Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tau 'naak nuif, Pendekatan Budaya dalam Rangka Menebus Kematian

22 Februari 2023   10:35 Diperbarui: 22 Februari 2023   10:42 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Manusia hidup bersama dalam komunitas-komunitas dengan entitas yang saling berbeda yang mencirikhaskan produk kebudayaan mereka. Dalam kecirikhasan itu salah satu di antaranya yakni hukum adat. 

Hukum adat itu sendiri sangat variatif dalam ucapan, sikap dan tindakan, karena selalu tidak dapat dipegang akurasinya kecuali ketika berdampak. Dampak dari suatu item hukum adat berjangka panjang. 

Pada satu titik waktu tertentu, di sana orang akan merasakan dampak dari apa yang diucapkan dan disikapi, saat itu orang akan mewujudkan dalam praktik yang disebut secara berbeda.

Dua contoh di antara item hukum adat yang sering dilangkahi oleh karena diasumsikan sebagai mitos sehingga tidak ada gunanya untuk diwujudkan dalam praktiknya. Hal ini terjadi di kalangan masyarakat adat Pah Amarasi (Pah Amarasi), seperti ini:

  • Sanu' nono (sapu' nono) dan saeb nono ada pula yang menyebut kaso nono; sangat sering dalam urusan perkawinan pasangan tertentu abai pada acara ini. Ketika mengurus perkawinan menurut hukum adat, item ini diabaikan atas alasan ekonomi dan mitos. Mereka menyikapi secara negatif seperti itu oleh karena berpikir efisiensi dan efektivitas.

  • Dalam waktu berjalan, pada titik waktu tertentu terjadi masalah. Misalnya sakit, yang selanjutnya ditangani oleh paramedis. Paramedis pun "angkat tangan", pasien dilepas kembali ke rumah. Apakah anggota keluarga akan lipat tangan atau turun tangan untuk menemukan solusi? Jawabannya, mereka akan melakukan apa yang disebut naketi'. 

  • Hasil dari naketi' sangat besar peluang untuk ditemukan yakni, item sanu' nono dan saeb nono belum diwujudkan. Perlukan untuk mempercayai hal ini? Asumsikan saja. Banyak fakta berbicara tentang hal ini, sebagai pembuktian bahwa asumsi tentang item tertentu dalam tata urutan perkawinan menurut hukum adat perkawinan yang dilangkahi pada satu waktu berikutnya akan menuntut untuk disikapi.

  • Janji kepada roh orang mati. Seseorang yang sudah meninggal dunia, jenazahnya pasti dikuburkan. Rohnya sedang berada di sekitar lingkungan kehidupan. 

  • Dalam budaya Atoin Meto', roh itu disebut nitu. Ketika agama modern tiba, nitu diterjemahkan sebagai setan. Jadi, bila orang meninggal dunia jenazahnya disebut nitu, rohnya yang "gentayangan" pun disebut nitu. Semua yang meninggal dunia menjadi "setan". Lalu mungkinkah kita berjanji dengan "setan"? Mungkin.

  • Jenazah (nitu) telah dikuburkan. Kuburan pun dibangun dengan batu karang atau ditutup sementara dengan cor beton. Lalu ada yang berjanji untuk memperbaiki, membangun kuburan secara modern yang megah dan mewah. 

  • Janji itu diucapkan ketika mereka melepas jenazah (nitu) dan menempatkan bunga rampai di atas pusara. Waktu berlalu, janji tak dilunasi. Saat tertentu, terjadilah banyak hal yang merugikan. Dalam proses naketi' ditemukan, janji kepada "setan" atau "nitu". 

  • Setelah janji itu ditunaikan, kuburan terlihat "megah dan mewah", maka kehidupan pun kembali normal dengan masalah yang berbeda. Hati pun tenang untuk mengurus hal baru pada awal yang baru. (Mungkin ini mitos, unlogic).

Kematian atas pembunuhan. Seseorang yang meninggal oleh karena dibunuh oleh sesamanya (sesama orang di dalam satu kampung, atau sesama saudara) dapat dikenai hukuman menurut hukum adat. 

Hukuman secara hukum positif di dalam negara pasti terjadi dengan dipenjarakan atas vonis yang inkrah di pengadilan. Hukum adat tidak menghukum pemenjaraan, tetapi dengan cara lain. Masyarakat adat Amarasi menyebutnya, tau 'naak nuif (terjemahan secara lurus, mengganti tulang tengkorak). Apa dan bagaimana caranya? Tulisan ini akan mengulas secara gamblang.

 

Dampak Kematian akibat Pembunuhan dalam bingkai Hukum Adat Masyarakat Adat Pah Amarasi

 

Suatu peristiwa kematian terjadi di Koro'oto pada zaman dimana kolonial masih berkuasa, dan Pah Amarasi menjadi Swapraja Amarasi. Peristiwa itu tentang tewasnya seseorang di dalam rumahnya di ladang. Ia dibakar ketika dalam keadaan masih pingsan, tangannya diikat di tiang tengah rumahnya itu. Ia pingsan karena dikeroyok oleh sekelompok orang yang hendak merampok kekayaannya yang tidak seberapa banyaknya. Ia sendirian pada saat itu. Setelah peristiwa itu, masyarakat menamai tempat itu, Ansaof[1].

 

Menurut penuturan para narasumber, para perampok akhirnya berhasil ditangkap, mereka diadili menurut hukum positif yang berlaku dalam negara, walau pun negara pada saat itu berada di bawah kendali kolonial Belanda. Para perampok secara jujur mengakui perbuatan mereka di depan sidang pengadilan. Mereka divonis penjara masing-masing 20 tahun.

 

Ketika para narapidana ini bebas dari penjara, ada di antaranya yang kembali ke kampung halaman. Memilih untuk melanjutkan kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat secara baik, dan terlebih berkelakuan baik. Mereka diterima secara baik oleh komunitas umi-umi di dalam kampung. Keturunan mereka terus berlanjut dengan segala suka-duka di dalamnya, sampai pada suatu titik waktu, pada tahun 1980-an masalah pun bermunculan. 

Dua cicit dari keturunan salah satu narapidana bebas yang kembali ke kampung, menderita satu jenis penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh paramedis. Rumah sakit berkali-kali dikunjungi, luka di leher (lubang), dan luka di pelipis yang bagai dipanggang, mengelupas kulit terus bergeser ke permukaan wajah.

 

Paramedis "angkat tangan". Kedua pasien yang masing-masing sudah berumah tangga ini pasrah. Naketi' dijalankan dan ditemukanlah hal yang terjadi di masa lampau. Kakek buyut dari dua pasien ini menjadi pelaku tewasnya seseorang yang disebutkan nama tempat itu, ansaof. Komunikasi dibangun dengan pihak keluarga korban. 

Pendekatan budaya dan hukum adat diimplementasikan yakni, tau 'naak nuif. Apa itu? Jawabannya, mengganti tulang tengkorak. Apakah harus menewaskan salah satu dari antara kedua pasien agar tulang tengkoraknya diambil? Tidak. Terjemahan, sikap dan perilaku tidak demikian adanya. Prosedur hukum adat perlu dibahas agar tidak muncul asumsi mitos.

 

Peristiwa itu telah terjadi. Seseorang telah meninggal dunia. Para pelaku telah menjalani hukuman dalam negara menurut vonis hakim di pengadilan. Mereka telah bebas menurut hukum positif, tetapi tidak bebas menurut hukum adat. Maka, prosesi hukum adat patut dipraktikkan.

 

Kita bertanya, apakah dengan melaksanakan prosesi tau 'naak nuif maka segala macam penyakit akan menjauh? Penyakit yang sejenis tidak akan terjadi lagi pada keturunannya, sementara pasien dipastikan akan meninggal dunia. Pasien menjadi "korban" untuk "menebus" diri leluhurnya, diri mereka sendiri dan keturunan selanjutnya.

Fasilitasi dilakukan oleh para pihak dengan keluarga keturunan dari pelaku perampokan disertai pembunuhan dengan pihak keluarga korban. Fasilitasi itu menghasilkan kesepakatan tunggal melaksanakan ritual adat tau 'naak nuif. Dua pendekatan yang ditawarkan yakni: 

  • satu keluarga (suami, isteri, anak) pindah klan, pindah umi, dari klan yang ada sekarang ke klan dari korban yang tewas, pindah dari umi (komunitas genealogis) ke dalam umi baru bersama komunitas keturunan dari korban tewas.
  • satu anggota keluarga (anak) harus diserahkan sebagai anak kandung dari klan korban tewas pada umi baru. Anak itu akan diterima sebagai darah-daging (noon sisin noon tanin) dan namanya (kanaf, akun, nono, nonot) jadi bagian utuh dari keluarga an komunitas umi baru. Anak tersebut harus dibekali dengan satu unit bangunan rumah dan isinya, minimal perabot rumah tangga, dan ada pula satu bidang lahan dengan tanaman umur panjang.

Pilihan kedua diterima oleh pihak keluarga "pelaku" kejahatan.  Bertahun-tahun antara tahun 1980-an hingga tahun 1990 ritual ini belum dapat diwujudkan. Para pihak dapat memahami hal ini karena tidak mudah menyerahkan seorang anak dengan segala dampak yang menyertainya.

Tahun 1996, ritual ini dilangsungkan. Seorang anak laki-laki diserahkan, sebidang tanah diserahkan dengan bebrapa tanaman umur panjang seperti kelapa dan pinang. Sementara bangunan ruman, pihak keluarga penerima meminta untuk ditunda agar hal itu menjadi kewajiban dari keluarga penerima.

Anak itu telah dewasa. Ia telah menjalani kehidupan rumah tangganya sendiri dengan seorang isteri dan seorang anak laki-laki yang telah berumur 2 tahun. Sehat, ceria. Isterinya bekerja sebagai guru PAUD.


Penutup

Tau 'naak nuif suatu ritual yang melehkan secara psikologis. Siapakah yang akan dengan mudah menyerahkan satu keluarga dengan seluruh kepemilikannya untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari komunitas keluarga baru yang dimasuki? Siapakah yang sudi menyerahkan seorang anak laki-laki, pelanjut generasi (gen klan), terlebih terasa telah memutus rantai darah-daging dengan ibu-bapaknya, leluhurnya?

Dunia modern dengan agama modern. Kerendahan, ketulusan dan keikhlasan para pihak yang mengurus mendasarkan semua itu baik pada budaya tetapi pada agama yang mengajarkan cinta kasih. Maka, ketika hal yang diasumsikan sebagai mitos dan tak dapat diterima akal sehat, dilaksanakan dengan iman, keyakinan bahwa Tuhan Sang Khalik menghendakinya, maka para pihak terhindar dari persoalan yang membelit. 

Mungkinkah para pihak benar-benar terlepas dari berbagai permasalahan kehidupan? Tidak. Masalah yang satu akan menjubeli masalah yang lain selama manusia masih berada di atas bumi ini. Upaya untuk tidak terantuk pada batu yang sama, itulah yang diupayakan oleh hukum adat dalam kebudayaan yang satu ini,tau 'naak nuif.

Terima kasih. Semoga menginspirasi para pembaca

Umi Nii Baki-Koro'oto, 22 Februari 2023

Heronimus Bani/Meo 'Naek Umi Nii Baki Koro'oto

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun