Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lampu Kuning untuk Pelestarian Bahasa Daerah

12 Maret 2024   18:20 Diperbarui: 12 Maret 2024   18:26 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://voi.id/

"Lo nggak dengar, gue lagi ngomong ni! Gue lagi ngomong ama lo!"

"Gue dengar, lo ngomong ama gue, ... lo ngomong apa tadi? Rasanya gue nggak ngerti!"

Nah... coba simak baik-baik dialog itu.

Apakah kedua individu sebagai makhluk berbahasa sedang menggunakan Bahasa Indonesia, atau campuran bahasa yang memungkinkan segera ada komunikasi bersahutan?

Fakta menunjukkan keada kita bahwa berbicara secara informal berbeda dengan berbicara secara formal. Di dunia informal semisal bertemu di pasar, toko, pusat-pusat keramaian, adakah dialog yang menggunakan bahasa formal? Tidak! Individu yang saling bersua akan menggunakan bahasa percakapan informal yang mudah diterima dan dimengerti.

Ituah sebabnya orang patut dan pantas untuk tetap menggunakan bahasa daerah, sebab bahasa daerah itu merupakan bahasa ibu, bahasa yang ada di rumah, di dalam komunitas dan etnis. Bahasa yang demikian itu mudah diterima, dipahami dan saling berdialog secara nyaman dan aman.

Dalam suasana dan konteks yang informal adalah sangat baik bila orang menggunakan bahasa daerah. Bahwa bila satu komunitas menggunakan bahasa yang sama maka, dalam konteks yang formal sekalipun orang dapat menggunakan bahasa daerah.

Tengoklah Presiden NKRI, Ir. H. Joko Widodo yang sering menyisipkan istilah-istilah dalam bahasa daerahnya. Contohnya, ojo kesusu, dan lain-lain. (dapat dibaca di 3 )

Pada zaman Orde Baru, Soeharto pun sering menyisipkan istilah dalam Bahasa Jawa yang filosofis (4.) Hal ini hendak membuktikan bahwa para pemimpin bangsa sedang merindukan untuk melestarikan budaya khususnya bahasa daerah.

Setiap orang yang lahid di wilayah perkotaan yang heterogen dipastikan menggunakan "bahasa persatuan" ala masyarakat perkotaan. Tengoklah kota-kota di Nusa Tenggara Timur yang daerah asal mereka memiliki kurang lebih dari 70 bahasa. Bagaimana masyarakat perkotaan mulai dari ibukota di Kupang dan semua ibukota Kabupaten yang heterogen? Penduduk perkotaan akan menggunakan lingua franca, bahasa yang mudah diterima oleh semua kalangan dan etnis di perkotaan, sambil tiap etnis berusaha untuk tetap mempertahankan dan melestarikan bahasa daerah asalnya. Dapatkah itu terjadi?

Tidak dapat dipastikan! Mengapa? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun