Para murid Rabi Yesus memberikan jawaban dengan pertanyaan balik, "Bukan aku, ya Tuan (Tuhan)?" (Mat.26:23). Lalu Rabi Yesus memberikan jawaban, "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan etapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusi aitu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan." (Mat.26:24). Yudas (Iskariot) memberi jawaban dengan pertanyaan retorik, "Bukan aku, ya Rabi?" Lalu Yesus memberi jawaban, "Engkau telah mengatakannya." (Mat.26:25).
Sampai di situ dialog di meja jamuan makan Paskah yang diadakan oleh Rabi Yesus. Selanjutnya Rabi Yesus menyediakan roti dan anggur untuk dimakan secara bersama di antara mereka. Persiapan itu dilakukan dengan doa ucapan syukur. Perlakuan terhadap roti yakni, Rabi Yesus memecah-mecahka, dan memberikan kepada para murid-Nya, seraya berkata, "Ambillah, makanlah. Inilah tubuh-Ku!" (Mat.26:26). Tanpa basa-basi dialog, para murid mengambil roti yang disebutkan sebagai Tubuh Rabi Yesus sendiri. Mereka pun menyantapnya.
Sesudah menyantap roti, sebagai tubuh Rabi Yesus, Ia mengambil cawan. Ia mengucap syukur lalu sesudah itu ia memberikan kepada para murid untuk meminum darinya, sambil berkata, "Minumlah kamu semua dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa. Akan tetapi Aku berkata kepadamu, Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku." Mereka pun melakukan apa yang disampaikan oleh guru mereka, meminum dari cawan yang berisi anggur, yang disebutkan sebagai darah Rabi Yesus, guru para murid itu.
Jamuan Makan yang diadakan Rabi Yesus berakhir. Siapa yang mengetahui dampaknya sesudah itu? Para murid berada dalam posisi bingung. Mereka belum menyadari makna jamuan makan itu oleh karena pernyataan yang dibuat oleh guru mereka. Dalam kebisuan mereka tentu bertanya, bagaimana mungkin roti merupakan tubuh-Nya, dan anggur menjadi darah-Nya? Darah itu sendiri disebutkan sebagai darah perjanjian. Bagi para murid, waktu untuk berdiskusi tiadalah cukup, bahkan bila mungkin tersedia waktu pada mereka, mereka akan memulai diskusi itu dengan topik seperti apa?
Apakah para murid yang telah duduk makan bersama dengan Rabi Yesus, guru mereka sebagai sikap dan Tindakan yang bersifat politik? Tidak! Rabi Yesus sedang melaksanakan tradisi keagamaan Yahudi. Ketika Rabi Yesus duduk makan bersama murid-murid-Nya, Ia tidak mendialogkan sesuatu yang sifatnya politik.Â
Ia tidak duduk makan untuk menyampaikan perpisahan dengan para murid oleh karena telah dinyatakan lulus. Ia makan bersama para murid pun, tidak dalam rangka menyiapkan lobi dan pendekatan "injak kaki" untuk kepentingan sesaat. Ia tidak menjanjikan kekuasaan sebagai hadiah oleh karena mereka telah Lelah dalam proses belajar dengan limit waktu  tiga tahun telah berakhir.
Akhirnya para murid bengong belaka. Mereka menyimpan rapat-rapat di dalam hati masing-masing sikap dan tindakan, kata yang terucapkan dan akta yang terlihat. Pada saatnya mereka pun "bangkit" menjadi pewarta kasih dan anugerah yang mereka (dunia) terima di dalam Yesus Kristus Sang Guru, Rabi/Rabuni.
Jamuan Makan Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo bukan sekali ini saja mengadakan Jamuan Makan. Dalam pertemuan-pertemuan dengan para kepala negara di Denpasar-Bali, acara ini pun berlangsung. Stasiun-stasiun televisi menyiarkan secara langsung bagaimana jalannya jamuan makan itu. Suatu acara yang amat terhormat yang sekaligus menaikkan derajat bangsa dan negara. Hal mana ditampilkan berbagai atraksi menarik serta aneka makanan dan minuman yang tersedia. Semua itu memberi kesan tersendiri pada para kepala negara, walau sesudahnya pembahasan di ruang publik berlangsung hanya beberapa saat saja.
Berbeda dengan peristiwa jamuan makan yang diadakan oleh Presiden Joko Widodo bersama para calon presiden. Sudah dalam pengetahuan umum bahwa para calon akan berlaga dalam pemilihan umum. Suatu kompetisi yang menarik karena tiap pasangan calon diusung dan didukung oleh sejumlah partai. Partai-partai bukan saja memiliki kader-kader militan, namun juga di sampingnya ada institusi relawan yang juga militansinya tak diragukan.
Para calon presiden duduk mengelilingi meja jamuan makan yang memang sudang bundar. Bundarannya malah bertingkat. Bundaran di dalam dapat berputar untuk menyuguhkan makanan kepada mereka. Makanan dapat dipilih sesuai selera. Minuman disediakan di samping dan tidak lagi dapat digulirkan. Minuman dingin yang tersedia itulah akan dinikmati bersama makanan yang ditawarkan di atas meja itu.
Jamuan makan oleh Presiden Joko Widodo dibaca sebagai jamuan makan politik. Hal ini tak dapat lagi untuk disangkal. Mereka bukan duduk makan bersama oleh karena sedang dalam suatu acara kekeluargaan, tetapi di tengah suasana dan pelaksanaan jadwal pemilihan umum, maka terbaca oleh public bahwa mereka semeja dengan percakapan/dialog politik yang ringan-ringan saja, sehingga terlihat banyak senyum dan tawanya.