Seseorang sebagai individu mungkin berhasil meraih suatu prestasi pada satu titik waktu. Prestasi itu membuat harkat kemanusiaannya  naik sebagai individu tetapi sekaligus kerabat dan institusi dimana ia dipayungi. Pada titik waktu itu, lilin waktunya terasa makin bercahaya, tanpa goyah oleh sapuan bayu. Mengapa? Karena suatu prestasi yang prestisius sekalipun masih ada kemungkinan dicibiri, dibuli, cemooh dengan berbagai kritik yang kiranya tanpa solusi. Bisa saja prestasi itu menjadi polemik berkepanjangan pada garis waktu yang terlintasi, tetapi nyala lilin waktu tak dapat dipadamkan. Justru ia makin bersinar dan membias agar terlihat di celah-celah sempit nuansa positif yang memotivasi.
Seseorang sebagai individu mungkin telah gagal dalam mengapai cita-citanya pada tahun 2022, atau bahkan telah menjadi pecundang pada suatu peristiwa. Hal ini bagai hendak meredupkan nyala lilin waktu baginya. Tidak! Lilin waktu tahun 2022 terus saja menyala. Cahayanya membias menebus relung hati pada individu itu hingga menggerakkan kaki dan tangan pihak lain agar dapat menolong, mengingatkan dan memotivasi. Pada titik waktu yang demikian orang yang gagal, atau menjadi pecundang dapat bangkit untuk memulai sesuatu yang baru, tanpa harus memadamkan nyala lilin waktu pada dirinya.
Hal yang kira-kira mirip terjadi pada komunitas, organisasi, institusi hingga negara dan bangsa.
Satu komunitas, sebutlah Paguyuban X dengan bidang kajian dan karya tertentu memiliki struktur organisasi sederhana dengan perencanaan matang untuk mengisi waktu reguler dalam satuan terbatas (1 tahun, atau 2 tahun dst). Pada titik-titik waktu penyelenggaraan tugas komunitas, mereka akan bersukacita oleh karena sesuatu prestasi diraih. Siapakah yang dapat menggagalkan rencana mereka untuk merayakannya? Atau sebaliknya, bila suatu hal membuat mereka merasa malu, tidakkah ada di antara mereka yang mencatat hal ini sebagai berada di titik waktu buruk? Walau demikian, nyala lilin waktu terus tak dapat dipadamkan, kecuali mereka sendiri mungkin memilih pembubaran gegara hal memalukan. Lalu, cahaya lilin waktu yang terus menyala itu menerangi aib, di sana individu atau komunitas lain melihat dan membacanya, lalu belajar untuk tidak melakukan hal yang sama atau mirip.
Pada organisasi, institusi, badan partikelir maupun milik pemerintah di semua jenjang. Sekali lagi nyala lilin waktu tahun 2022 yang sebentar lagi akan padam, tak segera memadamkan kesan berharga, bernilai dan bermakna. Maka, orang membuat apa yang disebut kaleidoskop. Pada kaleidoskop ini catatan-catatan kenangan dan berkesan yang sempat tersimpan dalam "file" waktu dietalasekan ke hadapan publik. Kaleidoskop itu pun sangat beragam jenisnya berdasarkan konteks alur peristiwa, tokoh dan pelaku di dalamnya, suasana sekitarnya, hingga dampak pada saat itu pun di masa depan.
NYALA DAN CAHAYA LILIN ABADI
Bila mengajukan pertanyaan, adakah lilin yang menyala untuk waktu tak terhitung alias abadi?Â
Mari melihat fakta dalam kehidupan umat manusia sang makhluk cerdas nan sempurna ini.Â
Manusia dalam kapasitas diri sebagai individu, pernah dikandung dan dilahirkan oleh seorang perempuan bernama ibu, mama, mamanda. Kelahirannya pada satu titik waktu disambut penuh sukacita. (Hanya perempuan pecundang saja yang melahirkan seorang bayi lalu membuang, menewaskan, dan lain-lain tindakan non manusiawi). Anak manusia yang lahir pada satu titik waktu itu segera dicatat bahkan pada menit dan detik. Pada titik waktu itu, orang bagai sedang menyalakan lilin kehidupan pada satu keluarga. Ya, anak manusia bagai lilin di tengah keluarga. Lilin yang menyala itu memberi harapan pada seisi rumah.
Anak manusia yang lahir itu tumbuh dalam usapan dan asuhan ayah-ibu dan kerabat dalam komunitas. Pembentukan watak dan karakter dimulai dari dalam lingkaran kecil rumah tangga, secara spiralis meluas ke sekitar lingkungan kehidupan, hingga tanpa batas dunia karsa dan karya profesi.
Pada garis waktu yang terus maju, di sana ada perulangan satuan waktu yang disebut tanggal dan bulan, kecuali yang terus bertambah yakni satuan tahun, abad dan milenium. Pada setiap perulangan itu, orang merayakan hari kelahirannya dalam wujud sederhana hingga istimewa nan mewah bermegah. Lilin waktu pada setiap orang dihitung lagi, dirayakan, tanpa perubahan cahayanya. Perubahan yang terjadi hanya ada pada karakter manusianya, entah makin tinggi besar tubuh/badan/raganya secara fisiologis diikuti dengan kedewasaan psikologis (baik-buruk)!?
Pada hari-hari yang demikian itu, orang menyalakan sebatang lilin atau menambah jumlahnya sebanyak hitungan waktu (umur-usia) yang terhitung itu. Lalu, sukacita ditebar bagai bias nyala lilin. Sukacita itu bermuatan hal positif yakni membiaskan kecerahan hidup pada sesama, terutama sebagai insan ber-Tuhan, rasa syukur tak terhitung dipanjatkan kepada-Nya.