-catatan keempat-
Minggu (2/4/23), PA berada di Nunkolo bersama Tim Konseptor, Pembaca konsep Injil Markus yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Amanatun (salah satu cabang Bahasa Meto'). Â Kami memulai membaca dan membahas konsep dari beberapa sudut pandang seperti:
- ilmu bahasa (linguistic)
- Sosial-budaya (socio and culture)
- eksegeses sederhana (simple exegezes)Â
- dan banyak disiplin ilmu lain
Dalam hal banyak disiplin ilmu yang lain, bila itu ditemukan dalam teks asli dan terjemahannya, kami akan bahas untuk mendapatkan respon dari pembaca awam. Mengapa? Oleh karena dalam hal membaca teks-teks (bab, pasal, ayat) kitab suci berbahas standar, kaum awam biasanya membca tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya.
PA tidak mengurai banyak hal di sini agar tidak membuat kebingunan pada pembaca. Catatan ini lebih mengarah pada suasana hari Minggu pagi di dalam ibadah bersama umat Tuhan di Nunkolo, dan Senin sore dalam suasana perjamuan kudus di salah satu mata jemaat di desa Nunkolo.
Jemaat Efata Nunkolo berada dalam wilayah administrasi organisasi GMTI, Klasis Amanatun Selatan. Jemaat ini dipimpin oleh seorang pendeta yang juga melayani satu mata jemaat bernama Betania Menu, dan satu pos pelayanan. Pos Pelayanan yang dimaksudkan biasanya disiapkan untuk menjadi mata jemaat yang kelak akan bergabung dalam  satu Jemaat Wilayah di bawah kepemimpinan seornag Ketua Majelis Jemaat yakni seorang Pendeta.
Minggu pagi (2/4/23), dalam ibadah di Nunkolo, suguhan firman Tuhan, kidung pujian, persembahan, doa dan berkat ditampilkan sebagai wujud nyata rasa syukur umat/jemaat Nunkolo kepada Tuhan. Firman Tuhan diresponi dengan pujian, persembahan dan doa syukur dan lagi dengan membawa persembahan nyata seperti jagung dan lain-lain.
Dalam ibadah ini, hadir Dr. Owen Edwards, Ph.D seorang dosen dari Jerman. Ia seorang warga negara Australia yang turut mendukung misi penerjemahan alkitab oleh GMIT melalui Unit Bahasa dan Budaya Kupang. Owen, (begitu nama pendeknya) disambut dengan suatu ritual yang lazim dilakukan masyarakat Nusa Tenggara Timur. Ia mendapat kehormatan untuk mengenakan busana khas masyarakat Amanatun. Ia mendapat kehormatan pula untuk menerima pengalungan kain sebagai tanda penerimaan dan persahabatan.Â
Ungkapan yang disampaikan oleh Pdt Nuh Ben Tnunay mewakili jemaat berbunyi,
pakailah kain ini bila berjalan jauh, dan bila berkeringan sekalah keringatmu dengan kain ini, pada saat itu ingatlah kami di Nunkolo
Ungkapan yang demikian ini pernah disampaikan kepada kami ketika kami (Tim dari UBB) pertama kalinya datang ke Nunkolo. Saat itu kami mendapat penyambutan (ritual) yang khas seperti ituÂ
Sesudah ritual sederhana itu, Owen menyampaikan sambutan singkat dengan menggunakan Bahasa Amarasi (salah satu cabang Bahasa Meto'). Masyarakat/Jemaat antara mengerti dan bingung, hingga tertawa dan termangu-mangu oleh karena mendengar seorang dari Australia berbicara dalam Bahasa Meto'.
Salah satu pernyataan penting yang dibuat oleh Owen yakni, bahasa Meto' merupakan salah satu bahasa indah dan unik di seluruh dunia. Hasil dokumentasi yang dibuatnya berupa sejumlah rekaman di berbagai tempat dalam Pulau Timor bagian Barat menunjukkan perbedaan-perbedaan. Dokumentasi didukung satu daftar kata (word list) yang sama untuk banyak cabang bahasa Meto' di Timor Barat. Dari daftar kata ini diketahui banyak perbedaan yang menyebabkan para ahli rindu menetapkan Bahasa Meto' sebagai induk bahasa dengan cabang-cabangnya seperti Bahasa Amarasi Kotos, Amarasi Roi'is, Amfo'an, Amanuban, Amanatun dan mungkin masih akan ada lagi.
***
Siang hari kami melanjutkan tugas berdiskusi dalam konsep Injil Markus Bahasa Amanatun. Kami berdiskusi antara p ukul 11.00 - 20. 00 Wita.
***
Senin pagi (3/4/23), kami melanjutkan diskusi konsep Injil Markus. Proses masih dengan pendekatan yang sama dengan tim pembaca awam. Pembaca awam diperlukan dalam proses ini agar ada kesegaran pengetahuan bahasa dan ajaran. Maka, mereka sungguh mendapatkan varian  pengalaman dari diskusi ini. Pengetahuan bahasa dari bahasa yang mereka gunakan saban hari. Mereka mendapat pengetahuan yang diurai secara gamblang pada pembaca awam dari kalangan muda, tua, perempuan dan laki-laki.
Pukul 15.00 WITa, kami beristirahat. Dalam jedah ini, PA akan mengikuti suatu ibadah perjamuan kudus (ekaristi). Pdt Nun Ben Tnunay akan memimpin ekaristi di Jemaat Betania Menu. Satu jemaat di bibir pantai selatan Samudera Indonesia. Di dalam Mata Jemaat ini terdapat empat rayon pelayanan. Yang dimaksud Rayon pelayanan yakni satu wilayah/area yang lebih kecil, di dalamnya terdapat minimal 2 orang presbiter yang melayani jemaat/umat. Pealyanan pada mereka yakni pemberitaan injil sebagai pencerahan dan penguatan pada mereka, nasihat dan peringatan dengan menggunakan Firman Tuhan. Presbiter yang bertugas berfungsi sebagai pendamping dalam menjaga persekutuan umat/jemaat untuk selalu hidup berdampingan secara bersahabat, damai dalam persaudaraan.Â
Pdt Nuh Ben Tnunay bersedia memberikan tempat di boncengan motornya agar PA dapat turut bersama dalam perayaan ekaristi memperingati Kematian (wafat) Yesus di Mata Jemaat Betania Menu'. Â
Ketika tiba di Menu', terlihat di pintu masuk gedung gereja alat penghitung peserta ekaristi. PA teringat masa kecil saat itu di pintu masuk ditempatkanlah alat penghitung peserta ibadah. Pada alat itu setiap orang yang masuk ke dalam rumah ibadah (gedung gereja) menempatkan sebutir kerikil. Butiran kerikil inilah yang akan dihitung oleh petugas untuk memastikan jumlah peserta ibadah (kebaktian).
Perjamuan Kudus (ekaristi) berlangsung dipimpin Pdt Nuh Ben Tnunay. Ia didampingi 4 orang anggota presbiter yang melayani roti dan anggur, simbol tubuh dan darah Yesus. PA duduk di deretan kursi paling belakang, sehingga dapat menghitung secara tepat jumlah peserta ekaristi ini, sebanyak 64 orang, sudah termasuk di dalamnya pemimpin.
Seluruh rangkaian tata ibadah (liturgi) berlangsung tertib dan amat syahdu, hingga akhirnya.
***
Pdt Nuh Ben Tnunay turun dari mimbar. Ia menyapa jemaat/umat, dan memberi ruang untuk penyampaian sesuatu dari seorang tamu peserta ekaristi. Peserta yang dimaksud yakni PA. PA yang mendapat ruang dan luang ini, pun bergegas untuk menyapa jemaat/umat Tuhan. Perkenalan singkat, diikuti dengan uraian tugas yang sedang menjadi tanggung jawab. Â Kurang dari 10 menit kemudian, sambutan dengan menggunakan Bahasa Melayu Kupang PA akhiri.
Selanjutnya Pdt Nuh Ben Tnunay memberikan ruang lagi kepada anggota presbiter untuk melakukan ritual penyambutan tamu. PA didaulat untuk kembali ke depan. Pada saat itulah, sehelai kain tenun khas Amanatun disangkutkan pada bahu. Ini tanda persahabatan dan persaudaraan.
Suatu pengalaman lagi terjadi di Nunkolo.
Akh... rasanya masih perlu untuk mencatat, namun waktu sudah di atas pukul 07.00 WITa, PA perlu siap-siap untuk memasuki tugas bersama para pembaca awam dan tim konseptor.
semoga catatan ini menginspirasi.
Nunkolo-Amanatun, 4 April 2023
Heronimus Bani, Pemulung Aksara (PA)Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H