa menadahkan tangan lagi oleh karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi darurat seperti itu. Mereka akan menyeberangi sungai walau banjir mengancam nyawa.
"Di Amfoang, perempuan pun tidak takut pada banjir, pak!"Â demikian pernyataan seorang ibu dalam percakapan kami di Soliu.
Dua sungai yang harus dilintasi oleh pengguna jalan: pejalan kaki dan ragam kendaraan yakni Noel (Noe) Ta'en dan Noel (Noe) Netlopen menunggu uluran dan sentuhan program pembangunan jembatan. Bila musim penghujan dan banjir, mereka bagai "terkurung".Â
Masyarakat harus selalu sigap menyambut musim hujan. Mengapa? Kebutuhan sembako sangat urgen.Â
Seorang bapak pernah bercerita ketika isterinya bertugas sebagai guru di salah satu sekolah wilayah Amfoang Barat Laut. Ia bercerita demikian,Â
Jika musim hujan mendekat, kami sudah harus menyiapkan kebutuhan pokok termasuk bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak, terutama minyak tanah dan BBM untuk kendaraan sangat prioritas di samping prioritas bahan makanan. Ini semua kami harus siapkan mengantisipasi musim hujan dengan durasi yang lama, kendaraan pengangkut barang dan penumpang akan terbatas. Hanya mereka yang punya adrenalin kuat, dapaat menyeberang ke seberang sungai untuk selanjutnya ke Pariti, Sulamu, Camplong, Oelamasi dan atua kota Kupang.