Di rumah kami ada 2 orang yang tetiba jatuh sakit. Isteri dari adik saya jatuh sakit. Mereka berdomisili di ibukota kecamatan yang jaraknya 12 km dari tempat kami tinggal. Hendak diantarkan ke Puskesmas sangat mungkin terjadi, namun dampaknya, suami yang terpilih sebagai salah seorang anggota presbiter akan tertunda untuk tidak mengikuti peneguhan di dalam kebaktian ini. Maka, kami putuskan untuk dijemput ke rumah kami di dalam wilayah komunitas gereja lokal.Â
Pikap berangkat menjemput.
Sakit yang mendera saya tak dapat pula untuk memberi peluang pulih. Saya kembali ke posisi pembaringan. Di rumah kami ada 2 "pasien". Saya memaksakan untuk mengikuti kebaktian/ibadah awal tahun yang dipadukan dengan peneguhan presbiter untuk periode pelayanan 2024-2027.Â
Di tengah kebaktian saya meninggalkan ruang ibadah untuk berbaring di Sekretariat Gereja. Saya memohon agar ketika tiba pada peneguhan ada seseorang yang akan memberitahukan. Beberapa saat saja, Pendeta yang melayani turun dari mimbar dan menyambangi saya di Sekretariat Gereja. Ia menyampaikan agar nama saya sebaiknya tidak dibacakan.
Saya paham maksud sang pendeta. Peneguhan secara khusus akan dilakukan bila sudah pulih, namun saya menolak. Saya memaksakan untuk mengikuti prosesi itu hingga tuntas, dan langsung pulang.Â
Jalannya prosesi peneguhan sebagai berikut:
- Sekretaris Majelis Jemaat membacakan Keputusan Sidang Jemaat Istimewa yang memutuskan dan menetapkan anggota penatua, diaken dan pengajar terpilih untuk periode pelayanan 2024-2027
- Penyampaian tugas dan wewenang penatua, diaken dan pengajar menurut aturan Gereja Masehi Injili di Timor yang ditetapkan berdasarkan kesaksian Alkitab
- Pengucapan janji oleh para penatua, diaken pengajar
- Berlutut untuk peneguhan dan doa peneguhan oleh pelayan (pendeta)
- Penjemputan untuk kembali berdiri dilanjutkan dengan penyematan tanda jabatan gerejawi
- Persembahan khusus para penatua, diaken dan pengajar bersama keluarga
- Perhadapan penatua, diaken, dan pengajar ke Jemaat yang disambut dengan sukacita dan syukur
Ibadah dilanjutkan hingga berakhir. Pada komunitas gereja lokal di Koro'oto ada tradisi salaman di awal tahun. Para presbiter akan berbaris di depan gedung gereja untuk menerima salam jabat (dan boleh jug cium hidung). Saya tidak mengikuti tradisi ini.
Pada sore hari (1/1/24) dengan pikap kami ke Puskesmas di kota Kecamatan. Setelah menjalani pemeriksaan sekejab dengan mengukur tekanan darah, dialog dengan petugas Puskesmas, saya mendapat 2 sachet obat untuk ditelan sesuai aturannya.
Hari ini (2/1/24) saya mencoba bangun agar dapat menulis penggalan-penggalan pengalaman ini sebelum terlupakan. Kondisi kesehatan belum pulih, namun niat menulis tak dapat ditunda. hehe..
Selamat Tahun Baru untuk para sahabat Kompasianer...