Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bias Cahaya Lilin Redup nan Padam Nyala Lilin Awal Bersinar

31 Desember 2022   08:49 Diperbarui: 31 Desember 2022   09:00 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri, RoniBani (canva)

Hal yang kira-kira mirip terjadi pada komunitas, organisasi, institusi hingga negara dan bangsa.

Sebutlah negara dan bangsa. Suatu negara dipastikan akan merayakan hari kelahirannya, terutama bila hari kelahiran itu terjadi karena perebutan dari kuasa kolonial. Bangsa manusia di permukaan bumi ini memiliki satu animo yakni berkuasa. Jika berkuasa itu terjadi di sekitar lingkungan kehidupannya saja mungkin orang dapat membatasinya, tetapi hal berkuasa ini terjadi pada upaya melebarkan sayap gegrafisnya. Maka kolonialisme dan imperialisme terjadi di berbagai belahan dunia. 

Dalam hal yang demikian nyala lilin waktu menerangi kesuraman dan keburaman karakter manusia yang rindu membangun koloni dan imperial. Lalu, bangsa-bangsa terjajah, negara-negara terkoloni mencatatkan hal yang demikian itu sebagai sejarah dalam lembaran kelam. Nyala lilin waktu meneranginya untuk diceritakan turun-temurun dari generasi ke genarasi. Penceritaan baik melalui institusi formal seperti institusi pendidikan, atau institusi non formal seperti partai-partai politik dan lain-lain akan menggelorakan motivasi untuk membangun negara dan bangsa.

Maka, ketika kolonial dan implerial angkat kaki dari bumi terkoloni dan terimperial, negara dan bangsa merayakannya sebagai hari kelahiran. Nyala lilin waktu menerangi masa-masa kelam itu sehingga warga negara di dalam negara itu akan berefleksi pada catatan-catatan "buram".  Bukankah ini pertanda bahwa akan ada keabadian dari nyala lilin waktu?

Ya, tetapi masih ada yang lebih abadi yang entah pada keabadian itu insan menghitung waktu dan menyalakan batangan lilin?

Umat manusia hidup dalam bingkai agama, kecuali kaum atheis. Pada umat beragama ada keyakinan yang kokoh dan teguh, bahwa di sana ada nabi, rasul, hingga Tuhan yang menggerakkan suatu organisasi maya yang disebut agama. Agama manusia mengajarkan dua sisi kehidupan kekal. Keabadian. Kebahagiaan dan kesengsaraan selamanya. Pilihan umat beragama tentulah jatuh pada kebahagiaan atau sukacita selamanya. Pilihan saat masih hidup di bumi yang nyata ini. Hidup bersama dengan orang lain dalam segala alam beriklim dan bercuaca, bersuasana dan bernuansa. Proses itu berlangsung hingga titik waktu "padamnya" nyala lilin kehidupan di bumi ini, dan beralih ke keabadian itu.

Para nabi, rasul ada di kebahagiaan yang abadi itu. Para nabi dan rasul yang mengajarkan hikmat, kebajikan, kearifan dan kebijaksanaan, mendahului umat yang diajarinya. Para nabi dan rasul mengingatkan bahwa ada Satu yang lebih istimewa yang keabadian-Nya tak terukur dalam hitungan waktu cahaya sekalipun.

Maka, dunia Kristen mengajarkan bahwa Yesus, Manusia Tulen, Anak Manusia itu, lilin waktunya terus dinyalakan setiap tahunnya. Kesyahduan kidung pujian dimadahkan pada-Nya sebagai Baginda Terjunjung Kekal. Dia-lah Nyala Lilin Keabadian dan Kebahagiaan itu. Dia telah menjadi Tuan dan Tuhan untuk para nabi dan rasul pada segala zaman.

PENUTUP

Tahun 2022 segara berakhir. Mari sekadar menoleh pada kisah dan peristiwa yang tercatat pada lembaran waktu tahun 2022. Pastikan bahwa nyala lilin waktu tahun 2022 yang sedang redup cenderung padam ini tidak memadamkan kesan dan kenangan berharga, bernilai dan bermakna pada titik-titik waktu terlintasi.

Tahun 2023 akan segera tiba. Resolusi baik sebagai individu maupun instritusi pasti sudah dirancang dan segera dicanangkan pada pukul nol-nol saat pergantian waktu. Nyalakan lilin waktu tahun 2023, pastikan ia akan menjadi suluh di garis lintasan perjalanan atau arungan menuju raihan fatamorgana visimu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun