Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Cinta untuk Presiden Jokowi

1 November 2023   20:30 Diperbarui: 1 November 2023   20:39 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Surat Cinta untuk Presiden Jokowi; foto dokpri: Roni Bani 

Buku berisi Surat Cinta Guru untuk Presiden Jokowi

Judul di atas diambil dari buku Surat Cinta untuk Presiden Jokowi, antologi pesan dan kesan Guru Pegiat Literasi Nusantara kepada pak Jokowi. Buku ini merupakan karya bersama 39 guru penulis di Indonesia. Buku ini terbit pada tahun 2021. Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia, Jejen Musfah berkenan memberikan kata pengantar pada buku ini. Para penulisnya di bawah koordinasi Dail Ma'ruf.

Buku  setebal 221 halaman ini (belum terhitung halaman awal dan profil para penulis mencapai 279 halaman) isinya kira-kira merupakan kesan atas apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Di sana ada pula kebanggaan menjadi guru di daerah-daerah terpencil dan tantangannya. Guru honorer yang menyampaikan curahan hatinya dan lain-lain ragam kisah "cinta" pada Sang Presiden.

Sang Presiden yang dibanggakan,tempat mencurahkan isi hati yang diwakili oleh 39 guru dalam buku Surat Cinta Guru untuk Presiden Jokowi, agaknya kini mulai menurunkan tensi kebanggaan, dan kelimpungan untuk mencurahkan isi hati.

Ketika buku ini sudah terbit, Kuratornya mengatakan bahwa ia berupaya untuk mengantar beberapa eksemplar sampai ke Kantor Kepresidenan. Para Penulis berharap buku itu telah sampai dan telah dibaca oleh para staf, serta informasi isinya sampai ke telinga Sang Presiden. Kami sadar bahwa Sang Presiden tentu tidak ada peluang untuk membaca buku yang "remeh-temeh" seperti yang kami buat dengan kebanggaan dan rasa cinta pada Sang Presiden yang datang dari kalangan masyarakat tanpa sekat.

Blunder Politikkah Sang Presiden Joko Widodo?

 Kini, ketika tersisa satu tahun masa berkuasa, Presiden bagai sedang melakukan sesuatu yang sifatnya blunder. Segala hal yang membuat decak kagum oleh para pemimpin dunia dan bangsa Indonesia sendiri, kini terasa mulai pupus perlahan. Blunder politik, kira-kira boleh  PA sebutkan demikian, mungkin tiadalah tepat, namun hari-hari belakangan ini cakrawala dan bentangan informasi bersiliweran kabar-kabar yang kiranya dapat digambarkan sebagai sedang membungkus raga dan rasa seorang Joko Widodo sebagai Presiden. 

Para pembantunya mulai menunjukkan taring dan tanduk kepiawaian mereka hingga sekiranya mungkin mulai memasang kuda-kuda menyerang. Bahwa para pembantu sudah tidak solid lagi dalam satu barisan, terlihat sebagai sesuatu hal yang wajar-wajar saja di dalam berdemokrasi dan praktiknya melalui partai-partai politik. Para Ketua Umum partai yang berada dalam barisan dan lingkaran kekuasaan sebagai pembantu presiden bergeser dan keluar dari barisan yang tadinya lurus menjadi berbelok. 

Masyarakat yang mencintai dan membanggakan presidennya kira-kira mulai  menunggu dalam kesabaran dan kesasdaran, mempelototi setiap harinya aksi nyata dari Sang Presiden. Mungkinkah Sang Presiden menjadi penata lakon di belakang layar sehingga sekadar menjadi bayang-bayang belaka? Lalu para pembantunya menjadi pemain di layar depan dengan peran masing-masing atas arahan, petunjuk baik teknis maupun non teknis. Lihatlah bagaimana para pembantu menyebar dalam paket-paket pasangan calon presiden dan calon presiden. Dukungan diberikan bukan sekadar kata tetapi juga akta dan aksi nyata. Terlihat tidak semuanya menyebar, namun kiranya diduga sokongan secara senyap tentu telah terjadi.

Semua itu hanya reka-reka, duga-duga, persepsi dan asumsi yang mengantarkan pengamat dan para akademisi, mahasiswa dan pegiat organisasi kepemudaan, para politisi yang bertindak sebagai juru bicara, hingga para jurnalis dan kolumnis mesti mengolah kata sedemikian rupa agar tidak menjadi bumerang. Mengapa? Karena saat ini, setiap kata yang diujarkan baik lisan maupun tulisan terasa bagai sedang ada dalam kanal pengawasan. Saringan pengawasan halus sehingga pernyataan individu-individu dalam kapasitas apa pun butuh kehati-hatian. Pasal-pasal penyebaran ujaran: lisan dan tulisan akan menjerat bila ditengarai sebagai kebencian dan kebohongan.

Sang Presiden terus berada dalam menjalankan tugasnya sesuai amanat konstitusi. Ia memiliki hak yang sungguh istimewa yakni prerogatif yang dengannya dapat mengangkat dan memberhentikan pembantu-pembantunya kapan saja, terlebih bila dirundung masalah hukum. Ia menunjuk menteri pengganti sementara. Ia melantik pejabat sipil maupun militer untuk jabatan-jabatan strategis. Ia menunjuk, melantik dan mengirim duta besar dan konsulat. Konstitusi memberikan pada Sang Presiden kekuasaan untuk memberikan apa yang disebut amnesti dan abolisi, grasi dan rehabilitasi bahkan pernyataan perang dan damai, dan beberapa kewenangan lainnya. Semua ini sangat konstitusional namun Sang Presiden  tidak secara serta-merta. Ia membutuhkan pertimbangan-pertimbangan sebelum mengambil keputusan. 

Ia melakukan kunjungan ke luar negeri dalam rangka menghadiri pertemuan-pertemuan baik bilateral maupun multilateral. Ia pulang dari sana dengan membawa traktat kerja sama dan investasi. 

Akhir-akhir ini, Sang Presiden bukannya mendapatkan pertanyaan tentang apa yang sudah dikerjakan dan bagaimana evaluasinya sehingga dapat melakukan perbaikan kinerja. Ketika kembali dari kunjungan ke luar negeri dengan membawa hasil dari forum pertemuan bilateral atau multilateral.  Dalam banyak hal yang dilakukan, pertanyaan justru mengarah pada situasi politik dalam negeri , misalnya pertanyaan yang berhubungan dengan proses dalam suksesi kepemimpinan nasional, pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Bila jawabannya masih membingungkan atau mengambang, maka para pengamat dan para juru bicara atau para bazer akan membaca dan mewacanakan dalam asumsi. Publik pun makin tenggelam dalam asumsi-asumsi.

Sang Presiden kini berlepotan dengan praktik politik yang mungkin saja telah ia mainkan selama ini. Bila hal ini benar adanya sebagaimana rekaan, dugaan, persepsi dan asumsi banyak pihak dan kalangan, maka lihatlah lanjutannya pada satu babak yang dimainkan ketika Sang Presiden duduk semeja dengan para Calon Presiden. Sang Presiden hendak menggugurkan  lepotan frasa-frasa dipakai berbagai kalangan untuk membungkus dirinya. Sikap dan tindakan Sang Presiden dipuji dan dibuli. Dapat saja hal duduk semeja dengan para calon presiden diasumsikan sebagai dagelan politik agar terlihat kemesraan walau tak beriringan dalam sanubari.

Presiden menjamu para calon presiden: Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. https://www.antaranews.com/
Presiden menjamu para calon presiden: Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. https://www.antaranews.com/

Duduk dan makan bersama para Calon Presiden kiranya dapat disebutkan sebagai semeja dengan aneka hidangan praktik politik. Bayangkanlah begitu banyaknya makanan dengan menu yang saling berbeda. Adakah mereka akan menikmati keseluruhannya? Mereka mungkin saja mencicipi dan mengomentari sebentar. Satu atau dua di antaranya saja yang diambil dan dinikmati dengan lahap bukan atas alasan lapar. Mereka  minum es laksamana mengamuk atau jus apa pun itu namanya bukan karena sedang kehausan atau sedang kecegukan. Meja dengan aneka hidangan praktik politik itu memberi warna perbedaan walau duduk sama rendah, namun ketika berdiri untuk bericara aksara tiada dapat dialirkan untuk saling berurutan dan beriringan.

Tahapan pemilihan umum sedang dilangsungkan oleh penyelenggara pemilihan umum: Komisi Pemilihan Umum (KPU). Apakah KPU tidak terganggu dengan berbagai pandangan dan opini yang berkembang tentang keputusan Mahkamah Konstitusi yang menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat? Tentu saja KPU punya alasan kuat untuk tidak terganggu.

Lihatlah kini rembesan masalah ke mana-mana melanda institusi-institusi terhormat. Para hakim Mahkamah Konstitusi dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan MK (MKMK). Sembilan orang hakim diperiksa oleh MKMK. Opini bersiliweran di sana-sini sambil menunggu keputusan MKMK. Padahal, di sisi lain, Ketua MKMK dilaporkan juga sebagai pejabat yang memanggul dua jabatan (rangkap jabatan). Wah, negeri ini penuh dengan aturan yang mengikat orang di sana-sini tanpa memberi ruang kebebasan olah pikir, rasa dan raga.

Wahai Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mungkinkah suasana damai di hati tumbuh untuk mendukung damai di bumi Indonesia pada masyarakatnya? Mungkinkah keresahan dapat berganti menjadi keramahan? Mungkinkah anggapan bergeser menjadi anggukan kepala tanda setuju? 

...

...

...

Umi Nii Baki-Koro'oto, 1 November 2023 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun