Tenggat waktu pun dikoreksi yang semula pintu akses ditutup pada 31 Januari 2024 bergeser hingga 31 Maret 2024 dengan disertai fitur pusat bantuan agar dapat membantu para guru dan kepala sekolah yang nir-ketrampilan digital, dan beberapa hal lainnya yang terlihat bagai membawa para guru dan kepala sekolah keluar dari lilitan ketidakberdayaan, namun bila membaca surat itu dan tiba pada point pemberian TPP, di sana ada ruang pada pemerintah daerah sebagai alasan pembenaran bila TPP tertunda atau akhirnya diputuskan untuk ASN tertentu nihil TPP.Â
Patut diingat bahwa Daerah Otonom dipimpin oleh Bupati/Walikota atau Gubernur yang dipilih langsung, mereka mempunyai kewenangan yang luas walau dibatasi Undang-Undang. Pemerintah Pusat melalui Kementerian terkait, misalnya Kemdikbudristek tentu tidak serta merta dapat mengintervensi kewenangan pemerintah daerah (otonom). Maka, point 4 pada akhir surat sebagaimana disampaikan oleh Dirjen GTK Kemdikbud dapat saja diwujudkan bila perlu, sebagaimana frasa, Pemerintah daerah perlu memastikan pemberian TPP ASN guru dan Kepala sekolah tepat waktu sesuai dengan linimasa yang ditetapkan. Dapatkah hal itu terjadi? Kita tunggu aksi Pemerintah Daerah (Otonom).
Kepala Sekolah Bingung  Murid Sibuk BerceritaÂ
Sebagai guru di pedesaan, saya tidak banyak mengetahui perkembangan proses interaksi guru-murid pada satuan-satuan pendidikan perkotaan. Mereka tentulah lebih baik dalam berbagai aspek pengelolaan kelas dan kinerja guru, walau  mungkin ada pula yang resah sebagaimana keresahan kaum guru pedesaan yang di antaranya gaptek. Prosentase yang ditunjukkan oleh Kemdikbudristek (melalui Dirjen GTK) bahwa sudah lebih dari 90% guru telah mengakses Pengelolaan Kinerja paa Platform Merdeka Mengajar (PMM) tentu suatu kabar baik. Padahal pada saat yang sama diikuti dengan surat untuk memberi peluang penambahan batas waktu hingga 31 Maret 2024.
Sejauh ini rupanya Kemdikbudristek memandang Indonesia dari kacamata Jakarta belaka. Rasanya ada kealpaan pada kondisi geografis dan berbagai hal yang kiranya menjadi tantangan pada zaman digitalisasi ini. Maka tidak mengherankan surat terakhir yang dikeluarkan merupakan tanggapan atas apa yang menjadi keresahan kaum guru dan pengamat kebijakan p endidikan di berbagai tempat.
Kesibukan guru bertambah kini. Disampaikan bahwa pengelolaan kinerja pada PMM telah terkoneksi dengan platform e-kinerja yang dikelola Badan Kepegawaian Negara. Suatu perkembangan yang cukup baik dari sudut pandang efektivitas dan efisiensi kerja guru.Â
Surat sebagaimana diedarkan oleh Dirjen GTK menyentil pula jaringan internet dan akses listrik sebagai tantangan sehingga peluang untuk mengakses PMM digeser hingga akhir Maret 2023.
Ketika para guru sibuk dengan mengakses platform yang ditunjuk dan dimaksud, beredar beragam kabar bagaimana kesibukan murid di ruang-ruang kelas. Kesibukan yang bermanfaat pada mereka atas inisiatif dan kreativitas, maupun kesibukan yang bersifat meme.
Delapan kepala satuan pendidikan sekolah dasar di Amarasi Selatan Kabupaten Kupang hendak bertemu dalam suatu rapat berkala. Â Salah seorang di antara mereka berhalangan. Rapat dipimpin oleh Pengawas. Agenda rapat diatur sedemikian rapih dan runut secara logik agar para kepala sekolah dapat mengikuti secara baik, dan bila sudah berada di sekolah, dapat mengimplementasikan apa yang disampaikan dalam rapat.
Hari itu, 24 Januari 2024 kedelapan kepala sekolah telah bertemu di lokasi yang ditunjuk. Mereka menunggu Pengawas yang untuk pertama kalinya datang ke tempat rapat. Pada area itu spot jaringan internet kosong, listrik pun padam. Materi rapat yang di antaranya yakni mengakses platform merdeka mengajar agar dapat mengikuti uraian tentang pengelolaan kinerja tidak dapat disampaikan. Materi rapat lainnya yang disiapkan dalam bentuk power point presentation pun tak dapat tayang. Jadilah rapat itu formalitas dan normatif belaka. Dapatkah pembaca membayangkan bagaimana wajah para kepala sekolah yang hadir dalam rapat itu?Â