Tantangan dan Solusi Menerjemahkan Injil Markus dalam Bahasa Amarasi Kotos
Pada bagian pertama serial tulisan tentang misi penerjemahan alkitab yang diembankan oleh Sinode GMIT kepada kami, the Timor Team, salah satu di antaranya yakni Tim Bahasa Amarasi. Anggota Tim terdiri dari seorang Pendeta aktif, seorang Pendeta Pensiun, seorang penatua, seorang guru pensiunan, saya, dan selanjutnya masih menambah lagi seturut bertambahnya waktu dan beratnya tugas. Di antara kami anggota tim, ada yang mengundurkan diri karena melanjutkan studi Pascasarjana hingga doktoral. Seorang anggota diundurkan oleh Pembina Tim dan Konsultan Ahli.  Calon Pembina yang disiapkan tidak sempat melanjutkan tugas karena meninggal dunia (Pdt. Max Jacob, M.Th). Selanjutnya boleh menambal anggota tim terutama dari kalangan muda. Syaratnya, memiliki pengetahuan, diksi dan vocab berbahasa lisan yang cukup.Â
Pada November 2002, Injil Markus berbahasa Amarasi (Kotos) diluncurkan di GMIT Jemaat Sonafhonis Oekabiti. Peluncuran ini dilaksanakan tepat pada saat saat perayaan masuknya Injil di Oekabiti. Usia masuknya Injil di Oekabiti telah mencapai 90 tahun pada tahun 2002.Â
Kami mengerjakan Injil Markus dalam satuan waktu 1998 - 2002. Injil Markus tidak dikerjakan secara langsung oleh seluruh anggota tim secara bersama. Injil Markus dimulai oleh seorang dosen FKIP UKAW Kupang (Drs. O. Rassi) yang selanjutnya mempercayakannya pada seorang penatua di Ponain-Amarasi, Nikanor Taunu. Hasilnya di luar dugaan Pdt. W. F. Ruku, S.Th. Sang Pendeta mengira 16 pasal Injil Markus akan dengan mudah pada saat exegese. Ternyata ketika proses itu berlangsung di SIL Darwin, konsep itu dianggap pekerjaan sia-sia karena jauh dari bahasa aslinya, Greek/Yunani. Maka, proses drafting mulai diulangi. Dalam waktu 2 minggu menghasilkan 4 pasal. Empat pasal inilah yang dijadikan cikal-bakal lanjutan pekerjaan bersama tim (masih bayangan) setelah melalui proses uji coba di Kotabes dan Battuna.
Tahun 1999 tugas kami lanjutkan sampai dengan tahun 2002. Dalam masa antara 1999 - 2002 tugas drafting, revisi tim, eksegese, uji coba I, revisi tim II, uji coba II dilewati. Â Pada November 2022 ini disepakati untuk meluncurkannya agar mendapatkan respon dari jemaat/umat dan masyarakat pengguna Bahasa Amarasi.Â
Puji Tuhan. Proses ini berlangsung lancar. Jemaat/umat dan masyarakat pengguna Bahasa Amarasi senang menerima Injil Markus dalam bahasa daerahnya. Mereka bergembira atas alasan bahasa lisan telah menjadi bahasa tulisan, bedanya merasa kesulitan pada cara membacanya. Maka, dibutuhkan latihan membaca, karena Bahasa Amarasi bukanlah bahasa yang sama dengan Bahasa Indonesia yang sudah baku dalam pengetahuan dan praktik berbahasa masyarakat Indonesia.
Bahasa Amarasi dan bahasa daerah lainnya yang dijadikan bahasa tulisan bukanlah Bahasa Indonesia. Bahasa-bahasa itu memiliki karakteristik masing-masing, yang oleh karenanya orang mesti belajar bahasa itu, seperti belajar Bahasa Indonesia. Orang tidak boleh menganggap remeh bahasa daerahnya sendiri yang sudah menjadi bahasa tulisan, lantas akan dengan mudah membacanya. Orang mesti belajar dan berlatih cara membaca. Membaca teks berbahasa daerah mana pun pada umumnya mesti dengan pendekatan yakni belajar dan berlatih. Lalu, membaca secara mudah yakni dinamikanya seperti berbicara. Sampai di sini orang masih belum paham dan merasa tetap mengalami kesulitan dalam membaca bahasa daerah, terlebih pada masyarakat pemilik dan pengguna bahasa Amarasi Kotos.Â
Patut diakui pula bahwa kesulitan itu terjadi oleh karena teori tata bahasa dan ejaan Bahasa Amarasi belum dimiliki oleh masyarakat pemilik dan penggunanya. Keunikan Bahasa Amarasi terletak pada perpindahan lambang bunyi, metathesis. Metathesis terjadi pada kata kerja sehingga terasa janggal ketika melihat jejeran lambang bunyi.Â
Dalam Kata Pengantar Penerjemahan Alkitab, dan Cara Membaca Bahasa Amarasi (2002) di sana ditempatkan catatan antara lain:
Ejaan Bahasa Amarasi
Ada beberapa perbedaan sistem bunyi (yaitu fonologi) bahasa Amarasi dan bahasa Indonesia yang memaksa kita menyesuaikan tulisan. Grimes (1999) mencatat hal ini dalam riset bahasa cara menulis bahasa-bahasa daerah di Kawasan Timur Indonesia.
Glotal, atau hamzah, sering terdapat dalam bahasa Amarasi dan bisa membedakan makna, sehingga perlu di tulis, misalnya: (di sini)
bare' Â Â Â Â Â benda, barang
bare      tempat, lokasi
nsoi' Â Â Â Â Â hitung (angka)
nsoi       ampuni
noni' Â Â Â Â Â ajaran
noni       uang, mas
ai' Â Â Â Â Â Â Â Â atau, pilihan
ai          api
to'ef       gunung
toef        bulir
Masih banyak lainnya. Semua ini memberi pengaruh pada pelaksanaan misi penerjemahan alkitab, dan pengembangannya ketika satu naskah, satu buku berbahasa Amarasi (Kotos) tiba di tangan masyarakat (umat/jemaat). Maka, solusi yang ditawarkan yakni terus melakukan workshop ortography dan latihan baca-tulis bahasa Amarasi.
Perlahan namun dalam kepastian misi ini terus berjalan. Kami terus bekerja dengan tahapan-tahapan yang sudah menjadi prosedur tetap. Injil-injil disiapkan, Kisah Para Rasul, Kejadian, Wahyu, 5T dan Yakobus seterusnya surat-surat pastoral hingga seluruh kitab dalam Perjanjian Baru dikerjakan dengan segala suka-dukanya, halangan dan peluangnya, teerutama karena tugas ini diterimakan kepada orang-orang yang bekerja paruh waktu saja.
(saya hentikan sejenak di sini...akan disambung lagi)
Memasuki Dunia Ilmu Pengetahuan
Mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah semasa menjadi siswa dan mahasiswa, bukan hal baru, tetapi  mengikuti kegiatan ilmiah pada jenjang yang lebih tinggi yakni bertaraf internasional, merupakan suatu kebanggaan sekaligus kecemasan. Bangga karena dapat duduk bersama dengan para pakar dari banyak universitas dalam dan luar negeri. Cemas karena faktor bahasa pengantar yang mesti lancar jika harus menjadi pemakalah.
Saya lompat masuk ke tahun 2010 ketika untuk pertama kalinya menjadi Pemakalah pada East Nusantara International Conference  disingkat ENUS Conference. Pada 5 Oktober 2010 saya dan beberapa sahabat meluncurkan satu Jurnal Ilmiah bertajuk Socius Religius. Uniknya pada hari yang sama ada ENUS Conference di kota Kupang, dimana saya menjadi salah satu pemakalah bersama Dr. Charles E. Grimes, Ph.D.Â
Bertempat di Hotel Cendana ENUS Conference berlangsung. Dua puluh makalah dibahas di sana yang berhubungan dengan budaya dan bahasa daerah yang terancam punah. Saya sungguh sangat bersyukur dapat berada di sana dengan membawakan makalah yang semula saya tulis secara tidak sengaja. Makalah itu berjudul, berhitung bulir jagung gaya orang Amarasi (Kotos). Makalah ini diterjemahkan dan dilengkapi oleh Dr. Charles E. Grimes, Ph.D sehingga dapat menjadi satu makalah yang boleh ditampilkan pada konferensi internasional.
Suatu kebahagiaan karena pada dunia keilmuan seperti ini, saya dapat bertemu dengan para pakar bahasa dan budaya dari berbagai universitas dari dalam dan luar negeri. Saya amat senang dapat bertemu dengan Prof. James Fox, antropolog yang amat terkenal itu. Ia bahkan dapat berbicara dalam Bahasa Indonesia secara lancar sehingga anak-anak SD Inpres Nekmese yang mengisi acara seremoni pembukaan dapat bercanda dengannya.
Dari pengalaman ini, kami mendapat kesempatan ke Kinabalu Malaysia untuk mengikuti Malaysian Indegenous Peoples Conference on Education (MIPCE). Â Konferensi Budaya dan Bahasa yang hampir punah yang diselenggarakan di Universitas Atma Jaya Jakarta bekerja sama dengan beberapa lembaga internasional kami hadiri. Konferensi Budaya dan Bahasa Austronesia di Universitas Udayana Denpasar-Bali pun kami mendapat kesempatan menghadirinya. Di sana ada kesempatan menjadi salah satu anggota pemakalah pada satu makalah yang ditulis bersama (3 orang). Pada kesempatan itu saya tidak sempat mengikuti lanjutannya berhubung saya harus kembali ke Kupang, untuk menyiapkan diri ke Surabaya dalam rangka satu urusan kuliah Pascasarjana.
Saya melompat ke Februari 2011 saat kami mendapat kesempatan untuk mengikuti Konferensi Internasional di Universitas Manoa Hawaii - USA. Di sini satu pengalaman yang tak akan pernah terlupakan. Suatu perjalanan yang panjang dan jauh. Satu undangan yang menurut sang mentor, undangan khusus dari Kementerian Pendidikan USA melalui Manoa University. Satu penghargaan untuk satu makalah yang semula saya anggap biasa-biasa saja. Kini, isinya justru menunjukkan keunikan sehingga patut mendapat perhatian untuk disimpan. Maka, Kementerian Pendidikan USA melalui Manoa University mengundang saya dan mentor, serta Ketua Jurusan Bahasa Inggris UKAW Kupang. Kami berada di sana selama 10 hari mengikuti konferensi dan lokakarya.
Ini sebahagian di antara kegiatan-kegiatan ilmiah yang sudah saya lewati. Tentulah pengalaman-pengalaman ini bila ditulis seperti ini rasanya amat narsis, namun ada harapan kiranya memberi inspirasi. Masih ada yang akan saya sambung pada edisi berikutnya.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 15 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H