Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengelolaan Anggaran BOS Masih Ribet, Pak

13 Februari 2024   09:07 Diperbarui: 13 Februari 2024   10:13 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokpri/Dinas P & K Kab Kupang

Pengelolaan Anggaran BOS masih Ribet, Pak!

Pembaca  budiman, salam sehat.

Pada tanggal 11 Februari 2024, saya menulis artikel yang mengulas pemanfaatan anggaran Bantuan Operasional Sekolah atau Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOS/BOSP). Pembaca budiman yang belum sempat membacanya, dapat melirik di sini .

Ketika rekan-rekan guru yang sempat membaca, ada yang memberi respon melalui wapri. Intinya, ada rasa tidak nyaman dalam hal pengelolaan anggaran BOS/BOSP, namun harus tetap berada di kanal itu. Hal ini dilakukan agar sekolah tetap dapat melakukan pembiayaan dalam operasionalnya. 

Sekadar mengutip curahan hati dari dua rekan guru seperti ini

Sangat menarik bp Roni memang sejalan tapi sangat sedikit yang yang bisa beropini terkait substansi berita yang bp Roni muat, padahal hal tersebut merupakan masalah yang hampir semua kepsek dan bendahara alami bahkan meronta-ronta ingin bersuara tetapi tidak berani seprti bp Roni termasuk saya (+62 812-3679-****)

Selanjutnya seorang rekan guru menulis tanggapannya pada artikel itu sebagai berikut:

Luar biasa ,
Tulisan ini kalo dijawab maka segala hambatan yg ada di sekolah=sekolah tidak akan terjadi. Jangankan SD, SMP,  saya saja 1 PNS tahun ini pensiun dan tidak bisa mengoperasikan komputer/laptop. Bendahara harus PNS jadi pakai bendahara SD terdekat sudah 2 tahun ini, apalagi tenaga admininistasi. Sungguh menyedihkan.
Kepada siapa harus mengadu??? Sudah lapor di GTK. Mereka hanya bilang mereka juga tenaga honor, terus mau lapor di mana lagi??
Jalan terakhir hanya pada Tuhan saja tempat mengadu.
Mohon maaf, jika tidak berkenan menyampaikan curhat ini. Terimakasih banyak . Tuhan Yesus memberkati (+62 812-3920-****)

Dua tanggapan ini menjadi menarik.

Senin (12/2/24) pelayanan di MARKAS ARKAS dikerubuti oleh para guru dalam kapasitas sebagai Kepala Sekolah dan Bendahara BOS/BOSP. Antrian panjang di luar ruangan. Ada yang duduk, ada yang berdiri. Mereka saling berbagi cerita di seputar pengelolaan anggaran BOS/BOSP melalui ARKAS. Ada pula yang bercerita tentang Platform Merdeka Mengajar dan SKP dalam aplikasi yang disediakan oleh https://kinerja.bkn.go.id/; wajah mereka menggambarkan suasana hati. 

Hari ini, Selasa (13/2/24) melalui aplikasi WhatsApp saya tanyakan hambatan dan solusi pengelolaan anggaran BOS/BOSP. Semacam interview sederhana untuk mengetahui apakah ada hambatan dalam pengelolaan dan bagaimana solusinya?

Hasilnya sebagai berikut:

  • Tugas rangkap. Guru tertentu dan atau kepala sekolah dipastikan harus merangkap tugas baik sebagai Operator dapodik maupun Operator ARKAS. 
  • Ketrampilan digital. Ketrampilan digital zaman ini menjadi tuntutan. Banyak aplikasi ditawarkan, terutama aplikasi yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi. Hal ini sebagaimana terlihat pada Platform Merdeka Mengajar (PMM) dengan segala muatannya; e-kinerja dengan semua kerumitannya; ARKAS, dan lain-lain yang kiranya diperlukan untuk menunjang tugas.
  • Pembelanjaan dengan pendekatan SIPLAH. SIPLAH sebagai satu aplikasi yang diluncurkan Kemdikbudristek di mana sekolah dapat memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sesuai perencanaan. Permasalahan muncul pada realisasi belanja dan pembayarannya. Pembayaran dilakukan setelah barang diterima. Masalahnya yakni barang yang dikirim lambat tiba, sementara waktu terus berlanjut, hingga pada titik waktu berikutnya untuk pelaporan, terlambat. Hal lainnya sebagai hambatan keterlambatan yakni keterlambatan pemesanan yang berdampak pula pada pengiriman barang.
  • Keterlambatan pencairan. Keterlambatan pencairan terjadi disebabkan keterlambatan pengesahan ARKAS. Prosedur pengesahan ARKAS; perencanaan - pengusulan - pengesahan - cetak - pengesahan dokumen. Semua ini berlangsung dalma lini masa tertentu sejak awal tahun anggaran. Seringkali masih menunggu Permen tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Anggaran BOS/BOSP.
  • MARKAS yang memberikan persetujuan untuk selanjutnya mendapatkan pengesahan pada dokumen tertulis, sering mengoreksi pos pengeluaran dan nominal yang dipagukan agar ada penyesuaian secara logis konteks. Hal ini berdampak pada waktu yang diperlukan untuk perbaikan perencanaan.  Bila melakukan klasifikasi perencanaan anggaran BOS/BOSP terasa lebih dominan pada kesejahteraan guru, kegiatan siswa, dan sarana-prasarana, tanpa mengabaikan pos pembiayaan sesuai petunjuk teknis pengelolaan anggaran BOS/BOSP. 
  • Keterlambatan pelaporan baik dalam jaringan maupun secara dokumen fisik. Guru yang diberi tugas tambahan Bendahara BOS/BOSP pertama-tama wajib untuk menunaikan tugasnya di kelas. Tugas tambahan ditunaikan sesudah waktu reguler di kelas. Bagi guru mata pelajaran, mungkin saja hal ini terjadi; sedangkan guru kelas, terpaksa dilaksanakan di luar waktu reguler, mungkin ketika berada di rumah. Kecuali, bila harus bekerja 8 jam penuh di sekolah setiap harinya.
  • Pelaporan sisa anggaran (SILPA). Pelaporan SILPA sering "mengganjal" emosi. SILPA yang nilai nominalnya amat kecil sekali pun wajib hukumnya untuk dilaporkan baik secara online maupun off line dalam hal ini wajib ada laporan dalam bentuk dokumen fisik. Hal ini berdampak pada waktu, tenaga dan pembiayaan.
  • Kekeliruan dalam pencatatan. Hal ini sangat manusiawi bahwa setiap orang dapat saja melakukan kekeliruan. Dampaknya yakni dokumen laporan fisik setelah diperiksa, mendapat koreksi dan perlu mengulang lagi. Hal ini berdampak pada waktu, tenaga dan pembiayaan.

Dari informasi yang dikirimkan oleh para kepala sekolah sebagaimana rangkuman di atas, nampaknya hal-hal itu terbaca sebagai keterbatasan individu dalam institusi. Artinya, individu-individu yang mendapat tugas tambahan sebagai Bendahara BOS/BOSP tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan pengelolaan keuangan/anggaran dan pembiayaan/pembelanjaan hingga pelaporannya. Semua individu guru di satuan pendidikan dipastikan tidak ada pelatihan khusus untuk dengan tujuan menjadikan mereka memiliki pengetahuan dan ketrampilan akuntansi, khususnya pada ARKAS. (Daerah lain mungkin ada pelatihan)

Selanjutnya, sebagaimana sudah diuraikan sebelumnya pada artikel pertama bahwa menggunakan aplikasi dipastikan akan ada faktor eksternal yang turut memberi pengaruh yakni listrik dan jaringan internet. Nah, pada konteks jaringan internet status yang paling diharapkan yakni 4G. 

Lahir pertanyaan, jika status jaringan internet 4G mungkinkah Operator ARKAS mampu mengakses secara baik?

Tidak selalu demikian. Maka solusi yang dibuat oleh para kepala sekolah terlihat dari jawaban mereka yang dapat diringkas sebagai berikut:

  • Memanfaatkan tenaga guru honorer yang rerata berusia muda. Mereka memiliki ketrampilan digital. Mereka diminta membantu Operator ARKAS (Bendahara BOS/BOSP) mengoperasikan aplikasi dan membantunya hingga laporan berupa dokumen fisik berada di tangan, disahkan ketika dalam proses perencanaan dan atau diterima bila melakukan pelaporan. Bila guru honorer pun tidak dapat mewujudkan hal ini atas alasan ketidakmampuan, maka solusinya yakni meminta bantuan pada rekan guru di sekolah tetangga, dan atau menggunakan jasa pihak lain yang mau menolong.
  • Tutorial. Membaca tutorial dan atau melihat tutorial yang disediakan oleh para pegiat media sosial, khususnya di bidang pendidikan
  • Bertanya pada rekan guru pengelola anggaran BOS/BOSP yang sudah berpengalaman. Bertanyalah, kiranya mendapatkan jawabannya. Demikian halnya dengan kesulitan/kerumitan pengelolaan anggaran BOS/BOSP dengan memanfaatkan ARKAS sebagaimana yang sudah ada.
  • Menyediakan anggaran khusus untuk jasa listrik dan internet. Sudah menjadi kewajiban konsumen untuk membayar jasa pada penyedia. Listrik dan internet yang diperlukan butuh pengeluaran anggaran. Bila tidak disediakan anggaran pengeluaran untuk jasa listrik dan internet, maka pengorbananlah yang akan terjadi.

Faktanya, keterlambatan tetap saja terjadi pada tahap pencairan, pengelolaan dan pelaporan. Maka, para mayoritas kepala sekolah menyebutnya sebagai masih ribet, walau ada pula yang ringan-ringan saja karena alasan, kerja yang kreatif menyenangkan, beban di pundak perlu segera diturunkan baik oleh diri sendiri maupun atas pertolongan sahabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun