Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Membawa Air dengan Menjunjung, Piara Ikan Lele untuk Apa?

5 April 2023   22:58 Diperbarui: 5 April 2023   23:14 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: dokpri Roni Bani

-catatan kelima-

Catatan selama berada di Nunkolo-Amanatun hari ini PA lanjutkan.  Bagian ini akan PA ceritakan tentang salah satu kebiasaan masyarakat Timor Tengah Selatan, khususnya pada kaum perempuan.

Perempuan Timor (bifee atoin Meto') terutama di bagian Barat pulau Timor dipastikan memiliki ketrampilan utama yakni menenun, walau pada zaman modern ini tidak semua perempuan Timor. Mengapa? Karena perempuan Timor sudah merambah dunia pendidikan pada semua jenjang dan memilih untuk memiliki profesi tertentu. Maka, menenun bukanlah satu-satunya ketrampilan kaum perempuan Timor saat ini. 

Banyak sudah perempuan Timor "keluar" dari patron tradisional dalam hal ketrampilan yakni menenun, tetapi masih ada di sana yang memiliki ketrampilan itu. Itulah sebabnya, kain tenun masih terus diproduksi walau belum sampai taraf industri (fabrikan dalam skala kecil sekalipun).

Satu kebiasaan yang telah membudaya yakni mengambil air. Air sangat dibutuhkan sebagai yang primer/utama. Pemerintah mana pun akan mengupayakan agar masyarakatnya tidak kekurangan air bersih. Pemerintah akan mengupayakan untuk mendekatkan air dengan masyarakat dari sumbernya. 

Jaringan perpipaan akan ditanam, pompa baik hydram hingga bermesin ada dimana-mana, namun tidak semua tempat yang dilalui jaringan pipa terisi air. Nunkolo, buktinya. Di sana ada pipa air yang dipasang, namun mereka tidak menikmati air dari dalam pipa-pipa itu.

Oleh karena itu, para perempuan kembali ke posisi pengambilan air seperti pada masa lampau. Mereka mengganti 'tuke' dengan jerigen untuk mengisi air bersih. Ukuran dan muatan jerigen 5 liter atau 20 liter akan berada di junjungan para perempuan pedalaman Timor, seperti yang terlihat di Nunkolo. 

Setiap pagi, PA duduk di muka rumah (tempat PA menginap), lalu menyaksikan para perempuan dari segala usia berbondong-bondong ke sumber air terdekat. Di tangan mereka ada jerigen, baik 2 unit hingga 5 unit yang masing-masing dapat mengisinya dengan 5 liter air. Bila membawa 1 unit saja, terlihat isinya mencapai 20 liter.

Dua hingga 5 unit yang terisi air itu akan diikat kuat, lalu diletakkan di atas kepala untuk dijunjung. Begitu pula dengan jerigen yang berisi 20 iter air. Maka, PA berkomentar, betapa kuatnya leher para perempuan Timor ini. Saban hari mereka mengambil air dengan cara seperti itu. Batok/tulang kepala dan batang leher yang menahan beban berat. Dapatlah dibayangkan, bagaimana kuatnya leher mereka.

Anak-anak perempuan kecil, gadis, perempuan paruh baya, hingga yang sudah lanjut usia, selagi masih dapat berjalan untuk mengambil air, mereka akan menjunjung jerigen berisi air.

Pada gambar (foto) ini, seorang perempuan Timor sedang menjunjung jerigen berisi air 20 liter. Ia pergi mengambil dari sumber di dekat rumahnya yang berjarak kurang lebih 100 meter. J

alan yang ditempuh menurun ketika ia pergi dengan jerigen kosong, dan kembali dengan mendaki saat jerigen sudah berisi air 20 liter. Perempuan pada gambar ini berprofesi sebagai guru. Ia seorang guru Sekolah Dasar di desa Nunkolo. Anaknya berdiri di belakang dan berharap ibunya membawa air untuk dapat mandi, sikat gigi dan kebutuhan lainnya sebelum pergi ke sekolah.

Suatu fakta kontradiktif. Air yang dibutuhkan itu amat penting dan mendapatkannya dengan cara seperti itu, mengambil dan membawanya dengan menjunjung, tetapi ada yang memelihara ikan lele.

foto: dokpri, Roni Bani
foto: dokpri, Roni Bani
Sebahagian di antara masyarakat Nunkolo, mereka memelihara ikan lele. Ikan lele ditempatkan dalam kolam buatan dari terpal. Tanah dibuatkan lubang sedalam kurang lebih setengah meter, kemudian menempatkan lembaran terpal di dalamnya, untuk menampung air. Pada bibir lubang dibuatkan pagar sehingga sisa terpal ditempelkan ke pagar untuk menjadikannya kolam. Kolam ini diisi air hujan, selanjutnya menempatkan benih lela di dalamnya.

Apakah hujan akan berlangsung selamanya?Tidak! Bagaimana mendapatkan air agar menjamin kehidupan ikan lele di dalam kolam buatan yang sederhana ini? Pemilik kolam yang ditanyai hanya tersenyum saja. Ketika didesak, ia berkata, air tidak diganti setiap saat, tetapi pada waktu tertentu saja, sehingga ada harapan bila hujan turun, segera membuang air di dalam kolam dan menggantinya dengan air hujan yang baru.

Ikan-ikan lele tumbuh dan berkembang dengan pakan ikan yang persediaannya mereka beli, namun tersedia juga pakan lokal. Macam-macam sayur dapat diberikan kepada ikan lele. Ya, di antaranya daun pepaya. PA menyaksikan pemilik kolam memegang daun pepaya dan pisau, kemudian mulai mengiris-iris daun pepaya, dan melepas irisan itu ke dalam kolam, ikan-ikan berebutan.

Sungguh sayang, pemilik kolam  ini tidak mengonsumsi ikan lele hasil kerja kerasnya. Ya, tapi anak-anak tetap menikmati daging ikan lele, jadi patut disyukuri. Pemilik tidak menikmatinya entah atas alasan apa, hanya senyuman saja yang PA dapatkan.

PA sendiri rindu mencobanya, maka 2 ekor lele ditangkap. Ketika waktunya makan siang tiba, dua ekor ikan lele yang diminta telah menjadi ikan lele goreng siap saji.

foto dokpri Roni Bani
foto dokpri Roni Bani

Terima kasih.

Nunkolo-Amanatun, 5 April 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun