PENGANTAR
Pada hari-hari terakhir tahun 2022 kesibukan terjadi di semua lini kehidupan. ASN wajib menyelesaikan tugas-tugas akhir tahun dengan prioritas, di antaranya laporan pemanfaatan anggaran. Kami 1 tim kecil dari sekolah berangkat ke ibukota Kabupaten Kupang, Oelamasi untuk urusan seperti itu. Ketika berada di sana, khususnya pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang, masih ada antrian guru (Kepala sekolah dan bendahara) di sana. Kelihatan antrian tidak amat banyak tetapi kesibukannya yang banyak, apalagi Kepala Dinas (Kadis) tidak berada di tempat berhubung beliau baru saja kembali dari satu tugas kedinasan dari Jakarta. Maka, para guru yang membutuhkan tanda tangan harus berlarian mencari dan menemukan posisi Sang Kadis untuk mendapatkan tanda tangannya.
Solusi didapatkan dari staf Kadis yakni seorang membawa berkas-berkas untuk ditandatangani, yang lainnya menuju ke Bank untuk pencairan atau transfer. Berkas yang akan ditandatangani oleh Sang Kadis akan menyusul. Maka, meluncurlah para guru ke Bank. Ternyata, petugas Bank tidak mudah percaya pada pemberitahuan yang terlambat sampai di mejanya. Para guru lebih dahulu tiba di desk pelayanan sehingga petugasnya "sewot" karena berkas yang diperlukan tidak dibawa serta. Setelah mendapatkan kabar pasti dari pegawai yang memberi solusi, barulah petugas pada desk pelayanan mau melayani para guru.
Singkat cerita, walau antrian di Bank sangat panjang, namun akhirnya para guru pulang dengan perasaan antara senang karena terpenuhi seluruh kepentingannya, sedikit senang karena terpenuhi sebahagian keperluan dan kepentingan, kecewa karena sebab lain, diam saja dengan gestur yang tidak mudah ditebak. haha...
Kami meluncur ke kota Kupang. Hujan agaknya masih menunda kedatangannya. Kami menikmati cuaca cerah. Tiba di Kota Kupang melewati Jembatan Liliba. Satu jembatan yang memperpendek jarak antara Bandara Internasional El Tari Kupang dengan kota Kupang. Jembatan yang amat sibuk dengan arus lalulintas pada pagi hari dan sore hari. Saat kami melintas, saya teringat akan kisah-kisah seputar jembata ini. Maka, kami berhenti beberapa menit untuk memotret jembatan ini, sebagaimana terlihat di sini.
  Â
JEMBATAN LILIBA (MUNGKIN) JEMBATAN CINTA DAN HOROR
Jembatan Liliba terletak di Kelurahan Liliba Kecamatan Oebobo Kota Kupang, panjangnya 135 meter dengan kedalaman 500 meter, dibangun pada masa Orde Baru. Peresmiannya oleh Menteri Perhubungan Haryanto Danutirto pada tahun 1994. Jembatan ini menjadi jembatan kedua yang menghubungkan kota Kupang dengan Bandara Internasional El Tari Kupang (Penfui). Jembatan pertama yakni Jembatan Oesapa. Seiring bertambahnya pengguna jalan dengan kendaraan bermotor (roda dua, empat), maka kebutuhan untuk kelancaran arus lalu lintas sehingga jembatan Liliban dibangun untuk alternatif kedua.
Ternyata jembatan Liliba bukan sekadar alternatif tetapi justru menjadi prioritas pilihan untuk menuju ke Penfui baik ke Bandara El Tari, ke Kampus Undana, dan ke arah timur dan selatan kota Kupang menuju kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang. Jadi makin melancarkan arus lalu lintas dari kota Kupang dan sebaliknya dari luar kota Kupang.
Jembatan Liliba tidak berhenti ceritanya hanya pada kelancaran arus lalulintas, tetapi ada pula di sana kisah cinta kaum muda hingga tewasnya cinta di tempat ini. Sudah bukan cerita baru pada masyarakat kota Kupang, bahkan telah meluas gegara pemberitaan media sehingga ia sangat tersohor dan heboh. Kesohoran dan kehebohan itu ada pada upaya "menewaskan cinta"  atau hal lainnya sebagai pemicu tewasnya seseorang di tempat ini.
Bila pasangan muda-mudi memadu cinta sewajarnya dan berakhir indah dalam keteguhan hati agar tiba sebagai sepasang kekasih bermartabat, pasti ada kisah menarik saat mereka berada di pelaminan dan rumah tangga. Maka, senyum dan tawa, kenangan manis dan indah bertaburan di sana.Â
Bila perpaduan cinta itu tak berlanjut untuk menikmati madunya, maka, pilihannya yakni menewaskan cinta itu hingga remuk dan hancur raga hilang nyawa. Satu unit papan bertulisan, "dilarang bunuh diri di sini!" pernah ditempatkan di pintu masuk jembatan ini dari arah barat menuju ke timur. Pemandangan yang memilukan.
Bila arus lalu lintas berangkat dari arah timur masuk ke kota Kupang, ada satu tulisan menarik di sana, KUPANG KOTA KASIH. Beberapa tahun lampau, kata KASIH selain makna pada kata itu sendiri, pernah menjadi akronim dari Kupang, Aman, Sehat, Indah, dan Harmonis. Jadi, bila jembatan Liliba menonjol dengan kisah tewasnya raga bermuatan cinta, betapa sangat bertolak belakang dengan slogan Kota Kasih.Â
Semua berpulang kepada individu untuk pengambilan keputusan tentang kehidupan. Memang patut diakui bahwa tentang tewasnya orang tertentu di Jembatan Liliba karena membuang/bunuh diri , bukanlah pilihan yang tepat. Anggota masyarakat hingga pemerintah kota Kupang dan jajarannya sungguh tak menghendaki orang tertentu menghabisi diri sendiri di tempat ini. Â Solusi atas masalah cinta dan hal lainnya, bukanlah dengan bunuh diri, tetapi dengan cara dan pendekatan humanis yang membangkitkan semangat hidup. Siapakah yang dapat memberi solusi?
Pertama-tama keluarga, kaum rohaniawan, ulama, pemerintah kota Kupang di semua jajarannya, dan banyak lagi pemangku yang dapat memberi solusi. Beragam media telah dan akan terus dimanfaatkan oleh mereka untuk mengingatkan, menasihati dan menginspirasi agar orang dapat melakukan hal-hal terpuji.
Â
Â
Umi Nii Baki-Koro'oto, 30 Desember 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI