Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menikah Secara Adat Perkawinan ala Masyarakat Adat Amarasi di Yirrkala Australia Utara

21 Desember 2022   07:34 Diperbarui: 21 Desember 2022   07:39 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dokpri Roni Bani; kolase Canva

tulisan berseri: seri kelima

Pada seri(edisi) keempat saya menulis pengalaman di luar kampus Universitas Manoa Hawaii-USA. Tentu tidak secara detil segala hal yang terjadi pada saat itu saya ingat untuk catatkan agar tidak hilang.

Masih ada yang terlewatkan setelah catatan itu saya baca ulang, namun saya pikir hal-hal yang terlewatkan itu menjadi kenangan dalam genangan pada pelupuk ingatan.

Misalnya, keberangkatan dari Kupang, Denpasar, Narita (Jepang), hingga Honolulu (Hawaii) dan sebaliknya ketika kembali dari sana; Hawaii, Singapura, Denpasar, Surabaya, Kupang. Pergi dan pulang yang berdampak pada apa yang disebut jet lag, walau kami terlihat biasa-biasa saja; padahal tubuh terasa sangat lelah.

Dari catatan Februari 2011 saya lompat ke catatan Juni 2017. 

Pada Juni 2017 suatu perjalanan yang saya lakoni dari Kupang, Denpasar tiba di Darwin-Australia Utara. Kali ini saya tidak ditemani siapa pun. Biasanya kami dalam tim bila melakukan perjalanan misi ke luar negeri, namun kali ini saya sendiri, sehingga pengalamannya menjadi terasa berbeda. Tugas kali ini tidak ada hubungannya dengan misi penerjemahan alkitab, tetapi ada hubungannya dengan misi kebudayaan. 

Maksudnya, kami (saya dan keluarga Grimes) akan berada dalam satu pengurusan pernikahan/perkawinan di pedalaman Australia Utara. Suatu pengurusan pernikahan/perkawinan yang tidak biasa, karena pasangan yang akan menikah telah memilih seseorang dari Timor-Amarasi untuk menjalankan tugas sebagai mafefa' atau juru bicara keluarga Grimes.

Tugas juru bicara (Mafefa'/Jubir) yakni mewakili keluarga dalam acara peminangan (MK, maso minta) dengan pendekatan hukum perkawinan adat yang khas di Timor. Nah, di sini letak keistimewaannya.

Pasangan nikah itu berbeda dari aspek keturunan. Calon mempelai laki-laki lahir dari Ayah dan ibu orang Amerika, sedangkan calon mempelai perempuan lahir dari ayah-ibu orang Inggris dan Yolngu (salah satu suku dari bangsa Aborigin). Dapat dibayangkan warna kulit dari sang gadis, bukan?

Mafefa'/Jubir yang dipilih oleh keluarga Grimes, Roni Bani.

Pada suatu hari dalam November 2016, rumah adat Umi Nii Baki-Koro'oto desa Nekmese, Amarasi Selatan kedatangan tamu. Tamu yang datang sudah biasa datang dalam misi penerjemahan alkitab dan implikasinya pada dunia bahasa daerah dan pendidikan multi bahasa.

Kedatangan kedua tamu (pasangan suami-isteri: Prof. Dr. Charles E. Grimes,Ph.D dan Prof. Dr. Barbara Dix Grimes, Ph.D) kali ini tidak membahas tugas-tugas rutin dari Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang. Keduanya membawa pesan khusus dari seorang pemuda bernama Andrew Joseph Grimes.

Pasangan the Grimes memakai pendekatan budaya nateek oko'mama', menempatkan satu unit tempat sirih-pinang berisi sirih-pinang-kapur, dan satu lembaran rupiah dengan nilai nominial tertentu di meja. Saya terkejut. Tidak ada kebiasaan itu pada pasangan the Grimes pada kami di rumah adat Umi Nii Baki-Koro'oto.  Saya mencoba mendengarkan saja apa yang hendak dikatakan oleh pasangan the Grimes ini. 

"Kami bawa suara dari anak, Ucu (Andrew Joseph Grimes). Ucu minta bapa Roni jadi mafefa'. Dia mau nikah pakai cara budaya orang Amarasi. Ucu bilang, bapa Roni mesti datang ke Australi untuk urus dia nikah."

Oko'mama' dan kalimat yang menyertainya menjadi alasan kedatangan the Grimes. Saya agak keberatan pada awalnya, tetapi setelah kami berdiskusi cukup lama, akhirnya kami bersepakat berhubung waktu yang tersedia masih cukup untuk mengurus segala hal yang berhubungan dengan upacara pernikahan/perkawinan menurut hukum adat pernikahan/perkawinan masyarakat adat Timor-Amarasi. 

Saya tawarkan pilihan kolaboratif, yakni pendekatan cara masyarakat Amarasi dalam tampilan maso minta ala masyarakat perkotaan khususnya masyarakat adat Kota Kupang. The Grimes menyetujui tawaran ini. Kami pun segera menyiapkan segala keperluan untuk maksud ini yang akan terjadi pada Juni 2017.

Isteri saya dan sejumlah perempuan dalam kategori Kaum Perempuan GMIT di Jemaat lokal mendapat tugas menyediakan 50 lembar kain tenunan khas masyarakat adat Timor-Amarasi. Keseluruhan kain tenunan ini diperuntukkan untuk pasangan nikah adat, oang tua dari pihak keluarga sang pemuda dan keluarga pada umumnya dari pihak keluarga sang gadis.

Persoalan muncul pada ketersediaan sirih-pinang-kapur yang mesti ditempatkan pada setiap baki/dulang maso minta. Sementara dulang maso minta yang biasanya ditempatkan pinang wangi saya ganti dengan kain tenunan kecil (selendang) sebanyak 30 lembar. Semua kain tenun ini siap pada Mei 2017 untuk selanjutnya dapat dibawa mendahului kedatangan mafefa'/jubir.

Satu hal yang kiranya nyaris menghalangi perjalanan saya yakni, pelantikan sebagai kepala sekolah pada April 2017. Bahwa ternyata sesudah pelantikan, terjadi tarik-ulur serah-terima jabatan dari kepala sekolah yang diganti.

Entah ada alasan apa, saya tidak memahaminya. Saya baru mengetahui alasan itu setelah serah-terima pada akhir Juni 2017, yakni sang kepala sekolah memasuki masa pensiun sehingga perlu diberi kesempatan terus memimpin sampai dengan masa itu tiba, yakni akhir Juli 2017.

Bahwa ternyata Pemerintah Kabupaten Kupang (dhi.Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) tidak menghendaki hal itu. Surat Keputusan Pensiun sudah terbit, maka ASN itu harus menyerahkan tugas.

Sambil menunggu suasana hati sang kepala sekolah menjadi tenang, saya berangkat ke Darwin. Penerbangan dimulai dari Eltari Kupang, Ngurah Rai Denpasar, dan tiba di Darwin, 5 Juni 2017 sekira pukul 05.05 waktu Darwin. Jemputan sudah menunggu. Kami langsung tancap gas dengan menyinggahi kedai kopi untuk membeli seduhan kopi panas, menghangatkan badan di perjalanan ke kota Katherina. Dari kota Darwin ibukota Northeren Territory ke kota Katherine kami tempuh jarak di atas 300 km.

Jika kita bertanya pada google maps, jaraknya 317 km, dapat ditempuh 3 jam 17 menit melintasi jalan utama, sementara jalur alternatif dapat mencapai lebih dari 4 jam perjalanan. Jarak sejauh ini kami tempuh dalam waktu sekitar 3 jam perjalanan. Ben Grimes yang menjemput dan membawa saya tiba di kota ini untuk bergabng dengan keluarga Grimes yang sudah menunggu untuk segera melanjutkan perjalanan.

Kami beristirahat sejenak. Mobil yang digunakan untuk menjemput ditinggalkan di kota ini. Lalu dua unit mobil lain dengan segala keperluan untuk pengurusan pernikahan/perkawinan sudah disiapkan di dalam 2 unit mobil ini yang sekaligus membawa rombongan keluarga.

Kami akan melintasi jalan yang menurut informasi sejuah lebih dari 700 km. Saya mencoba bertanya pada google maps jarak tempah antara kota Katherine dan Yirrkala, ternyata ada 724 km. Akumulasi jarak antara Darwin-Katherine-Yirrkala, 1041 km.

Suatu perjalanan yang amat jauh melewati jalan darat, sekaligus perjalanan darat jauh terjauh yang pernah saya alami sebagai orang dari Timor. Kami harus membawa persediaan bahan bakar minyak (BBM). Rombongan menyinggahi stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk mengisi bbm dan membeli persediaan bbm. Persediaan bbm yang dimaksud bukan rombongan membawa jerigen tetapi bbm dalam kemasan jerigen sudah disiapkan, konsumen membeli.

Selain persediaan bbm, kondisi kendaraan harus (dan wajib) untuk dalam keadaan aman, termasuk rombongan mesti memiliki radio panggil, handy talky (HT) agar memudahkan komunikasi antardua unit mobil dan dengan pihak kepolisian bila sewaktu-waktu diperlukan.

Di tengah perjalanan kami berhenti pada satu titik ketika menemukan satu papan pengumuman yang mengingatkan (dan bagi saya mencemaskan) pengguna jalan sekaligus. Peringatan itu kira-kira dalam bahasa Indonesia bunyinya, jarak tempuh selanjutnya tidak ada stasiun pengisian bahan bakar minyak, bersiap-siaplah melanjutkan perjalanan dengan kewaspadaan.

 

Kami harus beristirahat beberapa kali berhubung jarak tempuh yang jauh ini. Salah satu sesi istirahat itu dimanfaatkan untuk makan siang. Kesan menariknya di jalan sejauh ini terlihat pada

  • jalan beraspal hot mix dan belum belum beraspal/darurat/perkerasan yang sangat padat
  • jalan rata tanpa ada tanjakan atau turunan, beberapa kali ada jalan lurus kira-kira mencapai 5 km - 10 km
  • pepohonan dan hutan yang terjaga, namun sangat sering terjadi kebakaran yang terjadi secara alamiah (akibat gesekan kayu pada musim panas) atau yang sengaja dibakar untuk menumbuhkan tunas baru (unsur sengaja ini maksudnya benar-benar diprogramkan untuk membakar area tertentu agar tumbuh tunas baru)
  • rumah semut raksasa yang terlihat dimana-mana. 

rumah semut&pemandangan 1 unit jembatan; foto dokpri RoniBani, kolase canva
rumah semut&pemandangan 1 unit jembatan; foto dokpri RoniBani, kolase canva

Sekitar jam 8 malam kami tiba di kampung yang disasar. Kampung itu bernama Yirrkala. Ia bagian dari satu wilayah yang sangat luas yang disebut Armland. Di sana terdapat satu area pertambangan mangan yang sangt luas. Kota terdekat ke Yirrkala yaitu Gove dan Nhulunbuy. Di kota Gove terdapat airport, sedangkan di Nhulunbuy terdapat museum yang khas untuk suku-suku bangsa Aborigin.

saya kira sampai di sini, dulu... akan saya sambung lagi pada seri berikutnya... 

Umi Nii Baki-Koro'oto, 21 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun