Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Gemas Cemas pada Hujan

4 Februari 2023   06:39 Diperbarui: 4 Februari 2023   06:47 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan merupakan daur rotasi alamiah yang selalu ditunggu segala makhluk. Bila panas menyengat insan berkeluh kesah, lalu begitu datang hujan, betapa orang akan bergirang menyambut kedatangannya. Hujan ditunggu oleh insan manusia, hewan dan tetumbuhan, bahkan tanah tempat dimana segala makhluk berpijak pun menantikan datangnya hujan. 

Lihatlah bagaimana tanah menunjukkan harapan dan unjuk rasa akan datangnya hujan, retak-retak, pecah. Lihatlah debu beterbangan dimana-mana pada musim kemarau. Lihatlah kecenderungan terjadinya kebakaran hutan (entah disengaja atau tidak) pada musim kemarau yang menyebabkan ekosistem di dalam hutan menjadi berantakan.

Hujan selalu ditunggui tetumbuhan. Rasanya rerumputan dan semak belukar unjuk rasa bila kemarau berkepanjangan. Unjuk rasa itu menyebabkan terjadinya kegersangan karena rerumputan kering, semak belukar berkurang; sementara pepohonan saling berebutan nutrisi dan air persediaan di dalam tanah. Akibatnya, beberapa jenis pepohonan menggugurkan daunnya agar mengurangi penguapan, atau mengecilkan daunnya sehingga kebutuhan air makin irit. 

Saksikanlah bagaimana segala jenis satwa darat membutuhkan air pada musim kemarau. Semuanya akan berangkat mencari sumber air terdekat untuk melakukan ritual mandi dan  minum. Di tempat dimana ada sumber air satwa darat pun melakukan upaya mangsa-memangsa. Bila mereka tidak kuat lagi menempuh perjalanan untuk mendapatkan sumber air, bangkai hingga tulang-belulang berserakan di perjalanan.

Jadi, bila ketiadaan hujan segala makhluk gemas dan gerah.

Lalu bagaimana bila hujan datang dan tiada henti-hentinya?

Musim penghujan tiba, sekali lagi segala makhluk menantikannya oleh karena kegemasan dan kegerahan pada musim kemarau. Kegirangan terjadi saat hujan tiba. Para petani, entah di sawah atau dladang, mereka akan bergirang. Hanya petani "lamban" saja yang akan mendongak tongkat dagu atau pukul testa karena belum sempat menyiapkan lahan untuk ditanami pada saat hujan tiba. Sementara pesawah bersyukur.

Kaum pengguna air mana pun berharap sumber-sumber air memiliki debit air yang naik, atau bahkan akan lebih baik lagi muncul sumber atau mata air baru menambah jumlah yang sudah ada sebelumnya.

Tanah senang pada mulanya. Ia menyerap seluruh curahan air hujan pada saat datangnya hujan. Hujan tak berhenti. Langit yang bagai sumber air hujan terus menurunkan curahan air dalam wujud rintik berbiji halus, atau deras berbiji normal hingga berbiji bagai bongkah es sebesar biji jagung atau lebih. Dalam dimensi ukuran yang demikian, tanah, pepohonan, satwa, dan  manusia menerima dengan sukacita.

Sepanjang hujan berlangsung dalam musimnya, sangat sering terjadi hal yang tak diharapkan oleh manusia. Hujan disertai angin, hujan disertai kilat dan guntur bertubi, hujan diikuti badai. Pengalaman pada badai Seroja yang menimpa beberapa tempat di pulau Timor menyisakan trauma pada masyarakat.

Ketika pada September 2022 hujan turun di pulau Timor, wajah-wajah murung menyambutnya di pedesaan karena sebahagian besar petani ladang belum siap menanam. Hujan tidak terus-menerus selama September - November 2022, sehingga ada peluang untuk mereka menyiapkan lahan.

Desember 2022 hujan kembali menyapa bumi di Timor. Desember 2022 di beberapa tempat terjadi banjir hingga putusnya jembatan penghubung antar desa, kecamatan dan terutama pada jalan utama menuju ibukota Kabupaten. Keluh-kesah terjadi oleh karena adanya masa terisolasi. Masyarakat di tempat-tempat itu belum dapat  melakukan perjalanan keluar untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan mereka. 

Januari 2023 cuaca bagai bergurau, hujan berlangsung dalam beberapa hari diselingi panas membakar kulit beberapa hari pula. Lalu pada akhir Januari 2023 hingga awal Februari 2023 ini, kecemasan melanda masyarakat pulau Timor. Hujan terjadi merata di mana-mana.

Longsor, tanah terbelah, banjir menggenangi perkampungan. Jalan putus. Kecemasan datang.

Tanah bagai tak sudi lagi menerima curahan air dari langit. Ia tak dapat lagi menampung di dalam pori-porinya. Maka, ia muntahkan ke daerah-daerah landai yang hutannya tak terpelihara, atau justru landai oleh karena tindakan manusia pada hutan. Hutan dibabat, jutaan akar yang semestinya dapat menampung air justru telah tiada karena terjadi pembusukan dan pelapukan. Longsor. 

Dalam beberapa gambar dan video yang beredar di medsos gambaran kecemasan manusia tak dapat dielakkan. Siapakah yang akan menjadi kambing hitam tempat dimana segala kesalahan ditimpakan?

Kini, masyarakat penghuni pulau Timor berharap, bahwa hujan akan reda.

Himbauan kewaspadaan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kupang dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Sumber: Flyer edaran Pemkab Kupang dan BPBD Kab Kupang
Sumber: Flyer edaran Pemkab Kupang dan BPBD Kab Kupang

Kira-kira begitulah tugas pemerintah daerah menghimbau, dan akan bersikap bila keadaan darurat terjadi pada titik-titik tempat terjadinya bencana akibat hujan deras yang tak henti-hentinya. 

Umi Nii Baki-Koro'oto, 4 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun