Buku-buku primbon dibuka. Tiap lembar primbon menggugurkan barisan frasa. Frasa-frasa ramalan yang pongah berguguran. Sementara di ujung dan sudut buku diam membisu kelompok Gemetaran Gelisah. Mereka mengulur tangan maya hingga lelah dan jatuh terkulai. Saat itu tangan maya ditadahkan agar kepadanya dituangkan asa keberkahan. Kini, tangan maya lunglai, kembali kepada tuannya, entah akan dilipat atau digandeng-gandengkan dengan tangan-tangan lainnya untuk menguatkannya kembali.
Istana meresmikan beberapa Punggawa dalam jabatan idaman insan. Pemain lama menarik napas dalam-dalam lalu duduk di bangku bukan cadangan. Pemain baru mempercepat langkah memasuki lapangan secara berbarengan.
"Ingatlah! Hati-hati! Kita butuh kerja cepat dan tepat! Jangan main-main! Kutugaskan lebih detil sesudah ini!" Demikian Titah Punggawa Superior dengan lantunan menggetar dada.
Penonton tersenyum dan bertepuk tangan. Tiada kursi empuk untuk diduduki bokong lemah. Semua berbaris rapih dan indah. Betis-betis teguh ketika tangan diayun-ayunkan untuk saling memberi salam. Tembok membisu sambil membingkai kisahnya sendiri. Ia tak dapat menengadah untuk mengerlingkan matanya pada Gemintang Suram walau malam telah mengantar kesepian di sekitar perapian.
Gemintang Suram telah lelah. Ia akan segera menuju peraduannya.
Selamat tidur kawan-kawan.
Tidurlah dengan membawa senyum.
Tersenyumlah!
Umi Nii Baki-Koro'oto, 17 Juli 2023Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H