Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berdampakkah Kongres PGRI?

2 Maret 2024   18:12 Diperbarui: 2 Maret 2024   18:18 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Persatuan Guru Republik Indonesia digadang-gadang sebagai organisasi profesi tertua di Indonesia. Betapa tidak, ia lahir 100 hari pertama sesudah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya (25 Novembr 1945). Cikal bakal organisasi ini yakni  Persatuan Guru Hindia Belanda (1912) bermetamorforsis menjadi Persatuan Guru Indonesia (1932). Jatuh bangun sebagai organisasi dan baru tegak pada 25 November 1945.

Selanjutnya Pemerintah Republik Indonesia menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional. Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, sehingga setiap 25 November dipergingati sebagai Hari Guru Nasional, dan sekaligus hari lahirnya PGRI.

Kongres demi Kongres telah dilangsungkan. Pergantian pengurus di jenjang pusat hingga daerah, cabang dan ranting terus berlangsung sampai dengan tahun 2024 ini.  Kongres ke XXIII sedang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, dibuka oleh Presiden NKRI, Ir. H. Joko Widodo.

Bukti Kerja Keras PGRI 

Ada saja anggota PGRI yang skeptis pada kerja keras PGRI sebagai organisasi profesi kaum guru. Saya mendengar suara-suara guru yang skeptis seperti:

  • PGRI belum memberi sentuhan langsung pada anggotanya. 
  • PGRI belum peduli pada peningkatan kualitas guru secara khusus dan kualitas pendidikan pada umumnya.
  • PGRI tidak mempunyai program yang menyentuh kebutuhan guru sebagai anggota
  • PGRI lebih mementingkan urusan organisasi seperti konsolidasi organisasi ke daerah hingga cabang dan ranting yang menghabiskan anggaran yang berasal dari iuran anggota
  • PGRI dalam menatakelola iuran anggota, transparansi dan akuntabilitas kurang mendapat perhatian

Sejumlah daftar ini saya peroleh dari percakapan-percakapan informal dengan guru pada beberapa kesempatan di lokus yang berbeda. Menarik. Mereka tidak punya keberanian untuk mengungkapkannya secara terbuka kepada pengurus, namun mampu menyampaikannya secara informal.

Sangat sering saya akan mengatakan bahwa, sikap malu-malu, kurang percaya diri untuk menyampaikan kritik kepada organisasi profesi di mana guru menjadi anggota, akan menjadikan anggota itu skeptis. Sikap yang demikian tidak menggambarkan anggota yang bertanggung jawab. Menjadi anggota, menjalankan kewajiban minimal memberi iuran bulanan, tetapi tidak menyampaikan gagasan atau kritik ke dalam organisasi melalui pengurus maka kita meninabobokan mereka.

Padahal, kerja keras PGRI sudah terjadi berpuluh tahun sepanjang ziarah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mari kita coba cermati kira-kira apa saja yang sudah pernah dilakukan PGRI melalui Pengurus Besar di Jakarta? Setiap Kongres PGRI diadakan, tentulah ada sikap dan rekomendasi dari kongres kepada Pemerintah Republik Indonesia. Sikap dan rekomendasi itu menjadi penting oleh karena guru menjadi ujung tombak pembangunan manusia Indonesia melalui pendidikan. Para pengambil kebijakan di tingkat pusat untuk pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia, disasarkan kepada satuan pendidikan di ujungnya. Di sana ada guru sebagai operatornya. Maka, guru patutlah mendapatkan perhatian plus dari pemerintah melalui kementerian terkait.

Kongres-kongres itu menghasilkan hal-hal seperti ini: (sumber)

  • November 1946 meminta Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Soekarno agar penyelenggaraan pendidikan dilakukan atas dasar kepentingan nasional. Kongres  ini pun meminta adanya Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Undang-Undang Pokok Perburuhan. 
  • Februari 1948, diadakannya Komisariat-komisariat di daerah Provinsi
  • September 1948, keluar dari Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia, berkonflik dengan Partai Komunis Indonesia
  • Desember 1950, memilih Pancasila sebagai asas organisasi PGRI
  • Februari 1966 menolak paham Komunisme
  • Juni 1979 perlunya pembinaan lembaga pendidikan PGRI di bawah payung PGRI. Lahir Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) PGRI
  • November 1994 penetapan Hari Guru Nasional melalui Kepres Nomor 78 tahun 1994
  • November 1998, PGRI sebagai organisasi perjuangan dan ketenagakerjaan; sifat organisasi: unitaristik, independen, non partisan
  • Desember 2004, penetapan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono
  • Desember 2005, Lahirnya UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Ketika lahir Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, rasanya perjuangan PGRI telah mencapai klimaksny. Tidak! Organisasi PGRI terus mengawal pelaksanaan dari UU tersebut, khususnya menyangkut aspek:

  • Kesejahteraan Guru baik dalam status sebagai guru ASN/PNS maupun honorer
  • Ketersediaan anggaran pendidikan sesuai amanat konstitusi, baik oleh APBN maupun APBD
  • Pengangkatan/peningkatan status guru honorer sebagai CASN/CPNS dan kini menjadi PPPK
  • Tersedianya sarana-prasarana, fasilitas pembelajaran yang memadai
  • Akses transportasi, listrik dan jaringan internet yang memadai untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan 
  •  dan lainnya

Pada jenjang Pengurus Besar PGRI di Jakarta cukup terlihat kerja keras (perjuangan) itu.  Komunikasi dibangun dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi serta Kementerian terkait yang mengurus status kepegawaian guru dan status kesejahteraan guru, dan segala hal yang berhubungan dengan guru.

Sikap skeptis ternyata disasarkan kepada Pengurus PGRI di daerah-daerah. Mengapa? Pengurus PGRI di daerah kabur kantornya. Kantornya berada di mana pengurus berada. Para pengurus sering sekali sebagai guru aktif sehingga kepedulian pada organisasi dan anggotanya menjadi lemah.

Pengurus Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) sering sekali hadir sebagai papan nama. Iuran anggota dikelola tanpa transparansi kepada anggota. Menurut Konstitusi PGRI rapat kerja diadakan setiap tahunnya, adakah yang menyelenggarakannya? Ada, bagaimana hasilnya agar diketahui semua anggotanya? Kabur...

Pengurus Daerah (Provinsi, Kabuapten, Kota) tanpa program dan aksi yang pasti terlihat. Maka, konsolidasi organisasi sampai ke cabang (kecamatan) dan ranting di desa atau unit satuan pendidikan selalu tidak dapat dilaksanakan secara baik, bahkan dalam 4 tahun kepengurusan.

Ini semua tantangan, sekaligus masalah yang dilihat oleh anggota yang skeptis terhadap organisasi PGRI.

Oleh karena itu, adalah baik bila pengurus daerah bersikap sesudah Kongres ke XXIII ini. Kiranya bukan semua pengurus daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) . Tentulah pengurus daerah tertentu sangat aktif bersuara kepada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan Kota) agar dunia pendidikan di daerah mendapatkan sentuhan. Ini akan menjadikan para anggota melek pada organisasi PGRI

Jika pengurus daerah PGRI di Provinsi, Kabupaten atau Kota hanya papan nama, namun bila  Hari Guru Nasional tiba berpidato secara berapi-api, siapa yang pedulinya? Memobilisasi anggota untuk menghadiri upacara HGN/HUT PGRI setiap 25 November itu bagai kesempatan "berlibur" sehari pada guru, dan sekaligus mengecap setitik manisnya iuran yang diberikannya.


Penutup

Kongres PGRI XXIII sedang berlangsung di tengah gencarnya "perpecahan" PGRI sebagai organisasi perjuangan unitaristik, independen dan non partisan. Gejolak terjadi secara internal, namun kekukuhan organisasi tetap terjaga khususnya keterbelahan itu dikesampingkan karena mayoritas pengurus daerah (provinsi, kabupaten dan kota) masih menjunjung persatuan di bawah kepemimpinan hasil Kongres XXII. 

Bila organisasi profesi guru mengalami gejolak bagai organisasi partai politik, tentulah akan berdampak, namun sikap bijak para guru sebagai pengurus telah mampu meredam keterbelahan itu sehingga keluar ke hadapan publik dan anggota untuk menyelenggarakan Kongres XXIII ini.

Perjuangan belum berakhir. Kerja keras tak akan berakhir selama benjolan-benjolan penyelenggaraan pendidikan terlihat sebagai kekeliruan kebijakan. PGRI akan terus hadir untuk menjembatani kesenjangan itu antara pemerintah dengan guru sebagai operator lapangan.

Pengurus daerah PGRI di semua tingkatan pun diharapkan memiliki sikap yang jelas agar terlihat aksi-aksi nyata pada anggota. Dengan demikian sikap skeptis yang ditunjukkan atau dijadikan bahan pergunjingan dapat dikikis, agar kepercayaan kepada pengurus daerah bangkit kembali.

Sampai di sini satu catatan kecil dalam rangka turut serta dalam Kongres PGRI XXIII,  Maret 2024

Umi Nii Baki-Koro'oto, 2 Maret 2024

Heronimus Bani 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun