Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ke Mana Hati Berlabuh dan Jemari Mencoblos

18 Oktober 2023   20:02 Diperbarui: 19 Oktober 2023   07:00 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

"pemilihan umum jangan diundurkan barang sehari pun, karena pada pemilihan umum itulah rakyat akan menentukan hidup kepartaian kita yang tidak sewajarnya lagi, rakyatlah yang menjadi hakim". (Soekarno, 17 Agustus 1955) 

Drama penentuan pasangan (bakal) calon presiden dan wakil presiden perlahan-lahan dalam kepastian sudah terpampang nyata di depan mata. (Bakal) Calon Presiden dan wakil presiden dari gabungan Partai Nasdem, PKS dan PKB sudah dideklarasikan. Di sana ada Anies Rasjid Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Dua tokoh penting yang punya reputasi dan prestasi. Begitu pula dengan gabungan partai PDI Perjuangan, PPP, Perindo, Hanura, sudah mendeklarasikan pasangan (bakal) calon Presiden dan wakil presiden yakni: Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Dua tokoh nasional ini pun sudah punya reputasi dan prestasi sebagaimana dtunjukkan dan dirasakan publik.

Publik menanti deklarasi pasangan (bakal) calon presiden dan wakil presiden yang diusung Partai Gerindra, PAN, Partai Golkar, PBB dan mungkin partai-partai baru. Mereka mengusung secara pasti Prabowo Subianto sebagai (bakal) calon presiden, sementara (bakal) calon wakil presiden belum terlihat klunya atau belum juga terdengar kisi-kisinya. Di dalam gabungan partai-partai ini ada sejumlah nama sebagai Ketua Umum partai: Airlangga Hartarto, Zulkifli Hassan, Yusril Izha Mahendra, bahkan nama-nama menteri seperti Erick Tohir disebut-sebut pula, termasuk yang Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka yang kader PDI Perjuangan. Mereka semua punya kredit point untuk  menaikkan angka prosentase keterpilihan.

Mungkinkah Prabowo Subianto akan memilih Gibran Rakabuming Raka atau salah satu Ketua Umum Parpol yang telah bersatu mengusungnya, dan atau memilih Erick Tohir?  

Suatu dilematik ketika Prabowo Subianto akan memilih dan menentukan siapa yang bakal mendampinginya dalam perhelatan akbar pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 yang dipadukan dengan pemilihan anggota legislatif di semua jenjang wilayah (Kabupaten, Kota, Provinsi). Publik mungkin menilai bahwa Prabowo Subianto sedang galau. Ia resah. Ia menoleh ke kiri maupun ke kanan, semua tokoh yang berada di sekitarnya punya kualitas, kapasitas dan komptensi diri yang luar biasa. Mereka merupakan tokoh-tokoh penting yang layak berada mendampinginya, tetapi sungguh sangat disayangkan, yang ditentukan hanya seorang saja. Seorang itu haruslah yang kiranya akan diterima publik hingga hati nuraninya. Maka, dilema, galau, resah, di hati tetapi patutlah untuk seorang ksatria menentukan pilihan sekali pun di sana dipastikan akan ada yang "meringis dan menangis".

Katanya Prestasi dan Reputasi ada dalam Rekam Jejak 

Berkali-kali orang menyebut rekam jejak. Pada zaman digitalisasi ini, rekam jejak (track record) seseoran mudah untuk didapatkan. Berbagai aplikasi yang dimanfaatkan oleh seseorang baik dengan nama yang sesungguhnya (original) atau nama palsu/samaran (pseodonym), orang akan dengan mudah mengkases informasi dan data seseorang. Kelihaian orang tertentu sajalah yang dapat menyembunyikan dan merahasiakan hal-hal yang berhubungan dengan pribadinya.

Pada zaman mana pun di dunia demokrasi, rekam jejak merupakan salah satu cikal-bakal pendekatan yang dapat membuat seseorang percaya, diyakinkan untuk menjadi follower. Dari bisik-bisik dan cerita asal kena di tempat-tempat nongkrong, hingga ruang-ruang diskusi publik, orang akan mempertanyakan prestasi dan reputasi seseorang yang diunggulkan, diandalkan dan dijagokan untuk menjadi pemimpin. 

Pemimpin besar dunia pada zaman sebelum tarikh Masehi seperti Hammurabi mendapatkan posisi penting tentu tidak dengan mudah karena faktor kekaisaran/kerajaan. Keterpilihan Hammurabi pada masanya itu dipastikan melalui berbagai pertimbangan, di antaranya prestasi, reputasi dan rekam jejak. Prestasi membawa peluang untuk dikenal luas oleh publik. Ketika publik membicarakan prestasi, maka reputasi menjadi terpatri dan sekaligus jejak prestasi berkesan dalam rekaman publik. Kira-kira demikian yang terjadi pada Hammurabi yang prestasi, reputasi dan rekam jejaknya ada dalam ingatan dan terlihat pada publik, paling kurang pada mereka yang berada di dalam istana kekaisaran. Hammurabi seorang administrator yang diandalkan di istana. Kenangan prestasi sebagai rekam jejaknya masih ada hingga zaman tarikh Masehi ini yakni Hukum Hammurabi.

Baca juga: Sang Filsuf (2)

Ingat Alexander Agung raja muda dari Makedonia. Prestasinya sungguh prestisius. Pelajar unggulan, pemimpin pasukan terbaik, padahal ia seorang pangeran yang semestinya mengambil peran di belakang layar. Ia justru memimpin pemusnahan terhadap para pemberontak ketika ia diserahi tugas sementara waktu ketika ayahnya, Sang Kaisar tak berada di tempat. Berkali-kali ia berhasil dalam medan perang, yang mengantarkan namanya makin dikenal luas. Begitulah rekam jejaknya, hingga akhirnya ia dinobatkan menjadi raja.

Lihatlah pemimpin-pemimpin besar dunia. Mereka mempunyai prestasi, reputasi dan rekam jejak. Prestasi mereka sebagai individu menjadikannya buah bibir di tengah masyarakat yang mendongkrak reputasi. Pada reputasi yang baik di sana terpatri rekam jejak pada zamannya.

Bacalah sejarah para pemimpin dunia yang kesohor, tiada satu pun yang tiba-tiba menjadi presiden, raja, ratu atau kaisar tanpa proses dan prosedur, walau itu terjadi oleh karena faktor keturunan (raja, ratu, kaisar dan lain-lain). Proses dan prosedur dilewati agar orang yang terpilih menjadi pemimpin yang benar-benar dapat diandalkan. Proses dan prosedur dilakukan untuk mengeliminir kelemahan dan keterbatasan sehingga jika mungkin tidak nampak pada pandangan publik.

Sudah dalam pengetahuan umum bahwa negara kepulauan yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia, lebih dikenal dengan nama Republik Indonesia. Satu negara berdaulat yang menyelenggarakan pemilihan umum secara demokratis dengan multipartai terjadi pada tahun 1955. Partai-partai mengajukan calon-calon legislator yang kemudian terpilih dalam 260 kursi anggota DPR dan 520 kursi Konstituante. Apakah mereka berhasil memilih Presiden dan Wakil Presiden? Sejarah menjawab, tidak.

Presiden Soekarno tetap menjadi Presiden tak tergantikan bahkan ketika Mohammad Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden ketika DPR menyetujuinya pada 30 November 1956. Soekarno tetap menjadi Presiden dengan berbagai gejolak politik di dalam negeri, dan sepak terjang Soekarno Sang Orator, Singa Podium dan Penyambung Lidah Rakyat. Ia masih yang terbaik pada masa itu dan baru berakhir melalui suatu mekanisme Sidang MPRS. Maka, prestasi, reputasi dan rekam jejak Sang Proklamator berada di area abu-abu dalam sejarah bangsa ini setelah peristiwa itu.

Sejarah bangsa dan negara terus berlangsung, ketika melewati berbagai tantangan untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan. Salah satu di antara tantangan itu yakni memilih presiden dan wakil presiden. Kedua jabatan itu merupakan idaman para politisi. Soeharto tak terkalahkan. Ia bagai satu-satunya putra terbaik bangsa Indonesia. Tahun-tahun kepemimpinannya ditandai dengan politik stabilitas. Segala hal haruslah stabil agar pembangunan terus berlangsung tanpa hambatan. Hambatan yang terjadi di depan mata harus dapat dengan segera distabilkan. Pada permukaan yang sama, setiap menjelang pemilihan umum khususnya pemilihan presiden, di mana-mana ada apel pernyataan sikap, Soeharto terbaik untuk melanjutkan kepemimpinan nasional. Hingga titik waktu publik pun jenuh atas alasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kekuasaan Soeharto, "satu-satunya" putera terbaik bangsa ini, lengser. Prestasi, reputasi dan rekam jejak masih mengesankan dan terus terbaca, berada pula di dalam ruang-ruang diskusi publik yang tetap mencapai area abu-abu.

Reformasi telah melahirkan berbagai perubahan, ketika UUD 1945 diamandemen kecuali pembukaannya. Amandeman ini melahirkan suatu tatanan baru dalam dunia demokrasi bangsa Indonesia. Pemilihan Umum khususnya untuk Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Bermunculanlah orang-orang terbaik, baik lahir dari kandungan Partai Politik maupun dari kalangan Profesional. Sejarah bangsa ini terus mencatat prestasi, reputasi dan rekam jejak tiap putera-puteri terbaik bangsa untuk digadang-gadang menjadi presiden dan wakil presiden.

Kaum muda bermunculan sebagai generasi baru yang lahir dari rahim reformasi. Ir. Joko Widodo, siapa yang menduga sebelumnya bahwa ia yang mendapat julukan ndeso, planga-plongo, bahkan dungu, justru menjadi yang terbaik secara berjenjang. Rasanya tidak akan ada lagi seseorang di Indonesia yang seperti Joko Widodo. Ia menaiki tangga perpolitikan dengan menjabat sebagai Walikota Solo, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan sampai di puncak jabatan tertinggi bangsa, Presiden. Ia bahkan terpilih untuk menjabat sebagai Presiden untuk periode kedua. Keberhasilannya dalam pembangunan dengan mesin penggerak Nawacita telah menjadikannya satu tokoh yang kontroversi di dalam negerinya, sementara di manca negara ia dipuja dan dihormati.

Demokrasi di Indonesia terus bergulir untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin baru yang kiranya memiliki visi yang melintasi masa depan. Generasi emas yang dicanangkan untuk dicapai pada tahun 2045 mulai dibenamkan visi itu ke dalam kisi-kisi pembangunan berkesinambungan. Siapa pun yang akan menjadi presiden dan wakil presiden, visi menggapai generasi emas patutlah untuk dicapai pada masanya dengan bekerja keras menghadapi tantangan dan peluang dalam waktu berjalan.

Hari-hari ini, menuju Februari 2024, masyarakat dan publik Indonesia disuguhi kader-kader terbaik dari partai-partai politik untuk menjadi bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden. Ada pula di antaranya bukan berasal dari partai politik, tetapi "dibesarkan" dalam dunia profesional baik pendidikan maupun dunia usaha. Waktu terus bergulir dengan suguhan nama-nama seperti: Anies Rasjid Baswedan, Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo, Mahfud MD, Prabowo, Erick Tohir, Khofifah Indar Parawangsa, Ridwal Kamil, Gibran Rakabuming Raka, Yenny Wahid, dan masih banyak yang lainnya dari kalangan partai politik. Mereka sedang berada dalam arus waktu menuju Februari 2024. Sementara masyarakat pemilih (konstituen) akan menentukan pilihannya hanya dengan satu suara.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/

Satu suara amat berharga. Satu suara itu akan diminta-mintakan kepada konstituen pada masa kampanye segera setelah para bakal calon ditetapkan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden ketika mendaftarkan diri ke penyelenggara pemilihan umum yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu suara itu akan amat sangat berharga. Satu suara terus dikumpulkan dan diakumulasikan pada calon-calon itu hingga akhirnya akan memuncak pada pengumpul suara terbanyak. Siapakah dia?

Publik dan konstituen Indonesia akan terus mencermati mulut para penjaja visi, misi dan program strategis. Mereka akan bekerja bagai salesman/woman dengan meronakan wajah agar dapat diterima hingga ke lubuk hati. Visi, misi dan program strategis nasional yang akan menjadi mesin pembakar daya juang pada saat menduduki singgasana dan istana negara. Hati yang berhati-hati akan dengan penuh perhatian mencermati agar kelak dapat melabuhkan rasa pada insan terbaik. Pada waktu itu, hanya dengan satu kali coblos, jemari telah menentukan masa depan bangsa.

Penutup

Mari kita menuju pemilihan umum tahun 2024 yang akan dilaksanakan secara serentak. Pemilihan umum yang akan dicatat sejarah bangsa ini karena akan menghabiskan energi dan daya yang amat besar. Energi dan daya itu bukan saja karena harus mengantarkan kandidat terbaik ke kursi panas presiden dan wakil presiden, tetapi juga mereka yang akan duduk di kursi legislatif pada tingkat Kota, Kabupaten, Provinsi dan di pusat. Di sana masih ada kamar yang lain yakni: Dewan Perwakilan Daerah, dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Energi dan daya yang dikeluarkan negara akan dimanfaatkan pula untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam pemilihan umum. Mengurangi energi dan daya itu mungkin tiadalah dapat, kecuali ditambahkan. 

Hatimu akan berlabuh ke mana? Jemarimu akan memegang paku dan melubangi secarik kertas. Saat itu, lubang pada kertas itu akan berharga sebagai satu suara. Bila keliru mencoblos maka akan dinyatakan rusak atau hangus, sehingga satu suara itu pun tak bermakna apa-apa. Mari, cermati dan pilih pada saatnya. 

 

Sumber:

1, 2, 3,

Umi Nii Baki-Koro'oto, 18 Oktober 2023

Heronimus Bani

NB: sekadar ikut mencatat opini dari anggota masyarakat di pedesaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun