Layanan oleh dua petugas ini tidak memakan waktu untuk setiap orang. Pasangan guru yang datang yakni Kepala Sekolah dan operator berdiskusi beberapa saat untuk menentukan prioritas kebutuhan. Lalu ketika berhadapan dengan petugas cukup menjawab pertanyaan tentang apa yang sudah ada di sekolah dan mana yang belum ada atau yang sudah ada namun perlu untuk perbaikan Misalnya rehab untuk item-item bangunan:
- rehab ruang kelas,ruang kepala sekolah, ruang guru, perpustakaan, rumah guru dan kepala sekolah, sanitasi dan toilet, dan lain-lain; atau
- bangunan baru seperti ruang UKS, Laboratorium Komputer, Laboratorium IPA, Ruang Kelas Baru, dan Pusat Sumber Belajar.
- Semua bangunan seperti perpustakaan, patut dimintakan isinya berupa buku-buku dan mebeler: meja baca, rak buku, lemari buku; Laboratorium komputer bersama isinya seperti laptop atau desktop yang disesuaikan dengan jumlah siswa dan konteks sekolah (SD, SMP)
Bila yang sifatnya rehab, pada saat bersama dalam advokasi ini cukup mengisi satu daftar kecil dengan mencentang item yang diperlukan untuk rehab. Sayang sekali volumenya kami tidak memiliki secara tepat dan jitu. Beruntungnya masih ada kesempatan untuk menyampaikan pada waktu berikutnya ketika mengirim profil sekolah.
Kelelahan pagi ini telah terbayar, sisanya yakni bersua dengan teman-teman guru di kota Kupang. Beberapa di antaranya pernah sekampus.Â
Beberapa rekan guru yang pernah sekampus bersalaman. Ada pula yang karena sudah saling mengenal secara dekat sehingga dengan mudah saling menyapa. Ada di antaranya yang perlu mengingatkan PA tentang siapa dirinya. Bersalaman tangan, cium hidung, tertawa dalam frasa canda ala kaum guru.Â
Rasanya sudah cukup berkisah tentang apa yang terjadi hari ini di SMP Negeri 4 Kota Kupang.Â
Dua rekan guru yang menjabat sebagai kepala sekolah mengajak untuk menikmati makan siang di salah satu resto di bilangan Oebobo Kota Kupang. Dua unit mobil beriringan dengan dua unit motor. PA ikut dalam satu unit mobil. Kami tiba di resto dimaksud. Guru (Operator sekolah kami) memilih untuk tidak bersama kami dalam jamuan makan siang ini.
Kami tiba di dalam resto yang interiornya didominasi kayu yang terlihat menarik. Para pelayan menyambut kami bagai sudah sangat akrab sebelumnya. Ternyata hal itu dilakukan selain sebagai tugas profesinal mereka, tetapi atas alasan lainnya yakni, ibu-ibu yang datang ini sudah sangat sering makan siang di tempat ini.Â
Sambil menunggu makanan disiapakan, minuman dipesankan pada kami. PA sebagai guru dari kampung mengikuti saja kata mereka. (haha). Makanan masih dalam proses, para ibu terus bercerita. PA memancing untuk berkisah tentang beberapa hal, dan satu di antaranya menginspirasi yakni isolasi mandiri pada masa pandemi covid-19. Seorang di antara kami yang duduk semeja makan siang ini pernah mengalaminya. Itu berarti PA punya teman yang pernah mengalami. Maka, berceritalah sang ibu pada kami.Â
"Saya sempat mengalami yang namanya terinveksi virus covid-19. Saya harus menjalani isolasi mandiri. Bersyukur sekali saya tidak mengalami stres berlebihan, apalagi saya mendapat suport dari suami dan anak-anak. Saya cukup menjalani masa isolasi mandiri di rumah selama 5 hari. Mengapa? Karena perhatian dari suami dan anak-anak saya. Mereka memberi asupan makanan dan obat yang tepat. Satu di antaranya yang sebelum dan sesudahnya saya tidak rindu untuk mengkonsumsinya yakni, sopi. Ya, minuman yang satu ini telah turut mencegah dan membuat pemulihan pada saya. Saya tidak menafikan bahwa ada vitamin dan obat dari nakes. Semua itu telah turut andil sehingga saya cepat pulih dari terinveksi covid-19. Puji Tuhan. Tetapi, sekarang saya tidak mengkonsumsi alkohol itu lagi karena sangat panas ketika tiba di dalam usus dan lambung saya. Waktu itu saya sama sekali tidak merasa apa-apa di lidah dan di dalam mulut saya. Kini saya sudah pulih dan telah kembali dalam aktivitas sebagai guru dalam tugas sebagai Kepala Sekolah."
Kisah ibu Ema diselingi ibu-ibu lainnya. Makanan pun disuguhkan para petugas resto. Kami makan sambil berkisah. PA menunjukkan satu judul buku.