Sejujurnya saya mau sampaikan bahwa berkunjung ke TPU tidak selalu saya lakukan. Saya akan ke TPU bila ikut dalam iring-iringan pengantar jenazah untuk dikuburkan. Apalagi di kampung/desa tempat kami tinggal, bila kami mendapat tugas dalam upacara penguburan, ketika itu kami akan ke TPU.Â
Sementara itu keluarga-keluarga yang kehilangan kerabat karena meninggal dunia dan telah dikuburkan di TPU akan berkunjung selalu ke TPU baik reguler maupun insidentil.Â
Berkunjung secara reguler yang saya maksudkan di sini misalnya, setiap hari kematian atau setiap hari raya keagamaan. Pada hari kematian orang ingat akan keluarga yang meninggal, maka orang berkunjung ke TPU. Pada setiap hari raya keagamaan, orang berkunjung ke TPU. Bila mengalami situasi tertentu, maka orang berkunjung ke TPU.
Kita mengetahui bahwa ada budaya mengunjungi taman makam pahlawan (TMP) sebagai bentuk yang sama dengan berkunjung ke TPU. Di TMP orang melakukan upacara penghormatan kepada para pahlawan yang dikuburkan di TMP tersebut.Â
Para pengunjung akan melakukan apa yang disebut tabur bunga. Pada kalangan penganut agama tertentu, ada doa-doa yang dilantunkan di atas pusara.
Pada pusara orang-orang terkenal yang sudah meninggal, kunjungan dilakukan oleh masyarakat untuk menghormati dan mengingat jasa-jasanya. Misalnya, kunjungan (ziarah) ke makam Bung Karno atau makam Gus Dur.Â
Dua Presiden yang pernah berkuasa dengan durasi kekuasaan berbeda ini masing-masing dikenang dengan jasanya. Ziarah para tokoh ke makam dari para Presiden yang sudah meninggal dunia akan dipublikasikan. Publikasi ini menggugah ingatan dan kesan pada jasa dan ingatan publik.
Apa yang dilakukan orang pada saat berkunjung ke TPU atau TPK
Mudah saja, dipastikan orang akan berdoa; kira-kira itu hal pertama yang dilakukan atau mungkin terakhir. Tindakan nyata yakni menabur bunga (Melayu Kupang: siram rampe) dan membakar lilin.Â
Memang tidak semua penziarah akan membakar lilin. Jika ada yang membakar lilin kiranya mungkin penganut agama Kristen dan Katolik, atau penganut agama yang dogmanya mengajarkan bahwa membakar lilin pada pusara anggota keluarga yang sudah meninggal dunia merupakan hal wajib.Â
Pada kaum Kristen tidak ada pengajaran itu tetapi dilakukan sebagai suatu kebiasaan belaka, yang pada akhirnya menjadi budaya. Budaya membakar lilin di atas pusara. Kaum Kristen tidak diwajibkan berdoa di atas pusara, namun sering pula ada yang mau berdoa di sana.Â