Â
Duol sebagai Simbol Kehidupan Bersama
Duol dapat dimaknai sebagai simbol kehidupan bersama. Mengapa? Hal ini dapat dilihat dari ritual budaya para pemilik ritual pada masa lampau. Di sana ada pemanggil dan tetua/pini sepuh yang menjadi pemimpin. Pada duol dengan jumlah tingkatan berapa pun, di sana diyakini akan ada yang memanggil untuk bertemu. Pertemuan itu akan berdampak pada suasana kebersamaan sebagai satu keluarga (suku maupun anak/sub suku).
Ketika mereka bertemu, maka akan terjadi:
- cerita secara berlanjut tentang asal-muasal leluhur mereka
- cerita hubungan kekerabatan di sekitar api unggun yang dibuat secara khusus untuk berdiang di malam hari
- musik, tari dan lagu yang dimainkan, digerakkan dan dimadahkan baik untuk saling mempererat kekerabatan/kekeluargaan, maupun untuk memuji Lahatala dan roh para leluhur
- makanan dan minuman dibawa ke tempat pertemuan dan disajikan untuk dinikmati bersama.
Dalam konteks yang demikian terdapat managemen kepemimpinan dan managemen sumber daya (alam dan manusia). Â
Duol sebagai Kehidupan Keberagamaan
Duol dapat dimaknai sebagai simbol kehidupan beragama. Mengapa? Di tempat ini akan ada persembahan baik berupa apa yang dapat diraba dan ditempatkan di altar (mezbah), mau pun persembahan yang hanya dirasakan, yakni: musik, tari dan lagu.
Syair-syair lagu yang diarahkan kepada pemujaan kepada Lahatala sesungguhnya sudah mengantarkan komunitas suku dan ana/sub suku untuk hidup bersama dalam satu keyakinan (agama). Nilai ketuhanan diajarkan dengan pendekatan langsung maupun tidak langsung. Anggota suku dan anak/sub suku akan dengan sendirinya memahami makna dan nilai di balik semua sikap dan tindak budaya di sekitar dan di dalam duol.
Duol sebagai Etika Lingkungan
Duol dapat dimaknai sebagai simbol etika lingkungan.. Mengapa? Lihatlah dan rasakan, bahwa mereka akan mengambil batu, kayu, api, dan bahan makanan/minuman dengan pendekatan kearifan lokal. Anggota suku/sub suku tidak secara serampangan mengambil batu, kayu dan api. Sangat dilarang untuk menyalakan belukar di sekitar duol. Ada larangan untuk tidak memindahkan benda-benda alam di sekitar duol tanpa sepengetahuan pemimpinnya.
Bila hendak melakukan prosesi/ritual dengan memanfaatkan benda di sekeliling duol, dipastikan wajib hukumnya untuk mendapatkan izin dari para pemimpin . Pendekatan yang demikian akan menjadi cara yang tepat untuk memelihara alam, sehingga pepohonan, bebatuan dan sumber air aman dari jamahan pelaku jalang.
Duol sebagai Struktur Kekerabatan yang Sistemik
Duol dapat dimaknai sebagai struktur kekerabatan yang sistemik. Hal ini dapat diketahui dari sebutan-sebutan yang muncul dan tetap dipertahankan sampai dengan saat ini.
Sebutan-sebutan itu selalu berpasangan; ba'i-nene; bapa-mama, kaka-adik
Perhatikan sebutan-sebutan itu. Kaum laki-laki ditempatkan di depan kaum perempuan. Ba'i atau kakek; bapa jelas ayah, bapak, kaka, bermakna konotatif, dapat saja laki-laki mau pun perempuan.